WELCOME TO CONSUMEDIA INDONESIA BLOGSITE


Sabtu, 22 Oktober 2011

Kadin Tolak Kewajiban Sertifikasi Halal

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menolak rencana pemerintah untuk mewajibkan sertifikasi halal bagi produk makanan, minuman, farmasi, dan kosmetik karena baik pengusaha maupun lembaga sertifikasi halal serta pengawas dinilai belum siap memenuhi aturan itu.

Rancangan Undang Undang Jaminan Produk Halal akan berdampak negatif bagi dunia usaha, terutama bagi masyarakat yang menjalankan usaha industri kecil menengah dengan kemampuan permodalan dan akses kepada informasi yang terbatas, kata Wakil Ketua Kadin Bidang Moneter, Fiskal dan Kebijakan Publik, Hariyadi Sukamdani.

Menurut dia, pelaku usaha khususnya kalangan menengah dan kecil belum siap menyesuaikan proses produksi serta menyediakan sumber daya untuk memenuhi ketentuan itu. Selain itu, lembaga sertifikasi dan pengawasan juga dinilai tidak akan siap untuk melakukan sertifikasi terhadap berbagai produk pangan, obat, kosmetik, dan produk lainnya yang harus disertifikasi halal.

Dalam 11 tahun terakhir telah terbit sekitar 8.000 sertifikat halal yang sebagian besar dimiliki oleh industri besar dan menengah.

Kalau diwajibkan, semua produk harus disertifikasi lagi, bisa dibayangkan biayanya dan antreannya seperti apa. Nanti bisa menimbulkan label palsu, jika terjadi antrean panjang, ujarnya.
RUU Jaminan Produk Halal saat ini masih dalam pembahasan Panitia Kerja (Panja) DPR dan ditargetkan selesai pada akhir periode DPR di bulan September 2009.

Untuk itu, Kadin mendesak agar dilakukan pengkajian yang lebih mendalam dan menyeluruh dengan melibatkan seluruh komponen dunia usaha dan pemerintah, bukan hanya Departemen Agama dan MUI namun juga BPOM, Departemen Kesehatan, Departemen Koperasi dan UKM, Departemen Perdagangan, serta Departemen Perindustrian. Kami minta tidak dimandatorikan, tetapi lebih baik sukarela saja, tutur Hariyadi.

Implementasi Tidak Mudah
Ketua Bidang Regulasi Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi), Franky Sibarani, menambahkan kewajiban sertifikasi halal bukan hanya menimbulkan biaya pembuatan sertifikat saja, namun juga mengubah seluruh proses bisnis.

Peralatan produksi harus disesuaikan agar memenuhi standar halal. Produsen juga harus memiliki karyawan yang kompeten untuk mengawasi proses produksi agar masuk kriteria halal. Ini tidak mudah, perlu pendidikan dan training, katanya.

Selain itu, bahan baku produksi juga harus disertifikasi halal agar produknya menjadi halal. Menurut Franky, hal itu tidak mudah dilakukan karena untuk produk makanan ada sekitar 15 jenis bahan baku, sedangkan untuk kosmetik bisa terdiri dari 50-100 jenis bahan baku. Apa kita siap untuk mengubah itu semua. Buat apa membuat Undang Undang kalau kita belum siap, tegasnya.

Suara keberatan bukan hanya datang dari produsen makanan dan minuman, namun juga produsen kosmetik dan obat-obatan. Perlu dikaji dampak RUU ini bila diwajibkan. Tanpa ada kejelasan dan kejelasan infrastruktur sertifikasi nanti akan muncul kebingungan dan malah menghambat pertumbuhan industri kita. Hanya industri yang besar yang bisa tumbuh, kata Ketua Bidang Perdagangan Persatuan Perusahaan Kosmetik Indonesia (Perkosmi) Bambang Sumaryanto.

Saat ini terdapat 700 perusahaan kosmetik dan sebagian besar (60-70%), diantaranya industri kecil dan hanya 8% yang masuk kategori industri besar.

Beberapa produsen memang sudah ada yang masuk pasar muslim dan secara sukarela mendaftarkan produknya. Ini sudah baik karena memanfaatkan halal sebagai keunggulan bersaing. Rata-rata bahan baku kosmetik banyak yang impor, kalau harus ada sertifikasi halal bahan baku akan panjang prosesnya, tambahnya.

Pendapat Kadin Tentang Pengaturan Jaminan Produk Halal : 
- Sertifikasi halal dilakukan dengan prinsip sukarela.
- Biaya sertifikasi halal harus tidak memberatkan pelaku usaha, efisien dan tidak dikaitkan   
  dengan jumlah produksi
- Pencantuman keterangan halal dicetak langsung dan merupakan satu kesatuan yang tidak 
  terpisahkan dari label produk.
- Sinkronisasi dengan peraturan perundangan yang berlaku
- Jaminan kerahasiaan informasi formula produk
- Kemudahan proses sertifikasi termasuk penerapan asas resiprositas dengan lembaga di luar negeri.
 
Related Post:

Comments
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...