Dikalangan ASEAN, Singapura, Malaysia dan Thailand yang telah maju. Indonesia dengan indeks 46 untuk tahun 2011-12 masih termasuk kelompok 50 negara yang ketinggalan.
PENTINGNYA DAYA SAING
PENTINGNYA DAYA SAING
Dalam mengamati perkembangan ekonomi dunia dewasa ini didapat kesan bahwa era globalisasi telah berhasil untuk menggerakan proses transformasi ekonomi dunia. Yang menjangkau berbagai bidang ekonomi penting. Disadari bahwa masih terdapat banyak kelemahannya yang menimbulkan keresahan. Seperti telah digambarkan oleh Joseph E. Stiglitz dalam bukunya “Globalization and its Discontents”.
Walaupun demikian telah tercipta iklim ekonomi dunia yang dinamis, transparan, dan canggih. Iklim demikian telah dapat dimanfaatkan oleh negara-negara berkembang. Terutama dari Asia. Kini posisi negara-negara berkembang di ekonomi global semakin mendekati taraf negara-negara yang sudah maju.
Sementara itu telah terwujud pula iklim ekonomi global yang serba kompetitif. Yang nampaknya belum pernah dihadapi dunia sebelumnya sedahsyat sekarang ini. Masalah persaingan telah menjadi perhatian khusus dari pihak WEF (World Economic Forum). Yang tercermin dengan jelas, antara lainnya dalam laporannya terakhir yang sangat mendetail. Berjudul “The Global Competitiveness Report, 2011-2012“.
Ada salah satu penilaian WEF yang menarik, yaitu observasinya yang berbunyi: “competiveness has emerged as a new paradigm in economic development”. Observasi tersebut tentunya telah membangkitkan kuriositas para pengamat untuk mengetahui lebih lanjut tentang arti dan implikasi paradigma ekonomi baru itu.
Sebetulnya masalah persaingan bukanlah hal yang baru. Telah terjadi selama berabad-abad lamanya. Tetapi dengan adanya transformasi ekonomi dunia yang cukup menggemparkan dan berkembangnya masalah persaingan yang semakin ketat tentunya terbentuk iklim ekonomi dunia yang berlainan. Selain daripada soal persaingan, hal yang dianggap lebih penting lagi bagi negara-negara berkembang ialah masalah daya saing. Justru daya saing ekonomi yang cukup kuat yang diperlukan oleh negara-negara berkembang.
Dengan demikian masalah daya saing merupakan topik yang semakin vital dalam soal-soal pembangunan sehingga timbul pernyataan WEF tentang paradigma baru.
INDEKS SAINGAN GLOBAL
Dengan semakin meningkatnya unsur saingan (competitiveness) World Economic Forum telah menerbitkan surveynya yang memuat Global Competitive Index (CGI) yang mencakup 144 negara. Termasuk Indonesia.
Dalam persepsi WEF ke-12 pilar yang menentukan indeks setiap negara. Tidak hanya bergantung pada satu faktor saja. Misalnya hanya didukung oleh satu pilar saja, misalnya pilar makro-ekonomi. Masih terdapat berbagai faktor lainnya yang turut menentukan tinggi-rendahnya indeks persaingan. Seperti masalah kesiapan teknologi; kemampuan inovasi; pilar infrastruktur; efisiensi bidang pemasaran dan bisnis; pilar pendidikan dsb.
Menurut tabel terdapat 10 negara yang dianggap telah mencapai indeks yang tertinggi diantara 144 negara. Dari Eropa tercatat 6 negara yang termasuk daftar tersebut, yaitu Swiss, Finlandia, Swedia, Belanda, Jerman, dan Inggris. Dari Asia terdapat tiga negara yaitu Singapura dengan indeks ke-2, Hong Kong dan Jepang. di Amerika Utara terdaftar 1 negara yaitu Amerika Serikat. Tidak ada yang berasal dari Amerika Latin atau Afrika.
Asia Timur sebetulnya sudah termasuk kelompok negara-negara yang telah mencapai laju pertumbuhan tinggi; termasuk negara-negara besar dilihat dari besarnya PDB; Sekarang Asia termasuk kelompok dengan Indeks Persaingan yang tertinggi, walaupun baru dengan masuknya 3 negara. Tidak mengherankan jika dalam waktu yang tidak lama China akan termasuk the Big Ten juga. Dalam mengadakan reformasi ekonomi di China masalah daya saing mendapatkan tempat yang penting.
Dikalangan ASEAN, Singapura, Malaysia dan Thailand yang telah maju. Indonesia dengan indeks 46 untuk tahun 2011-12 masih termasuk kelompok 50 negara yang ketinggalan. Lemahnya daya saing Indonesia pada umumnya tercermin dalam berbagai bidang ekonomi. Tetapi juga dibidang non-ekonomi seperti terjadi sekarang ini dalam bidang olah raga, pendidikan, kesehatan dsb.
PARADIGMA EKONOMI
Masalah “competitiveness” dinilai oleh WEF sebagai paradigma baru dalam masalah pembangunan. Apakah ini berarti bahwa kekuatan bersaing atau daya saing merupakan unsur penting dalam usaha pembangunan. Setaraf dengan investasi, ekspor dan daya konsumsi. Apakah dengan demikian daya saing dapat dijadikan engine of growth bagi negara-negara berkembang? Tentunya akan timbul berbagai pendapat tentang masalah-masalah itu.
Ada kemungkinan persepsi WEF memang benar. Bahwa soal daya saing merupakan paradigma baru dalam ekonomi pembangunan. Dalam kasus Indonesia misalnya, tidak cukup untuk selalu sudah merasa puas dengan tercapainya “economic growth” yang tinggi. Tanpa menghiraukan terdapatnya daya saing yang tetap rendah dalam berbagai bidang ekonomi.
Jika dinilai secara jujur, perhatian Indonesia sampai sekarang belum sepenuhnya tertuju pada perlunya Peningkatan Daya Saing. Kecenderungnya terbatas pada usaha mendeteksi masalah-masalahnya secara umum. Tanpa menentukan dengan jelas solusinya yang terbaik. Serta tanpa mengambil tindakan-tindakan efektif dan tuntas yang diperlukan.
Dibawah ini adalah beberapa pointers secara sepintas, yang merupakan pandangan sementara. Karena sama sekali belum didukung dengan usaha untuk mempelajari masalah-masalahnya yang cukup rumit. Beberapa pointers untuk diperhatikan:
• Dengan adanya kesadaran dari pihak pemerintahan, Kadin dan para akademisi tentang lemahnya daya saing Indonesia, merupakan perkembangan yang positif;
• Tentunya sekarang diharapkan dapat diikuti dengan usaha penyusunan strategi dan road-map-nya. Yang lebih komprehensif dan efektif dan yang akan pasti dilaksanakan;
• Peningkatan Daya Saing Indonesia sudah sangat diperlukan dengan banyaknya FTA (Free Trade Agreements) yang akan atau sedang dilaksanakan yang akan membawakan arus impor yang deras; ditambah lagi dengan berlakunya MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015);
• Dalam adanya persaingan yang berat sebaiknya tidak diadakan tindakan-tindakan yang bersifat proteksionis yang berlebihan. Karena akan mengakibatkan tindakan balasan; dan dapat menimbulkan perang dagang yang tidak konstruktif;
• Peluang untuk meningkatkan daya saing masih cukup luas; dibidang trade in merchandise Indonesia dewasa ini masih lemah tetapi pasti akan tumbuh proses revitalisasi; mungkin dalam bidang trade in services potensi Indonesia lebih kuat; bidang ini sangat luas dan potensial tanpa memerlukan modal yang besar dan bersifat labor intensive;
• Sudah waktunya untuk mendorong berkembangnya industri kreatif yang sedang dipelopori oleh pemerintah. Dari 14 macam industri mungkin baru 3 atau 4 yang sudah maju, termasuk bidang desain, industri makanan (food industry), industri kerajinan (dan mungkin bidang perfilman);
• Dalam bidang pariwisata posisi Indonesia cukup kuat. Peluangnya juga masih besar untuk mencapai taraf yang optimal. Melalui bidang ini Indonesia dapat memperlihatkan dengan nyata bahwa daya saing Indonesia dapat diandalkan. Tentunya akan dipelajari bidang-bidang apa yang dapat meningkatkan daya saing Indonesia;
• Ada baiknya untuk diadakan kerjasama dengan WEF (World Economic Forum), dan dengan negara-negara yang sudah maju: Singapura, Swiss, Belanda, Finlandia, dsb. untuk merancang strategi dan road-map Indonesia termasuk sistem pelaksanaanya;
• Tugas pelaksanaan Peningkatan Daya Saing akan memerlukan: peningkatan modal dibidang-bidang yang memerlukan; sangat perlunya pertumbuhan para ahli diberbagai bidang; tersedianya banyak fasilitas pendidikan yang berfokus pada peningkatan daya saing; hubungan kerja-sama teknik dengan berbagai negara, WEF, ADB (Asian Development Bank) dan Bank Dunia.
Sudah sangat jelas bidang-bidang apa yang merupakan kelemahan daya saing Indonesia. Dalam bidang tersebut juga sudah diketahui segi-segi apa yang paling buruk. Dan apa yang merupakan penghalangnya.
Jadi apalagi yang diperlukan selain dari adanya action yang efektif yang didasarkan pada kemauan politik (political will) yang teguh. Menurut para pejuang kemerdekaan, daya juang Indonesia sudah sangat melemah. Jangan sampai daya saing pun akan melemah juga.
Kesimpulan:
Sudah waktunya masalah peningkatan daya saing mendapatkan perhatian yang sebesar-besarnya dari para stake-holders yang didukung sepenuhnya oleh masyarakat.
Sudah waktunya masalah peningkatan daya saing mendapatkan perhatian yang sebesar-besarnya dari para stake-holders yang didukung sepenuhnya oleh masyarakat.
Agar dengan meningkatkan daya saing, Indonesia dapat mencapai “sustained economic growth” dan mempertahankan posisi Indonesia yang sudah cukup solid dalam perkembangan dan kerjasama ekonomi global. (*)
Penulis : Atmono Suryo
Penulis : Atmono Suryo