WELCOME TO CONSUMEDIA INDONESIA BLOGSITE


Senin, 22 September 2014

Magnoffee: Sensasi Paduan Es Krim, Cokelat Premium dan Kopi

PT Unilever Indonesia Tbk, kembali menghadirkan terobosan baru dalam dunia kuliner. Kali ini, mereka memperkenalkan tren di kalangan pleasure seekers dalam bentuk Magnoffee, cara menikmati es krim dan coklat premium dengan kopi, dengan menghadirkan Toni Wahid, seorang pemerhati kopi terkenal di tanah air.

Cokelat Couverture Premium

Seiring dengan perkembangan pengetahuan dan selera masyarakat menengah ke atas terhadap cokelat bermutu tinggi maka kebutuhan atas bahan pangan tersebut juga semakin berkembang pesat. Maraknya berbagai tren menu yang menggunakan cokelat sebagai bahan baku utamanya juga menjadi faktor pendukung meningkatnya kebutuhan bahan baku tersebut.

Jumat, 19 September 2014

Hatten Wines Raih 7 Penghargaan di CWSA Wine Competition 2014

Hatten Wines seolah mendapat durian runtuh. Baru saja merayakan hari jadi ke-20 di bulan Agustus lalu, di bulan yang sama secara mengejutkan meraih 7 penghargaan dari China Wine & Spirits Awards (CWSA) Wine Competition 2014 di Hongkong. 

Medali emas ganda (double gold) jatuh pada produk Hatten Wines Pino de Bali, Alexandria dan Aga White, sedangkan Hatten Wines Tunjung mendapatkan medali emas. Untuk medali perak ditujukan pada Hatten Wines Jepun, serta medali perunggu diboyong Hatten Wines Rose dan Aga Red.

Rabu, 03 September 2014

Akufood, Bahan Berkualitas Saus Bercitarasa Tinggi

Saus sambal hadir di tengah kita sebagai produk yang praktis untuk menambah rasa pedas pada makanan tanpa harus bersusah payah mengulek cabai. Banyak sekali makanan yang dapat dipadupadankan dengan saus cabai seperti mie ayam, bakso, ayam goreng, nasi goreng dan masih banyak lagi.

Senin, 01 September 2014

Ragam Jenis Si Rasa Pedas Cabai

Warna hijau atau pun merah pekat dan rasanya yang pedas memberikan sensasi seperti terbakar di lidah. Cabai sering digunakan dalam masakan untuk memberikan rasa pedas. 

Selasa, 19 Agustus 2014

Seafood, Good Food

Seafood tergolong dalam bahan makanan berupa hewan laut dan umumnya termasuk dalam jenis ikan, telur ikan, krustasea, moluska, hingga hewan laut berduri (echinodermata). Hewan laut cenderung lebih lezat dijadikan hidangan dibandingkan dengan hewan air tawar. Beberapa seafood disajikan mentah maupun matang.

Tiram (oyster)

Salah satu hidangan laut golongan kerang-kerangan ini termasuk jenis makanan yang sering disuguhkan di restoran kelas atas maupun hotel bintang lima. Tiram umumnya dikonsumsi mentah bersama air jeruk lemon, wine vinegar dan mignonette, namun dapat pula dimasak.

Tiram yang sering dikonsumsi terdiri dari beberapa jenis seperti pacific oyster, sydney rock oyster, nambucca rock oyster dan angassi oyster. Selain dijual dalam kondisi segar, tiram juga dijual dalam bentuk beku. Tiram dapat dikonsumsi langsung maupun dimatangkan. Karena rasa dan aroma yang khas, tiram juga diolah menjadi saus tiram yang sering digunakan sebagai bumbu pada masakan cina dan beberapa negara Asia lainnya.

Kerang Hijau

Kerang yang satu ini termasuk yang paling sering dikonsumsi. Kerang hijau dikenal dengan nama new zealand green-lipped mussel karena berasal dari Selandia Baru. Ada pula tipe black mussel yang berwarna hitaam kebiruan. Kerang ini termasuk dalam hidangan nasional di Belgia dan mudah pula dijumpai pada hidangan Perancis dan Timur Tengah. Namun perlu hati-hati jika memilihnya, karena hewan ini mudah menyerap racun maupun logam berat

Udang
Salah satu seafood yang termasuk sering diolah menjadi beragam hidangan, seperti tempura, tom yum goong, shrimp cocktail, dan masih banyak lagi. Udang disebut juga shrimp jika ukurannya kecil sedangkan prawn untuk udang berukuran besar. Prawn memiliki ukuran kaki dan dua buah antenna yang berukuran 2,5 – 3 cm. Untuk menghilangkan bau udang biasanya menyisihkan bagian kulit, kepala dan urat di punggung udang. Memasak udang cukup 2-3 menit dan jika lebih dari itu biasanya udang menjadi alot.

Cumi-cumi

Salah satu seafood berjenis hewan tanpa tulang belakang atau moluska ini terkenal dengan olahannya berupa calamari ring. Biasanya cumi-cumi diolah dengan cara ditumis, dibakar dan digoreng, serta tidak dimasak dalam waktu lama karena cumi-cumi mudah alot. Tak hanya dagingnya, bagian tinta pun dimanfaatkan untuk memberikan warna hitam pada pasta, risotto, dan bahkan beberapa restoran menggunakannya untuk mewarnai roti pizza.

Rajungan

Hewan laut berkulit keras atau krustasea ini menjadi salah satu bahan makanan favorit di restoran-restoran seafood. Rajungan masih satu keluarga dengan kepiting. Perbedaannya, habitat rajungan berada di laut sedangkan kepiting di air tawar seperti rawa. 


Bentuk kaki rajungan pipih dan lebih panjang dibandingkan kepiting. Rajungan sering disebut juga blue manna crab karena warna kulitnya yang biru. Hewan laut ini umumnya ditemukan saat pasang surut di wilayah Samudera Hindia, Samudera Pasifik, Timur Tengah sampai pantai Laut Mediterania.

Ikan Buntal


Ikan ini lazim dikonsumsi di Jepang, dikenal dengan nama fugu. Rupanya mengonsumsi ikan ini berisiko meninggal dunia karena mengandung racun tetrodotoxin. Hampir seluruh tubuh ikan ini beracun dan umumnya disajikan menjadi sashimi. Tidak sembarang orang boleh mengolah dan menyajikan ikan buntal. 


Fugu hiki adalah pisau khusus untuk memotong ikan buntal. Sejak 1985 pemerintah Jepang mewajibkan memiliki sertifikat bagi juru masak yang mengolah ikan buntal dan hanya 35% pelamar yang lulus. Walaupun berisiko dikonsumsi, harga hidangan ikan buntal ternyata mahal, harga seporsinya mencapai 5 ribu yen atau sekitar 500 ribu rupiah.

Salmon


Siklus hidup ikan ini cukup unik, salmon bertelur dan menetas di perairan air tawar yang deras, bermigrasi ke lautan, lalu kembali ke air tawar untuk bereproduksi. Ikan ini hidup di wilayah Samudera Atlantik dan Samudera Pasifik. Jenis ikan ini di antaranya atlantic salmon, masu salmon, chum salmon, dan chinook salmon atau sering disebut king salmon dengan berat lebih dari 14 kg per ekor. Salmon sering diolah menjadi sashimi dan steak.

Ikan dengan kandungan tinggi omega 3 ini juga dapat diawetkan menjadi smoked salmon dan banyak diproduksi di Norwegia, Skotlandia, Irlandia dan sekitar pantai timur Kanada.

Tuna


Salah satu jenis ikan yang paling banyak dikonsumsi manusia. Bullet tuna adalah jenis tuna paling kecil yang berukuran panjang maksimal 50 cm, sedangkan atlantic bluefin tuna adalah jenis tuna paling besar dan panjang tubuh dapat mencapai 4,6 meter serta dipercaya dapat hidup lebih dari 50 tahun. Umumnya daging tuna berwarna merah dan masyarakat Jepang sering mengolahnya menjadi sushi dan sashimi.

Lobster


Lobster hidup di karang-karang laut khususnya di perairan yang dingin. Tubuh lobster berwarna biru tua hingga kehitaman. Lobster asal Amerika dan Kanada cenderung lebih besar dari Eropa. Seafood yang satu ini termasuk bahan makanan yang cukup mahal dan biasanya disajikan di restoran-restoran kelas atas. Untuk hasil masakan yang optimal sebaiknya menggunakan lobster hidup. Cara terbaik mengolah lobster yakni membekukannya selama 1 jam hingga pingsan lalu direbus.

Teripang (sea cucumber)


Teripang adalah salah satu hewan laut yang tidak memiliki tulang belakang. Hewan lunak ini hidup tersebar di lautan, mulai dari zona pasang surut hingga laut dalam, khususnya di Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Bentuk hewan yang menyerupai timun ini biasanya sering diolah dalam masakan cina. Hanya bagian kulit teripang yang dikonsumsi, sedangkan isi perut disisihkan. Teripang banyak dijual dalam bentuk segar maupun kering.

foodservicetoday

Senin, 07 Juli 2014

Ini dia Mentega Cair Pertama di Asia Tenggara

Umumnya terdapat dua jenis lemak padat yang digunakan dalam masakan maupun kue, yakni margarin dan mentega (butter). Margarin berbahan dasar lemak nabati dan umumnya berasal dari minyak kelapa sawit, sedangkan mentega dibuat dari lemak susu.

Kedua bahan makanan ini memiliki kelebihannya masing-masing pada masakan dan kue. Namun dari segi cita rasa, mentega memiliki rasa yang lebih lezat dan aroma yang kuat ketimbang margarin. Tak heran jika mentega sering digunakan dalam usaha bakery dan restoran.


Perkembangan industri makanan saat ini mampu memproduksi mentega dalam bentuk cair. Mungkin mentega cair (liquid butter) masih terdengar asing, namun produk inovasi ini dapat memberikan kemudahan penggunaannya.

Di Eropa maupun negara maju lainnya telah memproduksi mentega cair, dan Indonesia pun telah mengikutinya. Di dalam negeri, produk inovasi ini dibuat oleh PT Kreasi Edhoval Nutrindo (KEN). Perusahaan manufaktur bahan baku makanan untuk usaha bakery maupun minuman ini mengeluarkan Gallfiro sebagai merek mentega cair miliknya. “Produk ini kami klaim pertama di Asia Tenggara selama pengamatan kami di wilayah tersebut,” ujar Nusa Putra, Managing Director PT KEN.

Sekedar informasi, PT KEN merupakan perusahaan lokal yang berdiri sejak 2009 dan memproduksi beragam bahan baku makanan untuk kebutuhan usaha bakery, meliputi cake emulsifier, softness bread improver, baking powder double acting, food whitening, filling powder, milky booster, baking chocolate, hingga mayonnaise.

Perusahaan ini memiliki dua pabrik di Tangerang, yakni di Cikupa dan Kamal. Hingga saat ini PT KEN memiliki 10 merek produk dan empat di antaranya merupakan merek utama yakni Bendictone, Nulatte, Eggies dan tentu saja Gallfiro.

Gallfiro merupakan mentega olahan berbentuk cair yang dibuat dari beberapa bahan, meliputi lemak susu, lemak nabati, ekstrak mentega, enzim dan lainnya. “Sekitar 25% bahan baku yang digunakan lokal, khusus enzim memang kami impor,” jelasnya. Meski demikian, Nusa meyakinkan produknya aman dikonsumsi karena telah mengantongi sertifikat halal MUI dan BPOM RI.

Kegunaan mentega cair ini sama seperti mentega padat. “Ini bukan pengganti mentega tapi memang mentega. Bukan pula pewangi, flavor, esens, tetapi memang mentega semi sintetis dalam bentuk cair,” ungkapnya. Produk ini berwarna kuning seperti minyak goreng, hanya saja lebih kental.


Mentega cair memudahkan proses membuat adonan cake karena tidak perlu mencairkannya. Di samping itu, akan lebih hemat karena mentega cair langsung digunakan di dalam adonan tanpa tertinggal melekat pada panci saat melelehkan mentega padat. Standar penggunaannya sekitar 2-5% dari total tepung dalam resep.

Menurutnya lagi, Gallfiro dapat digunakan untuk makanan apapun yang dipanggang (baking) bahkan sebagai bahan tambahan pembuatan permen lunak (soft candy). Hanya saja belum dapat diaplikasikan untuk proses pelipatan adonan pastry tetapi masih dapat digunakan pada adonan dasarnya.

Produk ini diperkenalkan sejak pameran Interfood 2013 lalu di Jakarta. Proses formulasi Gallfiro ini hingga siap diproduksi massal membutuhkan waktu 8 bulan. “Kami menggunakan teknologi dan tenaga ahli dari Eropa. Kami berani klaim Gallfiro tidak ada yang bisa meniru seutuhnya setidaknya hingga 5 tahun ke depan. Kemungkinan mereka bisa buat produk yang sama tetapi karakternya tidak akan dapat,” beber Nusa.

Karakter sekaligus keunggulan Gallfiro adalah mampu memberikan kelembutan pada cake dan mengurangi aroma tepung. “Menggunakan Gallfiro pada pembuatan bolu akan menghasilkan tekstur lebih lembut setelah 3 hari padahal bolu yang biasa akan mengering,” tambahnya.

Semakin tinggi Anhydrous Milk Fat (AMF) atau konsentrat lemak susu, maka mentega semakin beraroma. Namun karena AMF berasal dari bahan alami sehingga tidak kuat saat terkena panas. “Produk kami bukan AMF tetapi ekstrak dan termasuk mentega semi sintetis sehingga akan tahan pada proses pembakaran,” jelasnya lagi.

Gallfiro dijual dalam kemasan berukuran 1 kg, 5 kg dan 25 kg. Produk ini terdiri dari 3 jenis yakni Gallfiro Silver, Gallfiro Gold, dan Gallfiro Platinum. “Perbedaan jenis produk tersebut memengaruhi efek yang didapat, misalkan aroma, tekstur dan tentu harga,” ujar Nusa. Mentega cair ini cukup disimpan dalam ruang teduh pada temperatur 25-280C. Pada suhu dingin pun produk ini tidak membeku kecuali disimpan pada suhu di bawah 00C.


Melihat peluang pasar mentega cair yang besar di Asia Tenggara, PT KEN tak ragu untuk mendistribusikan ke Manila, Bangkok dan Vietnam. Rencananya PT KEN juga ikut serta di ajang Food Hotel Asia 2014 di Singapura.

Inovasi mentega cair terus dilakukan PT KEN. “Kalau kami sudah mengembangkan produknya untuk hotel, varian mentega cair akan bertambah seperti untuk barbeque, kari dan lainnya,” tutupnya.

foodservicetoday

Senin, 28 April 2014

Kecap Bango, Ekspedisi Warisan Kuliner Nusantara

Pada tanggal 26 Maret 2014, Kecap Bango produksi PT Unilever Indonesia mengumumkan perjalanan menelusuri kekayaan warisan kuliner Nusantara bertajuk “Bango Ekpedisi Warisan Kuliner Nusantara”. Ekspedisi ini akan menelusuri kekayaan kuliner di lebih dari 100 kota mulai dari Indonesia Barat, Tengah, Hingga Timur.

Arie Parikesit, pakar kuliner Nusantara, selaku koordinator ekspedisi mengatakan bahwa acara akan berlangsung serentak dari bulan April hingga Juli 2014. Ia menambahkan bahwa ekspedisi ini akan dipimpin oleh Odillia Winneke untuk Indonesia wilayah Barat, Aldio Merancia untuk Indonesia wilayah Tengah, dan Dina ‘Dua Ransel” untuk Indonesia Wilayah Timur.


Nuning Wahyuningsih selaku Senior Brand Manager Bango PT Unilever Indonesia Tbk berujar bahwa hasil Ekspedisi Warisan Kuliner Nusantara ini akan diabadikan menjadi sebuah dokumentasi lengkap dalam buku “Bango Jelajah Warisan Kuliner dari Barat ke Timur Nusantara”.

Akhyaruddin SE, M.Sc selaku Direktur Pengembangan Wisata Minat Khusus, Konvensi Insentif dan Even, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menambahkan bahwa pihak pemerintah menyambut baik dan memberikan apresiasi terhadap acara ini sebagai upaya pelestarian warisan kuliner Nusantara.

foodservicetoday

Senin, 03 Februari 2014

Banjir dan Depresiasi Rupiah Dorong Inflasi Januari

Laju inflasi Januari 2014 diperkirakan lebih tinggi dari Desember 2013, karena terganggunya distribusi barang akibat banjir, dan masih ada dampak kenaikan harga barang karena melemahnya nilai tukar rupiah.  

Hasil polling IFT terhadap delapan ekonom dan analis dari lembaga kajian, perbankan, dan sekuritas didapat median inflasi Januari 2014 sebesar 1,04% (month on month), lebih tinggi dibanding Januari 2013 sebesar 0,55%. Sementara untuk year on year Januari 2014 sebesar 8,35%, sedikit lebih rendah dibanding Januari 2013 sebesar 8,38%. 


Gundy Cahyadi, Ekonom DBS Group Research Singapura, mengatakan beberapa tekanan inflasi masih terjadi pada Januari karena dampak yang belum hilang dari melemahnya nilai tukar rupiah, karena retailer tengah menyesuaikan harga mereka.   

“ Kami melihat meningkatnya risiko berasal dari gangguan disebabkan bajir di wilayah Jakarta dan beberapa kota di Indonesia,” katanya.

Inflasi inti diperkirakan akan mencapai 5,1%, karena diprediksi masih ada  tekanan inflasi. Inflasi akan mulai mereda  mulai Februari atau Maret.

Ryan Kiryanto, Kepala Ekonom PT Bank BNI Tbk (BBNI), mengatakan inflasi Januari diperkirakan di kisaran 0,9%-1,2% karena dampak banjir yang ekskalatif sehingga mengganggu distribusi barang, terutama kelompok bahan pangan. Selain itu juga ada gangguan pasokan, karena gagal panen. Banjir yang  mengganggu distribusi juga menyebabkan naiknya biaya distribusi.

Anton Hendranata, Ekonom PT Bank Danamon Indonesia Tbk (BDMN), mengatakan inflasi Januari diperkirakan akan naik menjadi 0,92% (month on month) dibanding 0,55% pada Desember 2013.

Meski inflasi Januari 2014 naik, tetapi masih lebih rendah daripada inflasi Januari 2013 sebesar 1,03%. Penurunan ini karena inflasi year on year Januari 2014 sedikit menurun menjadi 8,28%, dari 8,38%  pada Desember 2013.

Menurut Anton, inflasi lebih bersifat musiman, karena musim hujan lebat pada Januari yang menyebabkan banjir dan kemacetan lalu lintas di beberapa wilayah, sehingga mengganggu distribusi makanan.

“ Kami perkirakan harga bahan makanan seperti ikan, beras, telur, cabai, dan lainnya akan memberikan kontribusi yang lebih tinggi pada inflasi Januari 2014, meski sedikit lebih rendah dibanding Januari 2013,” katanya.

Sebaliknya inflasi inti (month on month) sedikit  menurun, sehingga inflasi Januari 2014 (year on year) menjadi 4,94%, dibandingkan dengan 4,98% pada Desember 2013. Hal ini disebabkan dasar inflasi Januari 2013 yang lebih tinggi (0,32% month on month pada Januari 2014 dibandingkan dengan 0,36% pada Januari 2013), karena permintaan sedikit  menurun.  

Harga emas perhiasan telah  memberikan kontribusi yang lebih signifikan pada inflasi inti.

Juniman, Ekonom PT Bank Internasional Indonesia Tbk (BNII), mengatakan inflasi Januari 2014 diperkirakan 1,04% (month on moth) dan 8,84% (year on year).

Menurut Juniman, ada tiga faktor yang mendorong naiknya inflasi Januari. Pertama, banjir dan longsor yang mengganggu distribusi barang dan jasa. Di sisi lain gagal panen di sejumlah daerah, sehingga harga pangan naik. Banjir dan longsor ini hampir merata di seluruh Indonesia, sehingga harga bahan makanan naik. “ Harga mi goreng, daging sapi, daging ayam, telur, beras terigu, mie instan, susu, cabai, sayur mayur, dan ikan mengalami kenaikan,” katanya.

Kedua, kenaikan harga LPG 12 kilogram (kg) sebesar 17% atau Rp 10 ribu per kg. Di  sisi lain, harga BBM non subsidi naik  signifikan akibat depresiasi rupiah .

Ketiga, produsen menyesuaikan harga terkait dengan pelemahan nilai tukar rupiah. Sementara pada tahun lalu, inflasi Januari mencapai 1,03% karena miss management impor bahan makanan, dengan menerapkan kuota impor.

Indonesia Economy: Slower Growth In Q3, For 5th Consecutive Quarter

Indonesia reported the fifth consecutive quarter of slower growth and the weakest reading in 15 quarters in the third quarter, raising fears that the once stellar-performing Southeast Asian economy could be hitting a wall.

Year-on-year GDP growth in the third quarter slowed to 5.6 percent, down slightly from 5.8 percent in the second quarter. Household and government expenditure growth both accelerated while investment and net exports slowed. The numbers are disappointing, but are in line with expectations.


“For an economy that only a year or so ago some were predicting could be on the verge of sustained growth of 7 percent or higher, growth of under 6 percent is quite a disappointment,” a note from Capital Economics said, while conceding that concerns over the gradual slowdown in Indonesia should not be overdone.

The outlook for Indonesia is also not optimistic. Household spending will likely be checked by higher interest rates, which the central bank has been hiking since summer, and fuel price hikes following a cut in subsidy. Government spending will likely slow as well with the conservative 2014 budget that was recently unveiled.

Investment growth, which has slowed for five consecutive quarters, is expected to continue to slow on higher interest rates, lower commodity prices, uncertainty ahead of the general elections due in 2014, and a general deterioration in the policymaking environment, the Capital Economics note said.

Exports won’t offer any hope despite a recovery in global demand that should provide support for the manufacturing exports sector. Outlook for commodity exporters, the majority of Indonesia’s exports, remains less than rosy as China readjusts its economy away from investment.

With the release of the latest data, experts believe Indonesia’s expansion will stagnate at below 6 percent for both this year and the next, as high inflation and higher interest rates continue to weigh on the rate of expansion.

ibtimes.com

Indonesia Economic Outlook 2014: Stronger GDP Growth On Trade Balance Recovery And Lower Inflation

Indonesia can expect an easier 2014, as the Southeast Asian nation’s economic fundamentals improve across the board. In particular, GDP is expected to grow 5.8 percent, the current account deficit should narrow as the trade balance recovers and inflation should drop to safer levels with no further fuel-price hikes for the year.

The year just ended was rough for Indonesia. After fuel-price hikes, resulting from reductions in the government fuel subsidy, inflation climbed to 8.4 percent at the end of year, nearly double of the 4.3 percent at the end of 2012, and real GDP growth was estimated to have fallen from 6.2 percent to 5.6 percent, according to a Standard Chartered research note.


While most 2013 statistics have not yet been released, the current account deficit is expected to have widened, from $24.4 billion to $32.3 billion. The Indonesian rupiah, as a result of worsening fundamentals and concerns over the risk of capital outflows triggered by the U.S. Fed tapering, weakened to 12,171 rupiahs per dollar at the end of 2013, compared to 9,793 rupiahs at the end of 2012.

But those fundamentals should look up in the coming year. The trade balance, which contributed a great deal to the nation’s current account deficit, will improve as imports slow. The fourth quarter of 2013 was already showing signs of a recovery – the trade surplus rose to $777 million in November from just $24 million in October, according to data from the National Statistics Agency.

In 2012, Indonesia’s trade deficit was just $1.7 billion, while the figure for the first 11 months of 2013 amounted to $5.6 billion.

January 2014 saw the implementation of a law banning mineral exports, which may cause the potential loss of revenue of $5 billion, but since the law excludes coal, which contributes around 13 percent of Indonesia’s total exports, the impact of the ban on the nation’s overall exports should be limited.

As the trade balance gets under control, the overall current account deficit is expected to fall back to $26.9 billion (3.1 percent of nominal GDP) in 2014 from the 3.7 percent in 2013. Before 2011, the nation was still consistently running a current account surplus.

The legal limit of budget deficits in Indonesia is 3 percent, and overshooting the limit in June 2013 prompted the government to cut back fuel subsidies that economists have warned for years to be detrimental to the economy. The resulting hike in fuel prices – 44 percent at one point – caused inflation to almost double from 2012.

But this year, as elections loom, no further fuel-price hikes are expected, and inflation should slow to 5 percent year-on-year by the end of 2014, the Standard Chartered note said, within the central bank’s target range of 3.5 to 5.5 percent for the year.

Recovering fundamentals will have benefits for the rupiah as well, with a stronger second half.

“The Indonesian rupiah (IDR) is likely to remain under pressure in early 2014 amid uncertainty over the election results and U.S. Fed tapering,” according to Standard Chartered. “However, we expect the IDR to strengthen in H2, reaching 11,400 by end-2014, once the election results are known and U.S. Fed tapering is in place.”

ibtimes.com

Unilever Siapkan Belanja Modal Rp 1,1 Triliun

PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), emiten produsen barang konsumsi harian, menyiapkan belanja modal tahun ini sebesar Rp 900 miliar - Rp 1,1 triliun untuk peningkatan kapasitas produksi. Menurut direksi perseroan, anggaran belanja modal di 2014 akan didanai kas internal, pinjaman bank asing, serta pinjaman induk usaha.

"Dana belanja modal kami selalu improve. Tahun lalu Rp 1 triliun. Tahun ini belanja modal sedang kami finalisasi, kisarannya Rp 900 miliar - Rp 1,1 triliun," ujar Sancoyo Antarikso, Direktur Unilever.

Menurut dia, belanja modal tahun ini akan didanai kas internal, pinjaman bank swasta asing, serta pinjaman induk usaha. "Tapi, pendanaan pinjaman bank hanya minoritas," katanya tanpa memerinci lebih lanjut.


Berdasarkan laporan keuangan perseroan, hingga kuartal III 2013 kas Unilever mencapai Rp 520 miliar, naik signifikan dibanding periode yang sama tahun sebelumnya Rp 229 miliar. Pada periode tersebut, Unilever memperoleh pinjaman dari PT Bank Mizuho Indonesia sebesar Rp 250 miliar, JP Morgan Chase Jakarta Rp 150 miliar, dan Standard Chartered Bank Jakarta Rp 100 miliar. "Suku bunga atas pinjaman tersebut single digit," ucapnya.

Sancoyo menambahkan rata-rata nilai belanja modal perseroan dalam lima tahun terakhir cukup besar. Belanja modal Unilever sepanjang 2010-2012 mencapai Rp 4,2 triliun. Alokasi belanja modal ditujukan guna mendukung pertumbuhan kinerja keuangan perseroan.

Meski demikian, dia mengakui, sejak kuartal III 2013 permintaan barang konsumsi harian cukup tertekan oleh sejumlah faktor antara lain kenaikan tarif dasar listrik, pencabutan subsidi bahan bakar minyak (BBM), pelemahan rupiah, serta kenaikan suku bunga kredit. Pertumbuhan penjualan Unilever hingga kuartal III 2013 cenderung melambat menjadi 13% dibanding sebelumnya 16%. "Pertumbuhan penjualan melambat, tapi masih oke," paparnya.

Penambahan kapasitas yang dilakukan sejak tahun lalu juga mendorong Unilever mencatat pendapatan sebesar Rp 23 triliun per kuartal III 2013, tumbuh 13,3% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya Rp 20,3 triliun. Peningkatan pendapatan ditopang oleh penjualan di pasar dalam negeri dan ekspor yang masing-masing tumbuh sebesar 10% dan 20%.

Pertumbuhan penjualan ikut menyebabkan beban pokok penjualan perseroan meningkat 13,1% menjadi Rp 11,2 triliun secara tahunan. Laba kotor perseroan tumbuh 14,5% menjadi Rp 11,8 triliun.

Meski demikian, persentase pertumbuhan beban usaha sebesar 17,2% tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan persentase pertumbuhan pendapatan 13,3%, sehingga margin usaha perseroan tertekan hingga kuartal III 2013. Margin usaha Unilever turun 23 basis poin menjadi 23,86% per kuartal III tahun lalu.

Sementara itu, PT Mandom Indonesia Tbk (TCID), emiten pesaing Unilever di segmen perawatan tubuh, mencatat peningkatan margin usaha sebesar 140 basis poin menjadi 13,8% hingga kuartal III 2013. Peningkatan margin usaha tersebut antara lain terjadi seiring dengan peningkatan beban yang lebih kecil dibanding pertumbuhan pendapatan.

"Meningkatnya beban pokok penjualan sebesar 8,8% menjadi Rp 979,8 miliar yang ditopang oleh kenaikan beban tenaga kerja tidak berdampak pada pertumbuhan laba kotor perseroan sebesar 14,9% menjadi Rp 580,3 miliar. Hal itu pada akhirnya juga menyebabkan kinerja laba usaha, laba bersih, beserta margin perseroan terus tumbuh," kata Takeshi Hibi, Direktur Utama Mandom Indonesia dalam keterangan tertulis.

Hingga September 2013, pendapatan perseroan tercatat sebesar Rp 1,56 triliun atau tumbuh 11,4% dibanding periode yang sama tahun 2012. “Peningkatan penjualan produk-produk perseroan baik di pasar domestik maupun ekspor mendorong kinerja pendapatan sepanjang periode tersebut," kata Hibi.

ift.com

Rabu, 15 Januari 2014

Minister: Economy to grow 5.8% to 6.1% in 2014

Finance Minister Chatib Basri says he remains optimistic that economic growth in 2014 will stand at 5.8 to 6.1 percent even though the World Bank (WB) has not revised its forecast for the country’s economic growth, which it set at 5.3 percent.

“What did the WB’s forecast look like last year? I think our forecast is much more accurate, that our economy will grow between 5.8 percent and 6.1 percent,” he said after speaking at the 2014 Indonesia Summit in Jakarta on Wednesday, as quoted by Antara news agency.

On Tuesday, the WB revised its growth forecast for the global economy for the first time in three years to 3.2 percent from 3 percent in 2014. It said such global growth might occur as the easing of austerity policies in advanced economies, such as Japan, the United States and European countries, supported their recovery from the global financial crisis.


Despite a revised growth forecast for the global economy, the WB did not revise its forecast for Indonesia.

The WB also projected that East Asia and the Pacific’s economy would grow by 7.2 percent in 2014, as in the previous year. It said East Asia and the Pacific’s economy was still affected by the global financial crisis so that this year, the region’s economy would grow at the same rate as in 2013.

Bank Indonesia (BI) projected that national economic growth in 2014 would be closer to the lower level of growth forecast of between 5.8 and 6.2 percent in line with the improved global economy.

However, BI Governor Agus Martowardojo has voiced optimism that 6 percent economic growth could still be achieved. “It’s still possible to reach the middle range of the target,” he said.

thejakartapost.com

Jumat, 10 Januari 2014

Unilever Realisasikan Belanja Modal untuk Ekspansi Kapasitas

PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), emiten produsen barang konsumsi harian, telah merealisasikan dana belanja modal sebesar Rp 800 miliar per kuartal III 2013, menurut direksi perseroan. Realisasi tersebut setara 80% dari anggaran belanja modal Unilever di tahun ini sebesar Rp 1 triliun.

"Dari budget belanja modal 2013 sebesar Rp 1 triliun, sampai September 2013 sudah terserap Rp 800 miliar digunakan untuk ekspansi kapasitas pabrik di daerah Cikarang dan Surabaya serta untuk membeli alat produksi ice cream," ujar Sancoyo Antarikso, Direktur Unilever (10/1/14)
.

Menurut dia, perseroan akan menggunakan dana belanja modal sebesar Rp 400 miliar di semester II 2013. Sancoyo menuturkan, dana belanja modal hingga akhir semester II masih difokuskan untuk peningkatan kapasitas.


“Kami telah menggunakan dana belanja modal hingga akhir semester I hingga Rp 600 miliar,” tutur Sancoyo. Dia optimistis anggaran dana belanja modal perseroan bisa terserap pada akhir 2013.

Unilever menganggarkan belanja modal sebesar Rp 1 triliun tahun ini, turun 16,6% dibanding anggaran tahun lalu Rp 1,2 triliun. Penurunan tersebut karena Unilever telah menganggarkan dana belanja modal yang relatif besar sepanjang 2010-2012 yang mencapai Rp 4,2 triliun.

Penambahan kapasitas produksi dilakukan seiring pertumbuhan permintaan produk perseroan tiap tahun, dan perkiraan kenaikan permintaan tahun ini. Unilever akan menambah lini produksi untuk produk-produk yang utilisasinya mencapai 80%. "Selain untuk peningkatan kapasitas, belanja modal tahun ini juga untuk revitalisasi sistem distribusi," jelas Sancoyo.

Penambahan kapasitas yang dilakukan sejak tahun lalu juga mendorong Unilever mencatat pendapatan sebesar Rp 23 triliun per kuartal III 2013, tumbuh 13,3% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya Rp 20,3 triliun. Peningkatan pendapatan ditopang oleh penjualan di pasar dalam negeri dan ekspor yang masing-masing tumbuh sebesar 10% dan 20%.

Pertumbuhan penjualan ikut menyebabkan beban pokok penjualan perseroan meningkat 13,1% menjadi Rp 11,2 triliun secara tahunan. Laba kotor perseroan tumbuh 14,5% menjadi Rp 11,8 triliun.

Meski demikian, persentase pertumbuhan beban usaha sebesar 17,2% tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan persentase pertumbuhan pendapatan 13,3%, sehingga margin usaha perseroan tertekan hingga kuartal III 2013.

Sementara itu, PT Mandom Indonesia Tbk (TCID), emiten pesaing Unilever di segmen perawatan tubuh, mencatat peningakatan margin usaha sebesar 140 basis poin menjadi 13,8% hingga kuartal III 2013. Peningkatan margin usaha tersebut antara lain terjadi seiring dengan peningkatan beban yang lebih kecil dibanding pertumbuhan pendapatan.

"Meningkatnya beban pokok penjualan sebesar 8,8% menjadi Rp 979,8 miliar yang ditopang oleh kenaikan beban tenaga kerja tidak berdampak pada pertumbuhan laba kotor perseroan sebesar 14,9% menjadi Rp 580,3 miliar. Hal itu pada akhirnya juga menyebabkan kinerja laba usaha, laba bersih, beserta margin perseroan terus tumbuh," kata Takeshi Hibi, Direktur Utama Mandom Indonesia dalam keterangan tertulis.

Hingga September 2013, pendapatan perseroan tercatat sebesar Rp 1,56 triliun atau tumbuh 11,4% dibanding periode yang sama tahun 2012. “Peningkatan penjualan produk-produk perseroan baik di pasar domestik maupun ekspor mendorong kinerja pendapatan sepanjang periode tersebut," kata Hibi.

(consumediaindonesia)
 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...