WELCOME TO CONSUMEDIA INDONESIA BLOGSITE


Rabu, 06 Juni 2012

Ekspansi dan Akuisisi di Industri Minuman Bernilai Rp 3,5 Triliun

Tujuh produsen makanan dan minuman serta farmasi melakukan ekspansi dan akuisisi di industri minuman senilai total Rp 3,5 triliun periode Januari-Mei 2012, seiring tingginya proyeksi pertumbuhan di sektor tersebut. 


Asosiasi industri menilai maraknya ekspansi dan akuisisi di industri minuman didorong proyeksi pertumbuhan hingga 15% tahun ini, lebih tinggi dibanding sektor barang konsumsi lainnya, misalnya makanan yang diperkirakan tumbuh 10%-12%.

Ketujuh produsen yang melakukan ekspansi dan akuisisi di sektor minuman adalah PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk, PT Kalbe Farma Tbk, PT Garudafood Putra Putri Jaya, PT Ultrajaya Milk Industry and Trading Company Tbk, PT ABC President Indonesia, PT Sinar Sosro, dan PT Nestle Indonesia. Tujuan ekspansi dan akuisisi itu untuk menangkap peluang pertumbuhan penjualan serta meningkatkan pangsa pasarnya.

Farchad Poeradisastra, Ketua Umum Asosiasi Industri Minuman Ringan Indonesia (Asrim), menilai penjualan industri minuman secara konsisten tumbuh di atas 15% dalam tiga tahun terakhir. Bahkan di segmen tertentu, misalnya industri minuman jus (saribuah) serta susu olahan, penjualan bisa tumbuh 18% per tahun. Sementara pertumbuhan penjualan industri minuman yang terendah dialami segmen minuman karbonasi yang tumbuh 12% per tahun. 

"Tingginya proyeksi pertumbuhan mendorong langkah ekspansi dan akuisisi," katanya kepada wartawan.
.
Tingkat pertumbuhan penjualan yang tinggi di industri minuman didukung peningkatan konsumsi lokal serta tingkat disposable income tinggi terutama di masyarakat remaja. Selain itu, peningkatan pendapatan masyarakat ikut mendorong pertumbuhan penjualan.

Menurut Farchad, akuisisi terbaru yang dilakukan di sektor industri minuman tahun ini dilakukan oleh Kalbe Farma, pemimpin pasar farmasi. "Kalbe Farma ingin mendiversifikasi segmen ke minuman jus dengan mengakuisisi PT Hale International, setelah sukses mengimpor produk minuman Tipco, agar margin lebih tinggi," kata Farchad.

Kalbe Farma berekspansi bisnis minuman ringan dengan mengakuisisi 100% saham Hale International, produsen minuman jus siap saji, senilai Rp 100 miliar. Vidjongtius, Direktur Kalbe Farma, menuturkan perjanjian akuisisi tersebut telah ditandatangani pada 30 Mei 2012, dan transaksinya saat ini telah dilaporkan kepada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan serta PT Bursa Efek Indonesia. Kalbe Farma menargetkan kontribusi penjualan dari produk yang diakuisisi sebesar Rp 100 miliar, dalam 2-3 tahun mendatang.

Di segmen minuman susu olahan, empat produsen skala besar berekspansi dengan membangun pabrik baru dan meningkatkan kapasitas produksi. Garudafood Putra Putri Jaya, produsen makanan ringan anak usaha Tudung Group, membangun pabrik susu olahan di Bandung, Jawa Barat, senilai Rp 280 miliar. Pabrik tersebut direncanakan beroperasi akhir tahun ini.

"Kami memperoleh laporan dari manajemen Garudafood bahwa mereka akan memulai percobaan produksi pada akhir tahun 2012," kata Enny Ratnaningtyas, Direktur Industri Minuman dan Tembakau Kementerian Perindustrian.

Sementara Indofood CBP Sukses Makmur, produsen makanan dan minuman, melalui anak usahanya yang memproduksi susu olahan PT Indolakto meningkatkan kapasitas produksi dengan membangun pabrik di Pasuruan, Jawa Timur, senilai US$ 130 juta. "Pabrik tersebut akan menjadi pabrik ke-5 dan terbesar di Indolakto," ujar Irsan Yazid, Wakil Direktur Utama Indolakto.
Pabrik tersebut ditargetkan mulai beroperasi pada kuartal II 2013, dan akan meningkatkan kapasitas produksi susu olahan Indofood CBP sebesar 40%, dari kapasitas saat ini 375 ribu ton per tahun. "Untuk tahap awal, pembangunan pabrik tersebut akan selesai pada kuartal IV tahun ini," ujar Irsan.

Nestle Indonesia, produsen susu olahan dengan pangsa pasar terbesar kedua di Indonesia, juga membangun pabrik baru di Karawang, Jawa Barat, senilai Rp 1,8 triliun mulai tahun ini. Pabrik baru tersebut ditargetkan selesai dibangun dan mulai beroperasi pada awal 2013. Pabrik baru itu akan menjadi pusat produksi sejumlah produk Nestle, seperti bubur bayi Cerelac, minuman cokelat Milo, dan susu bubuk Dancow.

"Investasi kami di Karawang senilai US$ 200 juta akan selesai pada awal tahun depan," ujar Arshad Chaudry, Presiden Direktur PT Nestle Indonesia.

Tantangan
Ultrajaya mengalokasikan dana belanja modal sebesar Rp 60 miliar tahun ini untuk pembelian mesin guna meningkatkan kapasitas produksi. Dana pembelian mesin tersebut berasal dari kas internal perseroan. Permesinan dibeli dari luar negeri, dan akan digunakan untuk memproduksi susu ultra high temperature (UHT). Pahala Sitohang, Finance Manager Ultrajaya, mengatakan tahun ini kapasitas produksi susu UHT perseroan ditargetkan mencapai 260 juta liter.

Persaingan Ketat
Di segmen minuman teh siap saji, dua perusahaan pemimpin pasar juga berekspansi untuk meningkatkan kapasitas produksi. Sinar Sosro, pemimpin pasar teh siap minum di Indonesia, berekspansi untuk meningkatkan kapsitas produksi sekitar Rp 100 miliar. Dari ekspansi tersebut, perusahaan menargetkan mampu mempertahankan pangsa pasar sebesar 60% di 2012. Strategi mempertahankan pangsa pasar akan dilakukan dengan cara ekspansi kapasitas produksi.

"Ekspansi peningkatan kapasitas akan mendorong volume penjualan sebesar 7%-8% di 2012 sehingga mampu mempertahankan pangsa pasar," kata Rijanto, Direktur Sinar Sosro.
Sementara ABC President Indonesia berinvestasi sebesar US$ 20 juta tahun ini untuk meluncurkan produk varian baru minuman ringan merek Nu, yakni Nu Milk Tea. Peluncuran produk tersebut untuk memperkuat lini bisnis minuman ringan jenis teh siap minum (ready to drink tea) yang sudah dirintis sejak 2005.

Herman Suradja, Chief Executive Officer ABC President, menuturkan alokasi investasi tersebut sebagian besar digunakan untuk mendatangkan mesin produksi, serta untuk perluasan gudang di pabrik milik perusahaan untuk mendukung distribusi. Investasi juga mencakup riset untuk distribusi dan pemasaran produk Nu Milk Tea.

Farchad menilai meski industri minuman menawarkan potensi pertumbuhan yang tinggi, sektor ini juga masih dihadapkan pada sejumlah tantangan, antara lain keterbatasan bahan baku serta tingginya biaya penjualan di ritel. Keterbatasan bahan baku dialami industri susu olahan karena tingginya ketergantungan impor bahan baku. Saat ini impor bahan baku susu mentah mencapai 70%-75% dari kebutuhan nasional.

Tantangan juga muncul dari tingginya biaya listing fee di perusahaan ritel. Farchad menjelaskan produsen minuman saat ini terbebani dengan kewajiban listing fee sekitar Rp 5 miliar dari perusahaan ritel seperti Alfamart, Giant, dan Carrefour.

"Jika penjualan perusahaan minuman hanya Rp 15 miliar setahun, biaya listing fee bisa mencapai 30%-nya," ujarnya.(dbs)
Comments
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...