WELCOME TO CONSUMEDIA INDONESIA BLOGSITE


Kamis, 28 Maret 2013

Indonesia Pasar Potensial Bagi Industri Kosmetik

Kosmetik sangat identik dengan keindahan dan kesehatan tubuh dari ujung rambut sampai kaki. Bagi wanita, produk kosmetik selalu menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, demi mendapatkan dan mempertahankan kecantikan dari waktu ke waktu. Inilah yang menjadi alasan mengapa wanita lebih banyak mengenal berbagai macam kosmetik untuk mereka gunakan setiap hari.
 
Kondisi ini dimanfaatkan menjadi peluang besar bagi produsen kosmetik. Jumlah penduduk sekitar 250 juta jiwa, menjadikan Indonesia pasar yang menjanjikan bagi perusahaan kosmetik. Kendati mayoritas industri kosmetik membidik target konsumen utama kaum wanita, belakangan mulai berinovasi dengan produk-produk untuk pria.


Saat ini perkembangan industri kosmetik Indonesia tergolong solid. Hal ini terlihat dari peningkatan penjualan kosmetik pada 2012 sebesar 14% menjadi Rp 9,76 triliun dari sebelumnya Rp 8,5 triliun, berdasarkan data Kementerian Perindustrian.

 
Produk kecantikan dan perawatan tubuh global pada 2012 mencapai US$ 348 miliar, tumbuh tipis US$ 12 miliar dibanding tahun sebelumnya berdasarkan data Euro Monitor. Meskipun 2012 perekonomian dunia masih diwarnai krisis keuangan seperti yang terjadi di kawasan Euro, maupun perlambatan ekonomi China, produk-produk kecantikan bermerek terbukti masih dapat bertumbuh dengan solid. Produk kecantikan bermerek diprediksi tumbuh 6% tahun ini, lebih tinggi dari pertumbuhan produk kosmetik umum sebesar 4%.

 
Pertumbuhan volume penjualan kosmetik ditopang oleh peningkatan permintaan, khususnya dari konsumen kelas menengah.

Persatuan Perusahaan Kosmetika Indonesia (Perkosmi) memperkirakan tahun ini penjualan kosmetik dapat tumbuh hingga Rp 11,22 triliun, naik 15% dibanding proyeksi 2012 sebesar Rp 9,76 triliun.  Dari sisi ekspor, industri kosmetik ditaksir tumbuh 20% menjadi US$ 406 juta.
  
Ketua Umum Perkosmi Nuning S Barwa, mengatakan pertumbuhan volume penjualan kosmetik ditopang oleh peningkatan permintaan, khususnya dari konsumen kelas menangah. Pertumbuhan penjualan kosmetik juga didorong oleh tren kenaikan penggunaan kosmetik oleh kaum pria. “Dulu pria tidak tertarik membeli produk perawatan kulit yang maskulin, tapi sekarang ketertarikan mereka tinggi,” katanya.
 
Peluang pasar kosmetik di Indonesia masih sangat besar. Karena itu, produsen kosmetik nasional perlu memenuhi kebutuhan konsumen yang terus meningkat. Apalagi, Kementerian Perindustrian juga memberikan insentif untuk mendorong pengembangan industri komsetik di Tanah Air.

Menteri Perindustrian,
MS Hidayat mengatakan pemberian insentif tersebut dilakukan untuk meningkatkan daya saing, khususnya dalam menghadapi persaingan dengan produk impor.  Insentif diberikan kepada industri kosmetik antara lain dalam bentuk tax allowance dan pembebasan bea masuk atas impor mesin.

Dengan adanya insentif itu, pemerintah berharap industri kosmetik mampu berekspansi secara rutin untuk meningkatkan kapasias produksi. Menurut Hidayat, industri kosmetik juga perlu didorong dalam kemandirian bahan baku, khususunya bahan baku herbal. “Indonesia memiliki keanekaragaman hayati dengan 30 ribu spesies tanaman obat, kosmetik, dan aromatik, terbanyak kedua setelah Brazil,” katanya.

Saat ini, industri kosmetik dalam negeri mendapat tantangan dengan peredaran produk kosmetik impor di pasar domestik. Hal ini disebabkan oleh tingginya permintaan pasar domestik premium (high branded). Menurut data Perkosmi, tahun lalu penjualan kosmetik impor mencapai Rp 2,44 triliun, naik 30% dibanding 2011 sebesar Rp 1,87 triliun. Tahun ini, penjualan produk kosmetik impor diproyeksikan naik lagi 30% menjadi Rp 3,17 triliun. Peningkatan tersebut ditopang oleh kenaikan volume penjualan serta penurunan tarif bea masuk seiring perjanjian perdagangan bebas.
  
Wiyantono, Ketua Bidang Perdagangan Perkosmi, memperkirakan pertumbuhan pasar kosmetik impor tahun ini akan melewati pertumbuhan penjualan kosmetik lokal. Menurut dia, produk kosmetik impor masuk ke Indonesia umumnya melalui perusahaan skala kecil serta sistem pemasaran berjenjang (multilevel marketing). “Perusahaan besar seperti PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) dan PT Mandom Indonesia Tbk (TCID) sudah memiliki unit produksi di sini,” katanya.  


Peluang Besar

Industri kecantikan nasional memiliki peluang yang besar di lingkup ASEAN. Hal ini ditunjukkan oleh masih rendahnya kontribusi penjualan ekspor dari perusahaan kosmetik yang hanya sebesar 18% terhadap penjualan total. Rendahnya kontribusi penjualan ekspor menunjukkan perusahaan kosmetik belum secara penuh berusaha mengupayakan penjualannya ke luar negeri.


Selain itu, faktor kesamaan iklim, sosial budaya, daya beli, berpotensi membuat konsumen ASEAN memiliki preferensi yang sama dengan konsumen Indonesia. Hal ini dapat menjadi pendorong produk kosmetik Indonesia dapat diterima dengan baik di pasar ASEAN.


Adanya pasar bebas ASEAN dan China (AC-FTA) yang akan berlaku pada 2015 selain dapat menjadi peluang pasar bagi industri kosmetik Indonesia, juga dapat menjadi tantangan karena adanya perjanjian ini membuat produk China lebih leluasa masuk ke pasar ASEAN. Hal ini berpotensi meningkatkan persaingan yang harus dihadapi pemain Indonesia.(dbs)


---------------------------------------------------------------------------------------- 
 

Rabu, 20 Maret 2013

Pemain Baru di Pasar Terigu Tahun Ini

Menurut Ratna Sari Loppies, Direktur Eksekutif Aptindo, lonjakan konsumsi turut mendorong masuknya pemain baru di industri terigu. 
Tahun ini, ada empat produsen tepung terigu baru yang siap meramaikan industri terigu nasional

Kendati hampir seluruh kebutuhan bahan baku gandum berasal dari impor, industri terigu tetap tumbuh subur di negeri ini. Terbukti, industri ini terus kedatangan pemain baru.

Data Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) menyebutkan, pada tahun 2013 ini, ada empat pemain baru yang akan meramaikan industri terigu nasional.


Mereka adalah PT Sarana Prima Makmur, PT Wilmar Flour Mills, PT Crown Flour Mills, dan PT Agrofood Makmur Mandiri. Rencananya, keempat perusahaan itu mulai beroperasi tahun ini.

Lokasi Pendirian pabrik terigu ini berbeda-beda. PT Sarana Prima Makmur mendirikan pabrik di Banjarmasin, PT Wilmar Flour Mills di Gresik, PT Crown Flour Mills di Tangerang, dan PT Agrofood Makmur di Mojokerto.

Saat ini, sudah ada 21 perusahaan yang meramaikan persaingan bisnis terigu nasional. Dengan bergabungnya keempat perusahaan ini, maka total pabrik terigu di Indonesia menjadi 24 unit.

Ketua Umum Aptindo, Franciscus Welirang mengatakan, masuknya keempatnya pemain anyar ini bakal mengerek kapasitas produksi terigu nasional.

“Saat ini, total kapasitas giling gandum mencapai 8,1 juta ton pertahun, dengan masuknya pemain baru, maka kapasitas akan di atas itu,” ujarnya saat berkunjung ke redaksi KONTAN, Kamis (14/3).

Sayang, pria yang akrab disapa Franky ini mengaku tidak tahu persis kapasitas produksi dari masing-masing pendatang baru tersebut. Bagitu juga dengan total investasi yang mereka siapkan.

Yang jelas, total investasi baru yang bakal mengalir kesektor ini akan terus bertambah. Soalnya, menurut data Aptindo, masih ada tujuh perusahaan lagi yang akan membangun pabrik terigu.

Beberapa dari mereka diantaranya PT Bungasari Flour Mills dan PT Murti Jaya. Mereka ini rencananya mulai beroperasi tahun 2014.

Pasar Terus Tumbuh
Kendati pemain kian banyak, Franky optimis, persaingan di bisnis ini tetap sehat lantaran pasar terigu nasional juga terus tumbuh. Pada 2012, misalnya, konsumsi terigu mencapai 5,5 juta metrik ton, tumbuh 7,6% dari tahun 2011.

Sekitar 92% dari jumlah konsumsi itu dipenuhi produsen lokal. Hanya 8% saja yang bersumber dari impor. Selain mengandalkan pasal lokal, produsen terigu juga getol mengekspor produk terigunya ke sejumlah negara.

Direktur Eksekutif Aptindo, Ratna Sari Loppies memprediksi konsumsi terigu tahun ini akan tumbuh lebih tinggi lagi dari tahun lalu. “Lonjakan konsumsi ini turut mendorong masuknya pemain baru itu,” kata Ratna.

Hingga saat ini, PT Bogasari Flour Mills masih menguasai pasar terigu nasional dengan pangsa pasar sekitar 51%. Adapun total kapasitas produksi Bogasari lebih dari 4 juta ton per tahun.


Indofood Bantu Kembangkan Ubi Jalar Gantikan Tepung Terigu

Dalam meneliti bahan alternatif pengganti tepung terigu, mahasiswa banyak mengembangkan ubi jalar. Komoditas ubi jalar menjadi bahan terfavorit mahasiswa dalam program diversifikasi pangan yang diadakan PT Indofood Sukses Makmur Tbk.

Kepopuleran ubi jalar juga tidak terlepas dari potensinya yang bisa menggantikan beras karena mengandung karbohidrat dengan indeks glikemik yang rendah.

"Pengembangan potensi pangan ini kita tekankan pada kearifan lokal untuk mengantisipasi krisis pangan," ujar Manager CSR PT Indofood Sukses Makmur Tbk, Deni Puspahadi kepada Tribun Jogja Minggu (23/6/2013).

Dalam kegiatan yang diadakan PT Indofood Sukses Makmur Tbk ini, pihaknya menyalurkan dana sebesar Rp 1,6 miliar untuk penelitian mahasiswa. Melalui program Corporate Social Responbility (CSR)-nya ini pihaknya mendorong mahasiswa untuk menciptakan bahan alternatif selain tepung terigu.

Tahun ini pihaknya mengalokasikan dana mahasiswa dan tim khusus. Setidaknya ada 235 proposal penelitian bidang pangan mahasiswa S1 untuk memperoleh bantuan dana penelitian yang mengangkat tema 'Penganekaragaman Pangan Melalui Pemanfaatan Aneka Tepung Komposit dengan Memaksimalkan Komoditas Lokal' ini.

Program ini memberikan bantuan penelitian kepada 51 proposal penelitian dari Mahasiswa dari 32 perguruan tinggi. "Jumlah ini meningkat dari tahun lalu yang hanya 224 proposal,"kata Deni.


Selasa, 12 Maret 2013

RNI Siapkan Dua Anak Usaha Go Publik

Ismet Hasan Putro
PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) tengah menyiapkan dua anak usahanya untuk 'melantai' ke bursa saham pada tahun depan. Direktur Utama RNI, Ismet Hasan Putro, mengungkapkan kedua anak usaha yang akan dibawa ke bursa saham itu ialah PT Phapros dan PT Perkebunan Mitra Ogan. 

Dia menjelaskan alasan membawa kedua anak usaha ke bursa saham adalah untuk memenuhi kebutuhan permodalan dan meningkatkan good corporate governance. "Kami sudah tunjuk konsultan untuk penjaminan emisi. Rencananya, 25% dari saham masing-masing perusahaan kita lepas. RNI tetap akan menjadi mayoritas," ungkap dia.

Phapros bergerak dalam bidang farmasi dan alat kesehatan, sementara Mitra Ogan bergerak pada usaha perkebunan sawit di Sumatra Selatan. Dana yang diharapkan Phapros dari IPO tersebut minimal 250 miliar rupiah.

Sebelum IPO, Phapros diharapkan menyelesaikan akuisisi PT Rajawali Banjaran, perusahaan produsen kondom dan sarung tangan plastik yang juga anak usaha RNI. Akuisisi horizontal itu diharapkan tuntas sebelum akhir 2013, untuk selanjutnya melakukan IPO.

Sementara itu, dana hasil IPO Mitra Ogan ditargetkan mencapai sekitar satu triliun rupiah yang akan digunakan antara lain untuk memperluas areal perkebunan. Dana tersebut akan digunakan untuk memperkuat dana internal perusahaan dalam upaya membuka lahan baru, penanaman sawit baru dalam 6-7 tahun ke depan.

"Nanti IPO akan melihat situasi pasar. Bisa saja tidak keduanya, tergantung antusiasme pasar, terutama terkait dengan sektor perkebunan dan farmasi," ujar dia.

Menggenjot Bisnis Retail
BUMN itu juga tengah merambah bisnis retail dengan membuka jaringan gerai pada tahun 2013 sebanyak 150 titik Rajawali Mart dan 100 unit Waroeng Nusantara. "Untuk tahap awal, jaringan gerai RNI akan dibangun di Jawa, Bali, dan Lombok. Sementara, hingga saat ini, sudah terdapat 15 gerai Rajawali Mart di Denpasar, Bali, dan 1 gerai Waroeng Rajawali di Jakarta," ungkap dia.

Rajawali Mart merupakan gerai seperti toko kelontong pada umumnya, sementara Waroeng Rajawali memiliki keistimewaan karena menjual produk-produk unggulan yang dimiliki oleh BUMN. "Kami juga bekerja sama dengan PT Kereta Api Indonesia, di mana gerai tersebut dapat didirikan di setidaknya 48 stasiun kereta api," ujar Ismet.

RNI juga membuka peluang kerja sama dengan BRI, Pelabuhan Indonesia (Pelindo), PT Angkasa Pura, termasuk hotelhotel milik BUMN. Sebagai bisnis baru yang digeluti RNI, diharapkan selama tahun 2013 gerai Rajawali meraih pendapatan 5 miliar-10 miliar rupiah. (*)


Baca juga : RNI Targetkan 250 Gerai Retail di 2013

Kamis, 07 Maret 2013

2013: Barclay Mematok Target 30% Pangsa Pasar Lotion

Anak usaha PT Tempo Scan Pacific, Barclay Products pada tahun ini mematok target 30% pangsa pasar lotion pada 2013.

Olivia Lubis Jensen
PT Barclay Products meluncurkan produk terbarunya, Marina Hand Body Lotion UV White Ekstra SPF 15, pada 7 Maret 2013.

Acara peluncuran Marina Hand Body Lotion UV White Extra SPF 15 ini berlangsung di gedung Tempo Scan Tower, Jalan Rasuna Said kav 3-4, lantai 16. Dalam Jumpa Pers dan Talk Show ini menghadirkan pembicara Nina M. Yunianto (PT Barclay Product), dr M Rachadian Ramadhan (Gentur Cleft Foundation) dan Aktris cantik Olivia Jensen Lubis.

Marketing Director PT Barclay Product, Nina M. Yunianto dalam jumpa pers di sela peluncuran tersebut menyatakan, "Marina UV White Extra SPF 15 dapat membuat kulit tampak lebih cerah dan perlindungan extra yang akan menjaga dari pengaruh buruk sinar matahari dan merawatnya setiap hari. Fungsi SPF 15 sendiri adalah pelindung kulit yang optimal dari sengatan sinar UVB saat beraktivitas di tempat terbuka," ujarnya.

Ia menambahkan, Marina UV White Extra SPF 15 lebih sekedar dari perlindungan agar kulit tidak terbakar sinar Matahari saja. "Selain SPF 15, Marina UV White Extra SPF 15 juga mengandung PA+ sebagai proteksi terhadap radiasi UVA dan menghambat proses penggelapan kulit serta Biowhitetening Complex dari Yoghurt dan vitamin B3 yang kaya nutrisi untuk membantu mencerahkan kulit dari dalam," tambahnya.


Produk hand and body lotion merek Marina itu diusung sebagai produk utama perseroan dari total delapan merek milik Barclay. President Director PT Barclay Products Phillips Gunawan mengklaim pada 2012 Marina mencapai 27% pangsa pasar di kategori produk lotion di Tanah Air, kedua terbesar setelah produk lotion Unilever.

Menurut Phillips, saban tahun volume penjualan Marina tumbuh di atas pertumbuhan industri. Pertumbuhan volume penjualan industri lotion sendiri kurang dari 10%.

Lewat pertumbuhan pangsa pasar, Phillips menargetkan kontribusi pendapatan Marina terhadap total pendapatan perseroan turut membesar. Pada 2012, Marina menyumbang pendapatan sekitar 50% dari total pendapatan perseroan. Kontributor terbesar kedua yakni My Baby.

Untuk mencapai target pangsa pasar Marina sebesar 30%, perseroan, dibantu divisi pemasaran dan distribusi dari Grup Tempo, berencana menambah jumlah outlet di beberapa kota di Indonesia pada tahun ini. Sampai saat ini Grup Tempo memiliki 40 cabang pemasaran dan distribusi dari Banda Aceh hingga Jayapura.

Tak hanya di dalam negeri, Tempo Group sudah berancang-ancang menambah jumlah perwakilan di luar negeri. Menurut Phillips, penambahan perwakilan akan difokuskan di Asia Tenggara. Sayang, dia enggan membeberkan negara mana yang akan didatangi Grup Tempo. Hingga sekarang, perwakilan grup baru ada di Malaysia, Filipina, Nigeria, dan Afrika.

"Kontribusi penjualan di luar negeri terhadap total penjualan grup masih kecil. Tahun lalu masih 10%. Lewat penambahan perwakilan, kami harap kontribusi bisa lebih besar," kata Phillips.

Potensi pasar produk-produk Barclay Products di luar Indonesia, menurutnya, cukup besar. Ambil contoh Filipina, negara di Asia Tenggara dengan penduduk hampir 100 juta.

Tanpa menyebut angka, Phillips menargetkan kontribusi konsumen dan kosmetik terhadap total pendapatan grup pada tahun ini lebih besar dari 2012. Pada tahun lalu, pendapatan dari divisi konsumen dan domestik menyumbang 25% hingga 30% terhadap total bisnis Grup Tempo.

Perusahaan yang berdiri sejak 1953 itu memiliki tiga divisi bisnis, yakni farmasi, pemasaran dan distribusi, serta konsumen dan kosmetik. "Target tahun ini tidak mau sebutkan. Yang pasti lebih besar dari 2012," ujar Phillips.(*)

------------------------------------------------------------------------
.

Rabu, 06 Maret 2013

Indonesia 2020: 141 Juta Kelas Menengah

Jumlah kelas menengah dan orang kaya Indonesia berpotensi naik dua kali lipat menjadi lebih dari 141 juta orang pada 2020, demikian laporan yang dirilis oleh Boston Consulting Group (BCG). BCG adalah satu dari sejumlah perusahaan internasional yang optimis mengenai masa depan pertumbuhan ekonomi Indonesia.


Menurut BCG, dari 250 juta warga Indonesia, sekitar 74 juta orang kini menghabiskan uang lebih dari $ 200 (Rp 1,94 juta) per bulannya. Angka ini menjadikan mereka tergolong ke dalam kelas menengah atau kelas menengah atas. Jumlah ini diperkirakan meroket hingga 141 juta orang pada 2020.



Ini akan menjadi lonjakan terbesar di dunia, di luar Cina dan India. Menurut BCG, lebih dari 8 juta orang per tahunnya akan menjadi kelas konsumen seiring dengan tumbuhnya ekonomi Indonesia.

“Daya beli dan jumlah kelas menengah dan konsumen kaya di Indonesia terus meningkat, hal ini menjadikan Indonesia sebagai kesempatan emas baik bagi perusahaan lokal maupun korporasi multinasional dalam satu dekade mendatang,” ujar laporan tersebut.

Selain dari segi jumlah, kelas menengah Indonesia pun mulai menyebar di lebih dari 17.000 pulau di seluruh Indonesia. Meski Jawa masih terus mendominasi perekonomian Indonesia dan menjadi tempat sebagian besar kelas menengah, kelompok orang kaya dan kelas menengah atas baru akan bermunculan dari Papua hingga Sumatera.

Menurut perkiraan BCG, Indonesia saat ini hanya memiliki 25 kota atau daerah yang ditinggali oleh lebih dari 500.000 anggota kelas menengah dan kelas atas. Hal ini menjadi daya tarik bagi setiap perusahaan barang konsumsi yang tengah mencari pangsa pasar. Angka ini akan meroket menjadi 52 lokasi pada 2020, menurut estimasi BCG.

“Jika Anda memiliki perusahaan barang konsumsi, Anda akan menyaksikan pertumbuhan penting di daerah-daerah dengan populasi kelas menengah yang signifikan. Jadi Anda harus memastikan kehadiran Anda yang disokong oleh jaringan pasokan dan sumber daya manusia yang memadai,” ujar direktur pelaksana dan rekanan BCG Vaishali Rastogi kepada The Wall Street Journal.

Sementara itu, laporan BCG itu juga menyatakan bahwa kelas menengah Indonesia adalah yang kelompok paling optimis di dunia. Lebih dari 90% warga Indonesia yang disurvei BCG mengatakan mereka merasa aman dalam hal finansial. Angka itu jauh di atas 75% warga India dan hanya 54% warga Amerika Serikat yang mengaku aman secara finansial.

Kelas menengah yang sehat, bahagia dan terus bertumbuh adalah kunci penting bagi pertumbuhan dan stabilitas ekonomi Indonesia. Tak seperti negara-negara tetangganya, pertumbuhan ekonomi Indonesia disokong bukan oleh ekspor melainkan konsumsi domestik. 

Bertambahnya kelas menengah berarti jaminan bagi pertumbuhan ekonomi yang stabil. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai lebih dari 6% dalam lima tahun terakhir dan menurut perkiraan para ekonom, Indonesia akan terus mencatatkan pertumbuhan dengan persentase serupa. (*)

Baca juga : Perilaku Konsumen Kelas Menengah Indonesia Berubah

------------------------------------------------------------------------
.

Perilaku Konsumen Kelas Menengah Indonesia Berubah

Terjadi perubahan pola konsumsi kelas menengah di Indonesia. Hasil riset The Boston Consulting Group (BCG) menunjukkan gelombang konsumen baru kelas menengah ke atas atau Middle and Affluent Consumer (MAC) akan tumbuh dalam jumlah dan daya beli.

"Tren konsumsi bergerak dari produk untuk memenuhi kebutuhan dasar ke produk yang menawarkan kenyamanan  yang lebih besar," ujar Partner & Manager Director, BCG Singapore Vaishali Rastogi di Hotel Four Season, Rabu (6/3).

Perubahan ini didukung oleh kesadaran finansial oleh MAC. Kaum MAC merupakan generasi yang optimis memiliki kehidupan lebih baik daripada generasi sebelumnya. 




Tujuan ini menjadi titik penting dalam keputusan konsumsi suatu produk. Mereka kritis memilih produk unggulan, berdaya tahan tinggi dan fungsional. Produk tersebut juga harus bisa memenuhi kebutuhan keluarga, daripada kepentingan pribadi.

Pola belanja seperti ini terjadi merata hampir di seluruh Indonesia. Riset ini mencakup indikator demografi di tujuh pulau, 33 provinsi 99 kota dan 393 kabupaten. Di pulau Jawa sendiri nantinya akan memiliki jumlah kelas menengah lebih banyak dibandingkan dengan seluruh produk Thailand. Jumlah MAC di Indonesia  diproyeksikan meningkat dua kali lipat antara tahun 2012 dan 2020, dari 74 juta jiwa menjadi 141 juta jiwa.

Keputusan belanja kaum MAC tidak lagi didominasi iklan semata. Keluarga dan lingkungan sosial menjadi dorongan kuat untuk konsumen melakukan pembelian. MAC pun termasuk rajin melakukan perbandingan produk dengan menggunakan berbagai media termasuk internet. "Mereka mencari penawaran terbaik dari produk unggulan," ujar Partner dan Managing Director BCG Singapore, Dean Tong pada seminar Asia's Next Big Opportunity, Selasa (6/3).

Sebanyak 63 persen responden mengatakan mereka tidak menghabiskan uang untuk kebutuhan sendiri sebelum kebutuhan keluarga terpenuhi. Dibandingkan di Cina, hanya 46 persen konsumen yang memiliki perilaku seperti ini. 


Lalu saat memasuki segmen kelas menengah keatas, konsumenn rela mengeluarkan uang yang anggap lebih bernilai.Termasuk dalam kategori ini yaitu pendidikan, renovasi rumah, barang-barang yang tahan lama dan perawatan.

Manfaat fungsional dari sebuah produk juga menjadi salah satu pertimbangan utama. Misalnya, konsumen akhirnya membeli DVD player dan flat screen TV untuk menghemat uang pergi ke bioskop. Termasuk dalam hal ini, membangun rumah juga dipandang sebagai investasi jangka panjang.

Riset melibatkan 4000 responden dengan melihat pola belanja setiap orang. Responden berpenghasilan mulai di bawah Rp 1 juta (miskin) hingga lebih dari Rp 7,5 juta  (elit). Saat ini Indonesia memiliki 12 kota dengan lebih dari 1 juta MAC. Pada tahun 2012, jumlah populasi berlipat ganda menjadi 22 kota dengan lebih dari 1 juta orang. Kaum ini menyebar di kota besar seperti Palembang, Makassar, Batam, Semarang, Pekanbaru dan Padang. 

Penyebaran ini berguna untuk perusahaan yang menargetkan populasi kelas menengah atas. Hal ini terutama bagi perusahaan yang telah menjangkau 50 persen dari basis kelas menengah atas. Perusahaan jenis ini harus mengatur kekuatan penjualan dan jaringan rantai pasokan jika ingin mempertahankan tingkat jangkauan yang sama. 


"Mereka harus mendistribusikan barang untuk memenuhi permintaan di kota-kota kecil yang mungkin tidak menjadi perhatian sebelumnya," ungkap Presiden Direktur BCG Indonesia, Eddy Tamboto.(*)

------------------------------------------------------------------------ 

Menyoal Lonjakan Impor Bahan Pangan

Sebagai negara agraris negeri ini, memiliki tanah subur dan air yang melimpah, namun masih terus membutuhkan komoditas pangan impor. Jumlahnya terus melonjak sejak awal tahun 2013 ini. 


Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada awal 2013 impor beras sudah mencapai 46 ribu ton senilai US$ 22,9 juta. Impor jagung sebesar 335 ribu ton dengan nilai US$ 102 juta; kedelai yang menjadi bahan baku tahu dan tempe sebanyak 54 ribu ton senilai US$ 34 juta;  serta biji gandum dan meslin didatangkan 517 ribu ton atau senilai US$ 207 juta. 


Pasar di dalam negeri juga kebanjiran terigu impor 16 ribu ton senilai US$ 7 juta; gula pasir sebesar 3.860 ton senilai US$ 2,6 juta; gula tebu sebesar 297 ribu ton atau seharga US$ 155,9 juta;  bawang putih tercatat sebesar 23 ribu ton atau US$ 17,4 juta; serta tembakau sebesar 11 ribu ton atau senilai US$ 53,2 juta.

Yang sangat memprihatinkan adalah garam impor. Sebagai negeri dengan garis pantai mencapai 95.181 kilometer terpanjang nomor empat di dunia, Indonesia masih mengimpor garam sebanyak 156 ribu ton atau senilai US$ 7,7 juta.

Pemerintah berulang kali menegaskan impor pangan bukan merupakan kebijakan utama dalam mengatasi masalah pangan. Kebijakan impor pangan merupakan alternatif terakhir manakala produksi dalam negeri tidak mencukupi target kebutuhan nasional. Selain itu, dalam kondisi pasar bebas, kita tidak dapat dengan mudah menolak masuknya produk impor.

Persoalan saat ini adalah pemerintah tampaknya terlena dengan kebijakan alternatif.  Isi perut bangsa ini makin tergantung hasil pertanian negara lain. Padahal, Indonesia memenuhi syarat sumberdaya seperti lahan yang luas, iklim yang tropis, penduduk yang agraris, dan pasar yang besar. 

Patut dipertanyakan seberapa serius komitmen pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri. Impor pangan yang terus menerus memperlihatkan bahwa pemerintah selalu mengambil cara atau kebijakan gampang untuk menyelesaikan persoalan pangan. Pemerintah juga dapat dinilai tidak memiliki keinginan untuk membangun kedaulatan pangan sebagai persoalan mendesak.

Semestinya pemerintah secara bertahap mengurangi impor pangan seiring pembenahan sektor pertanian yang fokus pada komoditas dan lokasi, baik mengembangkan kawasan yang ada (existing) maupun kawasan baru. Kawasan sentra produksi tersebut mengembangkan komoditas strategis dan unggulan, yaitu komoditas pangan dan komoditas nonpangan Jenis komoditas strategis seperti padi, jagung, kedelai, dan tebu ditargetkan mencapai swasembada. 

Selama ini, strategi pemerintah dalam mengembangkan sektor pertanian boleh dikatakan “salah sasaran”. Fokus pemerintah sebagian besar pada pemberian subsidi, sementara aspek lain seperti mekanisasi dan modernisasi pertanian dan pembangunan infrastruktur pertanian terabaikan.  Irigasi banyak yang rusak dan sentra-sentra produksi sulit dijangkau karena kondisi jalan buruk. 

Ini menyebabkan investasi di sektor pertanian kurang menarik.  Realisasi nilai investasi di sektor pertanian pada 2008-2012 secara kumulatif total mencapai Rp 61,11 triliun, atau rata-rata Rp 12,2 triliun per tahun. Minimnya investasi di sektor pertanian pada gilirannya menyebabkan produksi pertanian sulit meningkat, sementara daya saing produk terus kalah dibandingkan komoditas pangan asing.

Untuk itu, semua elemen bangsa ini harus menyadari bahwa terlalu menggantungkan pemenuhan kebutuhan pokok kepada produk impor bisa menjadi bumerang dan mengancam kedaulatan bangsa. Jangan lagi mengabaikan sektor pertanian. Indonesia tidak akan bisa menjadi bangsa yang maju tanpa didukung kemandirian pangan nasional. (*)

------------------------------------------------------------------------

Bahan Baku Makanan Tidak Efisien

Harga dan pasokan bahan baku makanan di Indonesia saat ini dinilai belum efisien bagi industri hilir, menurut kalangan produsen. Hal itu menjadikan produsen makanan hilir cenderung bergantung pada bahan baku impor.

Presiden Direktur PT Sriboga Raturaya (produsen terigu), Alwin Arifin mencontohkan gandum sebagai bahan baku terigu saat ini masih sulit dikembangkan Indonesia, karena kondisi lahan yang tidak mendukung. "Letak geografis Indonesia yang berbukit-bukit juga menjadi faktor kendala penanaman gandum, karena dalam menanam gandum membutuhkan lahan yang datar, sehingga para petani sulit mengembangkan tanaman gandum di Indonesia," ujar Alwin.



Kondisi itu membuat perusahaan saat ini masih bergantung pada pasokan gandum impor, khususnya dari Australia. "Kami mengimpor gandum dari Australia karena kualitas yang bagus dan harganya yang murah," kata Alwin.
Dalam pengadaan bahan baku gandum, saat ini Sriboga bekerja sama dengan perusahaan asal Jepang, Mitsubishi Corporation. Mitsubishi telah menanamkan investasi sebesar US$ 26 juta untuk pengembangan bisnis hulu dan hilir terigu bersama Sriboga.

"Investasi Mitsubishi dalam bentuk pembelian 10% saham PT Sriboga Flour Mill, dan difokuskan untuk meningkatkan kapasitas produksi terigu Sriboga dari 1.900 ton per hari menjadi 2.500 ton per hari dalam tiga tahun," kata Alwin. Dia menargetkan, tambahan dana segar dari Mitsubishi akan meningkatkan pasokan terigu Sriboga dan bisa memasok seluruh permintaan konsumen. 

"Dalam tiga tahun ke depan, perusahaan akan menargetkan mampu meningkatkan pasokan, baik untuk permintaan di Indonesia maupun permintaan dari negara-negara di kawasan Asia Tenggara," ujar Alwin.

Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) menilai ketergantungan yang tinggi menyebabkan impor bahan baku makanan dan minuman terus meningkat. Nilai impor makanan dan minuman yang mayoritas berupa bahan baku tahun ini diperkirakan mencapai US$ 7 miliar, naik 16,6% dibanding tahun lalu US$ 6 miliar.

"Pemerintah diimbau untuk fokus di sektor hulu apabila tidak ingin impor terus meningkat," kata Adhi Siswaja Lukman, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia. 

Bahan baku produsen makanan dan minuman nasional saat ini sekitar 70% di antaranya masih diimpor. Tingginya impor bahan baku itu bisa mempengaruhi harga jual produk makanan dan minuman olahan di pasar domestik.

Asosiasi Pengusaha Bakery Indonesia (Apebi) menyatakan biaya bahan baku roti diperkirakan naik berkisar 7%-15% pada kuartal I tahun ini. Kenaikan itu terjadi karena produsen terigu menaikkan harga jual seiring peningkatan harga gandum dan pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.

"Produsen bahan baku menaikkan harga jual ke kami produsen roti, karena mereka juga berupaya menjaga margin akibat naiknya biaya produksi, antara lain karena biaya upah yang naik," kata Chris Hardijaya, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Bakery Indonesia. Kenaikan biaya bahan baku mendorong peningkatan biaya produksi roti sebesar 22% tahun ini.

Baca juga : Menyoal Lonjakan Impor Bahan Pangan

-------------------------------------------------------------------------------------------------
 

Senin, 04 Maret 2013

Naiknya Biaya Produksi Tekan Margin Kotor PT Nippon Indosari

PT Nippon Indosari Corpindo, memproyeksikan margin kotor tahun ini sebesar 45%, turun 172 basis poin dibanding margin kotor 2012 sebesar 46,72%, menurut direksi perseroan. Penurunan margin terjadi akibat peningkatan biaya produksi tahun ini.

Menurut Direktur Nippon Indosari Alex Chin, "Kenaikan sejumlah unsur seperti tarif listrik dan upah buruh menjadikan biaya produksi meningkat, namun tidak signifikan.  Dia memberi contoh, tarif tenaga listrik (TTL) untuk industri yang naik sebesar 15% pada awal kuartal I 2013 ikut mempengaruhi biaya produksi.
 
Namun demikian, kenaikan TTL tidak berpengaruh banyak terhadap biaya produksi perseroan, karena menurutnya, tarif listrik hanya berkontribusi 4%-5% terhadap biaya produksi keseluruhan.

Biaya produksi yang dinilai stabil juga menjadikan Nippon Indosari tidak berencana menaikkan harga jual. "Meski harga jual tidak naik, kami optimistis penjualan tahun ini tetap naik, karena didorong pertumbuhan volume penjualan," ujar Chin.

Tahun lalu perseroan mampu mempertahankan margin kotor sebesar 46% yang ditopang kenaikan harga jual. Kenaikan harga jual tahun lalu diberlakukan untuk produk roti manis dan roti tawar.

Proyeksi penurunan margin kotor Nippon Indosari di 2013 seiring dengan estimasi yang dilakukan oleh asosiasi industri. Asosiasi Pengusaha bakery Indonesia (APEBI) memperkirakan margin kotor rata-rata produsen roti tertekan hingga 3%-4% pada tahun ini dibanding tahun lalu.

Menurut Ketua Umum APEBI, Chris Hardijaya, penurunan margin terjadi seiring peningkatan biaya produksi, sebagai dampak kenaikan sejumlah unsur biaya produksi. Biaya produksi roti pada tahun ini rata-rata bisa naik hingga 22%.
Rata-rata produsen roti akan menaikkan harga jual sebesar 10%-15% pada tahun ini untuk menghindari kerugian margin yang lebih besar. "Sebenarnya kalau ingin menjaga margin, kenaikan harga jual harus 20%. Tapi jika dinaikkan sebesar itu, bisa-bisa konsumen mengurangi konsumsi dan volume penjualan turun," kata Chris.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi), Adhi Siswaja Lukman  mengatakan harga jual produk makanan dan minuman tahun ini diperkirakan naik 10%-11%. "Langkah menaikkan harga dilakukan produsen untuk bisa menjaga margin kotor," kata Adhi.
Sementara PT Indofood Sukses Makmur juga mencatat penurunan margin kotor sebesar 72 basis poin menjadi 27,65% hingga kuartal III 2012 dibanding periode yang sama 2011 sebesar 28,37%. Penurunan margin itu antara lain disebabkan penurunan harga jual rata-rata hasil perkebunan, serta kenaikan biaya produksi di divisi agribisnis.

"Meski margin kotor turun, Indofood tetap mencatat kenaikan laba kotor hingga kuartal III 2012 sebesar 7,5% secara tahunan menjadi Rp 10,3 triliun," kata Anthoni Salim, Direktur Utama Indofood Sukses Makmur. (dbs)

-------------------------------------------------------------------------

China Gencar Menggempur Pasar Batik Indonesia

Tak hanya perkakas rumah tangga, makanan dan minuman, sepeda motor saja, batik China juga kuasa menggempur pasar Indonesia.

Dua pusat penjualan garmen di Jakarta, Tanah Abang dan Mangga Dua menghadapi serbuan batik asal Negeri Tirai Bambu itu. 

Menurut catatan BPS, sepanjang 2012, impor batik dari China mencapai 1.037 ton dengan nilai US$30 juta atau sekitar Rp285 miliar. Impor terbesar adalah batik mekanik dengan jumlah 677,4 ton dengan nilai US$23,3 juta. Batik mekanik adalah batik cap yang dikerjakan dengan mesin.



Selain volumenya besar, batik asal China ini harganya jauh lebih murah dibandingkan batik lokal. Selisih harganya bisa mencapai Rp20–30 ribu per helai. Untuk batik batik cap berbahan katun, misalnya, i tanah Abang, batik China ini dijual Rp70 ribu per helai. Sementara batik sejenis buatan Pekalongan Jawa Tengah harganya Rp 100 ribu.

Menurut Mustofa, pemilik pabrik batik di Pekalongan, batik China bisa lebih murah karena bahan bakunya juga murah. Selain itu, produkitivitas pekerja di China lebih tinggi ketimbang Indonesia. Sudah begitu, boleh jadi, masuknya batik asal China itu melalui jalur ilegal. Desain yang ditawarkan batik Tiongkok pun lebih menarik.

Melihat situasi pasar batik dalam negeri, makin mengancam produsen batik cap di dalam negeri. Dengan berbekal harga murah dan motif yang menarik, batik China sekarang diperkirakan telah menguasai pangsa 25% hingga 30%. Tentu saja, ini menjadi ancaman bagi pengusaha batik di Pekalongan, Cirebon atau Solo.

Yang menyebalkan, pemerintah tampaknya tak begitu khawatir dengan serbuan batik China ini. Seorang pejabat di Kementerian Perindustrian mengatakan, produk tekstil asal China yang masuk ke Indonesia bukanlah batik beneran. “Tidak seperti batik yang diproduksi oleh para pengrajin,” katanya.
------------------------------------------------------------------------------------------------------
.

Sabtu, 02 Maret 2013

Sari Roti Akan Bangun Tiga Pabrik di Jawa dan Kalimantan

PT Nippon Indosari Corporindo produsen Sari Roti berencana membangun 3 pabrik baru tahun ini. Pembangunan satu pabrik diperkirakan akan menghabiskan dana Rp 100-200 miliar. Untuk lokasi, Indosari memilih mendirikan 2 pabrik di Jawa dan 1 pabrik di Kalimantan.
 
Presiden Director Indosari, Alex Chin mengaku telah menyiapkan dana atau anggaran capex 2013 Rp 400 miliar tahun ini untuk aksi ekspansinya. "Capex untuk tiga pabrik itu kira Rp300-400 miliar di 2013," ucap Chin dalam konfrensi pers di Jakarta, Kamis (28/2).

Chin mengatakan anggaran capex tahun ini lebih besar dari tahun lalu karena kenaikan harga tanah di kawasan industri. Produsen sari roti ini mengambil pendanaan capex 2013 dari dana internal dan pinjaman perbankan dari BCA.



Ditempat yang sama, Public Relations Sari Roti, Stephen Orlando mengatakan, "Lahannya sudah dapat, tapi kita belum umumkan. Investasi untuk satu pabrik diperkirakan membutuhkan hingga Rp200 miliar. Rencananya satu lini untuk produksi roti tawar dan satu lini untuk roti manis.

Dengan dibangunnya pabrik tersebut, menurutnya, diharapkan akan menunjang kapasitas produksi. Sebab, kebiasaan mengonsumsi roti terus meningkat dari tahun ke tahun. "Dengan bangun tiga pabrik, mesin lini untuk produksi menjadi 30 mesin. Sebelumnya, kami hanya memiliki 24 mesin," tegas Stephen.

Untuk proses pembangunanya, Stephen memastikan akan segara dibangun di semester satu tahun ini, karena ditargetkan akan beroperasi tahun ini juga. 

Sekedar informasi, dalam membangun tiga pabrik baru tersebut, perseroan mendapat pendanaan dari fasilitas kredit investasi dari PT Bank Central Asia Tbk senilai Rp220 miliar.

"Fasilitas kredit itu diperoleh pada 11 Desember 2012," kata Sekretaris Perusahaan Nippon Indosari Corpindo, Sri Mulyana, dalam penjelasan tertulis kepada PT Bursa Efek Indonesia, akhir tahun lalu.

Sri menjelaskan, fasilitas kredit itu berjangka waktu enam tahun sejak 11 Desember 2012. Namun, tidak dijelaskan, di mana lokasi tiga pabrik yang akan dibangun itu.
-------------------------------------------------------------------------
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...