WELCOME TO CONSUMEDIA INDONESIA BLOGSITE


Selasa, 18 Desember 2012

2012 : Pertumbuhan Industri Diproyeksi Turun Jadi 6,75%

Kementerian Perindustrian memproyeksikan realisasi pertumbuhan industri nonmigas 2012 mencapai 6,75%, turun dibanding realisasi pertumbuhan 2011 sebesar 6,83%.

Penurunan pertumbuhan industri disebabkan melemahnya kinerja beberapa sektor industri, seperti sektor industri tekstil, barang kulit dan alas kaki, industri kertas dan  barang cetakan, barang kayu dan hasil hutan lainnya serta sektor industri logam dasar besi dan baja. 

Bahkan kinerja sektor industri logam dasar besi dan baja pada tahun ini diperkirakan hanya tumbuh 4%, anjlok dibanding realisasi tahun lalu yang mencapai 13%. Penurunan kinerja industri logam dasar besi dan baja disebabkan mulai diterapkannya mekanisme impor terkait verifikasi bahan baku scrab.

Panggah Susanto, Dirjen Industri Basis Manufaktur
Kemenperin, mengatakan mekanisme verifikasi impor scrab diberlakukan untuk memastikan kualitas bahan baku scrap.  “Apabila mekanisme itu sudah berjalan diharapkan pertumbuhan industri sektor ini diharapkan dapat kembali tumbuh 5%,” kata Panggah.  
 

Benny Wahyudi, Dirjen Industri Agro Kemenperin, menambahkan penurunan sektor kertas dan barang  yang sempat minus pada kuartal III 2012 menjadi 6,54% disebabkan penurunan harga jual terhadap output barang. Kondisi itu turut mempengaruhi supply-demand industri kertas.
 
"Penurunan  sektor indusrri kertas juga terjadi karena permintaan turun. Oleh karena itu kami juga mengarahkan ke pasar yang daerah masih bertumbuh," kata dia.  Hingga akhir tahun sektor industri kertas dan barang cetakan diperkirakan tumbuh 4,9% dibanding tahun lalu 1,5%.


Menteri Perindustrian
MS Hidayat mengatakan di tengah kondisi yang dihadapi industri saat ini pemerintah masih mengharapkan beberapa sektor lain masih dapat menopang pertumbuhan industri hingga akhir tahun. Sektor tersebut antara lain makanan minuman, alat angkut, mesin dan peralatannya.

"Peningkatan itu terjadi seiring dengan tingginya tingkat konsumsi masyarakat serta menigkatnya invesatsi di sektor industri secara signifikan," kata dia.

Kemenperin juga mencatat terdapat beberapa realisasi investasi di sektor alat angkut dan komponen, misalnya investasi PT Denso Indonesia senilai Rp 1,3 triliun. Juga peningkatan investasi untuk pengembangan program mobil murah dan ramah lingkungan (low cost and green car/LGCC) terjadi peningkatan investasi (perluasan dan pembangunan pabrik baru).
 
Investasi yang ditanamkan PT Toyota Astra Motor, PT Astra Daihatsu Motor dan, PT Honda Prospect Motor, PT Suzuki Indomobil Motor dan PT Nissan Mobil Indonesia sebesar US$ 2,2 miliar untuk industri perakitan dan US$ 2,3 miliar untuk industri komponen.


Pada periode Januari-September 2012  nilai investasi PMA sektor nonmigas tercatat sebesar US$ 8,6 miliar atau tumbuh 65,9% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sementara investasi PMDN mencapai Rp 38,1 triliun atau meningkat 40,19% dubanding tahun lalu.


Target di Tahun 2013
Hidayat mengatakan pemerintah masih melihat peluang untuk meningkatkan kinerja industri tahun depan. Tingginya konsumsi masyarakat, pertumbuhan investasi serta proyeksi adanya perbaikan ekonomi di Amerika Serikat dan Jepang versi Bank Dunia, menjadikan pemerintah optimisitis  pertumbuhan  industri sektor non migas bisa mencapai 6,8%. "Bila upaya maksimal bisa dilakukan, industri non migas diperkirakan bisa tumbuh 7,13%," ujar dia.

 
Dengan angka itu artinya pertumbuhan industri nonmigas diharapkan bisa tumbuh di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional yang diprediksi mencapai 6,2%-6,7%  pada 2013. Adapun  sektor-sektor yang ditargetkan menopang pertumbuhan antara lain industri semen dan barang galian non logam, pupuk, makanan-minuman dan otomotif.


Pertumbuhan industri masih menghadapi sejumlah tantangan pada tahun depan terutama yang menyangkut masalah kondisi infrasruktur serta mahalnya biaya investasi. Salah satu upaya yang akan dilakukan pemerintah guna mendorong investasi adalah dengan melakukan optimalisasi pemberian insentif fiskal seperti tax holiday, tax allowence dan bea masuk ditanggung pemerintah (BMDTP).

 

Hidayat mengatakan terkait penetapan upah minimum pekerja yang akan diberlakukan di semua provinsi hal itu tidak akan mempengaruhi target pertumbuhan industri. "Target pertumbuhan industri sudah dengan asumsi kenaikan UMP (Upah Minimum Provinsi). Asalkan ada kesepakatan antara buruh dan pengusaha," kata dia.(*)

Tantangan Terkini dalam Inovasi Susu untuk Anak

Permasalah gizi yang ada di  Indonesia saat  ini  dan menjadi tantangan besar bagi Industri susu dalam berinovasi. Dengan menjawab tantangan ini diharapkan industri susu di Indonesia dapat memberi sumbangan yang nyata terhadap peningkatan status gizi anak Indonesia dan pada akhirnya dapat menyiapkan sumber daya manusia Indonesia yang handal dan mampu bersaing dengan bangsa lain di dunia.


Pada intinya Indonesia memiliki empat tantangan besar untuk industri susu dalam berinovasi, yakni menyediakan gizi dengan harga terjangkau, menyediakan gizi untuk kecerdasan, memenuhi kebutuhan gizi anak untuk pertumbuhan optimal dan menyediakan gizi untuk kesehatan. 

1. Susu, gizi dengan harga terjangkau  

Masalah gizi kurang dan gizi buruk masih terjadi di Indonesia. Angka balita yang kekurangan gizi di tahun 2010 berdasarkan Riskesdas 2010 adalah 17.9% (13% balita kurang gizi dan 4.9% balita dengan gizi buruk). Angka ini sudah menurun dibanding 24.5% di tahun 2005 (data SUSENAS 2005).

Berbagai faktor menjadi penyebab kurang gizi pada  anak. Kemiskinan dinilai sebagai penyebab penting masalah kurang gizi karena keluarga miskin tidak dapat memenuhi asupan makanan yang cukup dan berkualitas. Dengan adanya pengenalan konsep 4 sehat 5 sempurna sejak tahun 1950, secara umum masyarakat Indonesia mengetahui bahwa salah satu peranan susu adalah untuk menyediakan gizi dan mencukupi kebutuhan gizi masyarakat.

Untuk mempertajam peranannya dalam mencukupi kebutuhan gizi masyarakat, tentu saja susu harus dirancang tidak saja memiliki kandungan kalori dan protein yang cukup tetapi juga memiliki tingkat fortifikasi vitamin dan mineral yang sesuai.

Secara khusus, International Food Policy Research Institute (IFPRI), sebuah lembaga riset internasional merekomendasikan Vitamin A, Yodium dan zat besi sebagai zat gizi yang penting yang perlu diperhatikan. Fortifikasi ketiga zat gizi ini pada susu sudah dapat dilakukan sejak lama bersama sama dengan fortifikasi vitamin dan mineral lainnya. 

Walaupun susu dipercaya sebagai sumber gizi yang baik, pada kenyataannya tingkat konsumsi susu di Indonesia masih rendah, yaitu sekitar 11.8 liter per kapita per tahun.  Angka ini jauh lebih rendah dari Cina (20.76) atau bahkan Vietnam (14.05) ataupun Filipina (12.25). Rata rata setiap orang di Indonesia hanya meminum susu kurang dari segelas setiap minggunya atau hanya sekitar 30 ml per hari.

Hal ini sejalan dengan  rendahnya konsumsi pangan hewani, yaitu hanya sekitar 148 kkal  per kapita per hari, jauh dibawah anjuran 240 kkal per kapita per hari.

Seperti diuraikan sebelumnya, kemiskinan adalah penyebab penting masalah kurang gizi. Salah satu alasan masyarakat Indonesia untuk tidak membeli susu adalah karena harganya yang tinggi dan tidak terjangkau. Adalah tantangan yang cukup besar bagi industri susu Indonesia untuk menyediakan gizi berkualitas dalam  jumlah yang cukup dengan harga terjangkau.

Beberapa usaha seperti membuat produk minuman susu dengan protein yang lebih rendah dan kemasan yang lebih kecil dapat membantu menurunkan harga susu sehingga lebih terjangkau. Akan tetapi untuk mencapai kandungan protein setara dengan susu biasa diperlukan jumlah konsumsi yang lebih banyak yang pada akhirnya tidak memberikan harga yang lebih murah secara signifikan.

Saat ini, untuk memenuhi kebutuhan susu, Indonesia masih tergantung dari impor dengan harga yang relatif tinggi dan sangat fluktuatif. Beberapa usaha telah dan sedang dilakukan diantaranya adalah pembinaan petani susu untuk mendapatkan susu dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik dengan harga yang relatif stabil.

Usaha lain adalah mencari sumber protein alternatif untuk komponen susu misalnya kedelai dan bahan protein nabati lainnya. Selain kedua usaha tersebut, adalah tantangan yang cukup besar bagi industri susu untuk melakukan peningkatan efisiensi produksi, menekan biaya dan menahan laju peningkatan harga susu di Indonesia. 

2. Gizi untuk kecerdasan

Sejumlah penelitian telah menunjukkan peran penting zat gizi tidak saja pada pertumbuhan fisik tubuh tetapi juga dalam  pertumbuhan otak, perkembangan perilaku, motorik, dan kecerdasan.  Kekurangan gizi pada anak usia dini menyebabkan keterlambatan dalam pertumbuhan fisik, perkembangan motorik, dan gangguan perkembangan kognitif. Selain itu, akibat kekurangan gizi dapat berdampak pada perubahan perilaku sosial, berkurangnya perhatian dan kemampuan belajar sehingga berakibat pada rendahnya hasil belajar. 

next page  |

Tantangan Terkini Dalam Inovasi Susu Untuk Anak (2)

Dalam perkembangannya, industri susu telah melakukan banyak penelitian untuk menemukan komponen gizi yang baik secara alamiah terdapat di dalam susu atau yang dapat ditambahkan ke dalam susu dan dapat membantu pertumbuhan otak dan diharapkan dapat mengoptimalkan kecerdasan anak.

Dimulai dengan pemenuhan gizi dasar untuk otak seperti zat besi dan yodium dan berlanjut ke asam lemak seperti asam linoleat, asam linolenat, DHA, ARA, komponen karbohidrat seperti asam sialat, eksplorasi terhadap komponen penunjang pertumbuhan dan perkembangan otak ini akan terus berlanjut hingga beberapa tahun kedepan. Tidak hanya komponen itu sendiri tetapi juga level yang tepat yang dapat memberikan manfaat sesuai dengan bukti ilmiah  yang ada. 

3. Gizi untuk tumbuh optimal
Di awal artikel ini disebutkan bahwa salah satu harapan konsumen adalah mendapatkan gizi untuk menunjang pertumbuhan optimal yang ditunjukkan dengan berat dan tinggi badan anak. Hal ini sesuai dengan tolok ukur yang digunakan secara internasional oleh WHO. WHO telah menyediakan standar baku rujukan berat badan dan tinggi badan menurut umur yang dapat digunakan untuk mencerminkan status gizi pada anak balita.

Data riset kesehatan dasar (Riskesdas) yang dilakukan pada tahun 2007 dan 2010 secara konsisten menunjukkan bahwa rata-rata asupan kalori dan protein anak balita masih di bawah Angka Kecukupan Gizi (AKG).

Akibat dari keadaan tersebut, anak balita perempuan dan anak balita laki-laki Indonesia mempunyai rata-rata tinggi badan masing-masing 6,7 cm dan 7,3 cm lebih pendek daripada standar rujukan WHO 2005, bahkan pada kelompok usia 5-19 tahun kondisi ini lebih buruk karena anak perempuan pada kelompok ini tingginya 13,6 cm dan anak laki-laki 10,4 cm di bawah standar WHO.

Anak yang memiliki status gizi kurang atau buruk (underweight) berdasarkan pengukuran berat badan terhadap umur (BB/U) dan pendek atau sangat pendek (stunting) berdasarkan pengukuran tinggi badan terhadap umur (TB/U) yang sangat rendah dibanding standar WHO mempunyai risiko kehilangan tingkat kecerdasan atau intelligence quotient (IQ) sebesar 10-15 poin.

Penelitian tentang kalsium  pada susu, ketersedian dan manfaatnya terhadap pertumbuhan tulang dan gigi yang pada gilirannya menunjang pertumbuhan tinggi badan anak telah banyak dilakukan. Tetapi selain kalsium, rupanya masih terdapat faktor faktor gizi lainnya yang perlu ditelaah lebih lanjut. Adalah tantangan yang cukup besar bagi industri susu saat ini untuk menyediakan gizi dengan kalori dan protein yang cukup dan menemukan komponen gizi seimbang yang dapat membantu pertumbuhan anak sehingga dapat mencapai tinggi dan berat badan yang sesuai umurnya. 

4. Gizi untuk kesehatan
Jika membeli susu adalah investasi yang baik. Pada kenyataannya, kekurangan gizi pada anak balita memang dapat meningkatkan pengeluaran rumah tangga dan pemerintah untuk biaya kesehatan karena banyak warga yang mudah jatuh sakit akibat kurang gizi.

Faktor makanan dan penyakit infeksi, sebagai penyebab langsung masalah gizi, keduanya saling berkaitan. Anak balita yang tidak mendapat cukup makanan bergizi seimbang memiliki daya tahan yang rendah terhadap penyakit sehingga mudah terserang infeksi. Sebaliknya penyakit infeksi seperti diare dan infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dapat mengakibatkan asupan gizi tidak dapat diserap tubuh dengan baik sehingga berakibat gizi buruk. Oleh karena itu, mencegah terjadinya infeksi juga dapat mengurangi kejadian gizi kurang dan gizi buruk.

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menjadikan susu sebagai sumber gizi yang tidak saja dapat memenuhi kebutuhan gizi anak tetapi juga dapat meningkatkan daya tahan tubuh anak. Dalam hal ini, penelitian terhadap komponen gizi seperti prebiotik, probiotik, sinbiotik, nukleotida, laktoferin dan komponen lain berkaitan dengan fungsi dan manfaatnya terhadap kesehatan dan daya tahan masih terus akan berlanjut. 

Tidak berhenti pada daya tahan tubuh anak, beberapa literatur mengatakan bahwa kondisi gizi sejak balita bahkan sejak lahir dapat mempengaruhi kesehatannya sewaktu dewasa. Bayi dengan berat badan lahir rendah misalnya, memiliki risiko menderita diabetes mellitus, penyakit jantung dan pembuluh darah, kegemukan (obesity), kanker, dan stroke (James et al., 2000).

Penelitian tentang pola makan anak dan pengaruhnya kepada kesehatan di masa dewasa sedang dilakukan. Kita dapat berharap bahwa inovasi susu sebagai gizi yang dapat mengurangi risiko penyakit di masa depan akan dapat terwujud sehingga masyarakat Indonesia dapat menikmati kualitas hidup yang lebih baik di masa datang. 

Pemerintah, Lembaga Penelitian dan Industri
Masalah gizi di Indonesia adalah masalah yang serius. Untuk mengatasi masalah ini diperlukan kerjasama yang baik antara pemerintah, peneliti dan industri. Pemerintah sebagai pembuat kebijakan perlu membuat arahan dan kebijakan yang mengedepankan kepentingan masyarakat banyak.

Alangkah baiknya jika kebijakan kebijakan yang dituangkan dalam bentuk peraturan dan regulasi, memberikan ruang pada peneliti dan industri untuk berperan dalam turut mengatasi masalah gizi yang ada saat ini.

Dengan menetapkan regulasi yang jelas dalam mengatur klaim gizi, pemerintah dapat membuka peluang bahkan mendorong penelitian yang serius tentang zat zat gizi penting yang dibutuhkan masyarakat yang pada akhirnya dapat bermanfaat bagi masyarakat banyak.

Lembaga penelitian sesuai fungsinya dapat berperan aktif dalam menyediakan pengetahuan dan data yang akurat sehingga dapat digunakan secara baik oleh pemerintah dan industri. Pemerintah tentunya membutuhkan pengetahuan dan data untuk menetapkan kebijakan, membuat peraturan dan melakukan pengawasan yang baik.

Industri pun memerlukan pengetahuan dan data untuk dapat menyediakan produk dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Industri memiliki tanggung jawab untuk menyediakan produk dan jasa yang berkualitas baik, tidak saja aman tetapi juga memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat.

Tjatur Lestijaman,
Praktisi Industri Pangan, Peneliti dan Pengembang Produk Gizi, 
saat ini bekerja di Pfizer Nutrition

|  previous  |

Senin, 17 Desember 2012

Asrim Tolak Cukai untuk Minuman Karbonasi

Asosiasi Industri Minuman Ringan (Asrim) menolak rencana pemerintah untuk pengenaan cukai terhadap produk minuman berkarbonasi karena dianggap tidak sesuai dengan karakteristik untuk produk kena cukai. 

"Minuman berkarbonasi bukan produk yang layak untuk dikenakan cukai, karena tidak memenuhi kriteria persyaratan untuk produk kena cukai," kata Sekertaris Jenderal Asrim, Suroso Natakusuma, dalam jumpa pers di Jakarta, Senin.

Menurut dia, minuman berkarbonasi tidak memiliki dampak negatif bagi kesehatan dan lingkungan hidup yang merupakan hal paling mendasar untuk pengenaan cukai bagi suatu produk.

"Minuman berkarbonasi memakai bahan baku 85-99 persen air dan tidak memiliki dampak negatif seperti rokok dan minuman beralkohol yang memang harus dikenakan cukai," katanya.

Suroso menjelaskan, untuk pengenaan cukai terhadap suatu produk harus sesuai dengan ketentuan Undang-Undang (UU) Nomor 39 tahun 2007 tentang Cukai, yang menyatakan bahwa produk tersebut konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, dan pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup.

"Sementara untuk konsumsi minuman berkarbonasi di Indonesia masih sangat sedikit dan tidak terlalu tinggi," katanya.

Untuk konsumsi per kapita minuman berkarbonasi di Indonesia adalah yang paling rendah di kawasan ASEAN dan China, masyarakat Indonesia hanya mengkonsumsi minuman berkarbonasi 2,4 liter per kapita, sementara Filipina mencapai 34,1 liter per kapita.


Pemerintah berencana mengenakan cukai pada produk minuman berkarbonasi atau bersoda yang menggunakan pemanis untuk meningkatkan penerimaan negara dan untuk mencegah dampak negatif dari konsumsi berlebihan produk tersebut.

Pada Selasa (11/12) lalu, Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Bambang Brodjonegoro, mengungkapkan bahwa pengenaan cukai ini didasari oleh Undang -undang No 39 Tahun 2007 tentang Cukai.

Dalam UU tersebut, ada beberapa aspek yang menjadi pertimbangan pemerintah. Antara lain, mengendalikan konsumsi masyarakat, pemakaian berlebihan dapat berdampak negatif bagi masyarakat dan lingkungan hidup.

"Perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan," ujar Bambang di Gedung DPR, Jakarta.

Menurut Bambang, telah menyiapkan lima pos tarif yang akan diterapkan nantinya jika kebijakan itu disepakati.

Besaran tarif tersebut yaitu sekitar Rp1.000 per liter dengan potensi penerimaan sebesar Rp800 miliar, Rp2.000 potensinya Rp1,58 triliun, Rp3.000 potensinya Rp2,37 triliun, Rp4.000 potensinya Rp3,16 triliun, dan Rp5.000 dengan potensi penerimaan sebesar Rp3,95 triliun.

Bambang menegaskan, kebijakan ini masih dalam tahapan usulan kepada DPR. Jika disepakati, pembahasan akan naik ketahap rancangan peraturan pemerintah dan kemudian akan dibahas kembali oleh DPR. (dbs) 

Selasa, 11 Desember 2012

2013 : Pertumbuhan Ekonomi Diprediksi 6,6%-6,8%

Pertumbuhan ekonomi Indonesia 2013 diprediksi berada pada kisaran 6,6%-6,8% karena perkembangan ekonomi global yang tidak sebaik perkiraan sebelumnya.  

Menteri Keuangan RI, Agus Martowardojo, mengatakan pertumbuhan ekonomi dan volume perdagangan global akan membaik, namun perbaikan itu tidak sebesar yang telah diperkirakan, sehingga pemerintah menetapkan kisaran pertumbuhan ekonomi 6,6%-6,8%.


Agus menjelaskan saat pembahasan APBN 2013, perkiraan pertumbuhan global akan mencapai 3,9% namun pada Oktober 2012 pertumbuhan ekonomi global kembali direvisi menjadi 3,6%. Pertumbuhan ekonomi 2013 masih akan ditopang oleh konsumsi domestik dan investasi. Konsumsi domestik ini ditopang oleh faktor demografi dan kenaikan batas Pendapatan Tidak Kena Pajak yang mulai berlaku 1 Januari 2013.
 
Pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai kisaran bawah lebih dikarenakan kondisi ekonomi global, yaitu belum tuntasnya krisis Eropa dan penyelesaian ekonomi Amerika Serikat. Ditambah lagi negara mitra dagang utama seperti China dan India mengalami perlambatan ekonomi. “Ini sangat berpengaruh kepada Indonesia sehingga pertumbuhan ekonomi kita buat pada kisaran 6,3%- 6,8%,” kata Agus.


Selain pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan meleset, asumsi makro ekonomi lainya yang diperkirakan juga mengalami perubahan adalah nilai tukar rupiah, harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price), dan lifting minyak. Untuk asumsi nilai tukar pemerintah memperkirakan akan melemah ke level Rp 9.700 dari asumsi awal Rp 9.300 per dolar AS.


Pelebaran range asumsi nilai tukar ini berdasarkan kondisi di akhir 2012 yang bergerak di atas Rp 9.500 per dolar AS. Selain itu, potensi penyelesaian kebijakan jurang fiskal Amerika akan  berdampak pada kinerja ekspor Indonesia ke Amerika, sementara kebutuhan impor masih tetap tinggi.


Bambang PS Brodjonegoro, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, mengatakan hampir melesetnya semua asumsi 2013 ini karena kondisi 2013 bergeser dari saat APBN disusun. Untuk nilai tukar diperkirakan masih ada tekanan, karena kinerja ekspor yang belum optimal. Ditambah lagi pengumpulan devisa hasil ekspor tidak sebesar yang diharapkan. “Ada juga tekanan dari neraca pembayaran, ini membuat rupiah cukup melemah,” terangnya.



Tiga Tantangan
Darmin Nasution, Gubenur Bank Indonesia, mengatakan prospek pertumbuhan ekonomi 2013 akan berada pada range 6,3%-6,8%, karena pertumbuhan ekonomi global membaik sejalan dengan tercapainya kesepakatan Amerika Serikat tentang jurang fiskal. "Tapi masih ada risiko yang harus diwaspadai, seperti proses negosiasi penetapan pagu utang dan pemotongan belanja secara otomatis di Amerika Serikat,” jelasnya.


Meskipun tetap optimistis pertumbuhan ekonomi di tahun 2013 akan berada pada range 6,3%-6,8%, tetapi ada tiga tantangan utama yang harus diwaspadai.


Pertama, risiko yang bersumber dari masih tingginya ketidakpastian pemulihan ekonomi global dan harga komoditas yang dapat mengganggu kinerja ekspor Indonesia. Di sisi lain kuatnya permintaan domestik akan menekan neraca transaksi berjalan.

Kedua, konsumsi bahan bakar minyak yang terus meningkat di tengah semakin menurunnya produksi minyak akan terus mendorong peningkatan impor minyak, sehingga semakin memperbesar defisit transaksi berjalan. Di samping itu meningkatnya konsumsi BBM dapat meningkatkan beban subsidi dalam APBN yang dapat mempengaruhi persepsi negatif kesehatan kesinambungan fiskal, dan pada akhirnya menekan nilai tukar rupiah.


Ketiga, ketergantungan impor bahan baku dan modal yang cukup tinggi. Hal ini menimbulkan tekanan terhadap transaksi berjalan. Ketiga risiko tersebut, jika tidak dikelola dengan baik akan mengganggu kestabilan makro ekonomi.

Lana Soelistianingsih, Kepala Ekonom PT Samuel Sekuritas Indonesia, mengatakan pertumbuhan ekonomi 2013 masih akan mencapai 6,5% di luar dorongan kinerja ekspor. Alasannya, tahun lalu di luar kinerja ekspor dan belanja pemerintah pertumbuhan ekonomi masih mencapai 6,3%.


Kunci mencapai pertumbuhan ekonomi 6,5% tahun ini adalah belanja pemerintah. Jika pemerintah mampu mengoptimalkan kinerja belanja infrastruktur, pertumbuhan dapat mencapai 6,5%. Jika tidak, pertumbuhan akan di bawah 6,5%. (*)
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...