WELCOME TO CONSUMEDIA INDONESIA BLOGSITE


Senin, 17 Desember 2012

Asrim Tolak Cukai untuk Minuman Karbonasi

Asosiasi Industri Minuman Ringan (Asrim) menolak rencana pemerintah untuk pengenaan cukai terhadap produk minuman berkarbonasi karena dianggap tidak sesuai dengan karakteristik untuk produk kena cukai. 

"Minuman berkarbonasi bukan produk yang layak untuk dikenakan cukai, karena tidak memenuhi kriteria persyaratan untuk produk kena cukai," kata Sekertaris Jenderal Asrim, Suroso Natakusuma, dalam jumpa pers di Jakarta, Senin.

Menurut dia, minuman berkarbonasi tidak memiliki dampak negatif bagi kesehatan dan lingkungan hidup yang merupakan hal paling mendasar untuk pengenaan cukai bagi suatu produk.

"Minuman berkarbonasi memakai bahan baku 85-99 persen air dan tidak memiliki dampak negatif seperti rokok dan minuman beralkohol yang memang harus dikenakan cukai," katanya.

Suroso menjelaskan, untuk pengenaan cukai terhadap suatu produk harus sesuai dengan ketentuan Undang-Undang (UU) Nomor 39 tahun 2007 tentang Cukai, yang menyatakan bahwa produk tersebut konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, dan pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup.

"Sementara untuk konsumsi minuman berkarbonasi di Indonesia masih sangat sedikit dan tidak terlalu tinggi," katanya.

Untuk konsumsi per kapita minuman berkarbonasi di Indonesia adalah yang paling rendah di kawasan ASEAN dan China, masyarakat Indonesia hanya mengkonsumsi minuman berkarbonasi 2,4 liter per kapita, sementara Filipina mencapai 34,1 liter per kapita.


Pemerintah berencana mengenakan cukai pada produk minuman berkarbonasi atau bersoda yang menggunakan pemanis untuk meningkatkan penerimaan negara dan untuk mencegah dampak negatif dari konsumsi berlebihan produk tersebut.

Pada Selasa (11/12) lalu, Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Bambang Brodjonegoro, mengungkapkan bahwa pengenaan cukai ini didasari oleh Undang -undang No 39 Tahun 2007 tentang Cukai.

Dalam UU tersebut, ada beberapa aspek yang menjadi pertimbangan pemerintah. Antara lain, mengendalikan konsumsi masyarakat, pemakaian berlebihan dapat berdampak negatif bagi masyarakat dan lingkungan hidup.

"Perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan," ujar Bambang di Gedung DPR, Jakarta.

Menurut Bambang, telah menyiapkan lima pos tarif yang akan diterapkan nantinya jika kebijakan itu disepakati.

Besaran tarif tersebut yaitu sekitar Rp1.000 per liter dengan potensi penerimaan sebesar Rp800 miliar, Rp2.000 potensinya Rp1,58 triliun, Rp3.000 potensinya Rp2,37 triliun, Rp4.000 potensinya Rp3,16 triliun, dan Rp5.000 dengan potensi penerimaan sebesar Rp3,95 triliun.

Bambang menegaskan, kebijakan ini masih dalam tahapan usulan kepada DPR. Jika disepakati, pembahasan akan naik ketahap rancangan peraturan pemerintah dan kemudian akan dibahas kembali oleh DPR. (dbs) 

Comments
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...