WELCOME TO CONSUMEDIA INDONESIA BLOGSITE


Rabu, 23 Januari 2013

Daya Saing Industri Makanan Indonesia Masih Rendah

Daya saing industri makanan dan minuman Indonesia saat ini masih relatif rendah dibanding negara-negara pesaing secara regional, menurut Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi). Penyebabnya antara lain adalah kendala pada infrastruktur penunjang, baik di sektor hulu maupun hilir, serta hambatan pada distribusi.
 
Ketua Umum Gapmmi Adhi Siswaja Lukman mengatakan,"Daya saing industri makanan dan minuman Indonesia menduduki peringkat 50, masih di bawah negara kompetitor utama seperti Malaysia yang ada di peringkat 25, Brunei Darussalam peringkat 28, dan Thailand peringkat 38."



Lemahnya daya saing produk makanan dan minuman Indonesia juga dipengaruhi suku bunga yang masih tinggi serta regulasi yang dinilai tumpang tindih. Kenaikan tarif listrik juga menjadi penyebab lemahnya daya saing industri makanan dan minuman saat ini.

Adhi menilai kenaikan tarif listrik merupakan anomali dalam industri. "Satu sisi pemerintah meminta setoran pajak dari industri ditingkatkan, namun daya saing dilemahkan dengan kenaikan tarif listrik," kata dia.

Dengan adanya sejumlah hambatan itu, produsen makanan dan minuman lokal menaikkan harga produk berkisar 10%-15% pada awal tahun ini untuk menjaga margin laba. "Di negara Asia Tenggara rata-rata kenaikan harga produk hanya 7%, bahkan Jepang dan Malaysia hanya 5%," ujar Adhi.

Asosiasi Pengusaha Bakery Indonesia (Apebi) menyatakan biaya bahan baku roti diperkirakan naik berkisar 7%-15% pada kuartal I tahun ini, menurut asosiasi industri. Kenaikan itu terjadi karena produsen terigu menaikkan harga jual, akibat peningkatan biaya produksi terigu.

"Produsen bahan baku menaikkan harga jual ke produsen roti, karena mereka juga berupaya menjaga margin akibat naiknya biaya produksi," kata Chris Hardijaya, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Bakery Indonesia.

Tahun lalu, sejumlah produsen makanan dan minuman telah menaikkan harga jual seiring kenaikan biaya produksi. Empat perusahaan makanan dan minuman, seperti PT Mayora Indah, PT Nippon Indosari Corpindo Tbk, PT Ultrajaya Milk Industry dan Trading Company Tbk, dan PT Unilever Indonesia Tbk, telah menaikkan harga jual untuk mengimbangi peningkatan biaya produksi di 2012.

Ultrajaya Milk Industry, produsen minuman teh siap saji dan susu ultra high temperature, menaikkan harga jual sebesar 3% tahun lalu, menurut manajemen perusahaan. Kenaikan harga merupakan langkah penyesuaian terhadap peningkatan biaya produksi seperti bahan baku, upah pekerja, dan distribusi.

"Kami sudah menaikkan harga, tidak besar, sekitar 3% karena harga bahan baku dan juga nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang melemah," kata Pahala Sitohang, Finance Manager Ultrajaya.(dbs)
Comments
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...