WELCOME TO CONSUMEDIA INDONESIA BLOGSITE


Senin, 28 Januari 2013

Konsumsi Minuman Karbonasi di Indonesia

TERENDAH SE-ASEAN 
Menurut asosiasi industri, konsumsi minuman karbonasi di Indonesia terendah se-ASEAN. Hal itu tidak lepas dari pertumbuhan konsumsi minuman karbonasi yang rata-rata hanya sebesar 1,8% per tahun selama periode 2004-2010.

"Masyarakat Indonesia cenderung mengkonsumsi minuman ringan jenis air minum dalam kemasan (AMDK), minuman sari buah, dan minuman teh siap saji, ketimbang minuman berkarbonasi," kata Suroso Natakusuma, Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Minuman Ringan (Asrim). Konsumsi air minum dalam kemasan tumbuh mendekati 7% per tahun, atau minuman teh siap saji yang konsumsinya meningkat 7,7% per tahun.



Berdasarkan catatan asosiasi, konsumsi minuman bersoda di Indonesia pada 2011 hanya mencapai 2,4 liter per kapita, jauh dibandingkan dengan Filipina 34,1 liter, Thailand (32,2 liter), Malaysia (19 liter), Vietnam (6,2 liter), dan Kamboja (4,5 liter). "Jumlah penduduk di negara ASEAN lainnya yang lebih sedikit daripada Indonesia menjadikan konsumsi minuman karbonasi di negara-negara tersebut terlihat tinggi," ujar Suroso

Jenis-jenis minuman ringan lain, seperti kopi dan susu siap saji, minuman sari buah, hingga minuman suplemen bahkan tumbuh lebih tinggi, yakni rata-rata mencapai 14,8% per tahun. Data pertumbuhan konsumsi mengacu pada data Euromonitor (Juli 2010) yang menyebutkan, kendati volume sektor minuman karbonasi secara global tetap tumbuh, namun tingkat pertumbuhannya masih di bawah tingkat pertumbuhan minuman ringan secara total.

Dengan tingkat konsumsi yang rendah, produsen menilai minuman karbonasi bukan termasuk produk yang peredarannya perlu diawasi dan dikendalikan. Dengan demikian, pengenaan cukai terhadap minuman karbonasi juga tidak tepat, karena tidak termasuk yang diatur dalam Undang-undang Nomor 39 tahun 2007 tentang Cukai.

"Harga jual minuman karbonasi bisa naik sekitar 25% apabila cukai minuman berkarbonasi jadi diberlakukan pemerintah tahun 2013," kata Suroso.
Kenaikan harga jual dikhawatirkan berdampak pada penurunan permintaan minuman berkarbonasi oleh konsumen karena elastisitasnya yang rendah. "Elastisitas harga minuman berkarbonasi di Indonesia sebesar -1,19, yang berarti kalau harga naik 10% saja, maka permintaannya akan turun menjadi 11,19," ujar Suroso.

Pemerintah melalui Badan Kebijakan Fiskal mengusulkan lima alternatif tarif cukai untuk minuman berkarbonasi dan pemanis baik buatan maupun alami (minuman soda) sekitar Rp 1.000-Rp 5.000 per liter. Penerapan ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan Amerika Serikat yang mencapai US$ 95 sen per galon atau US$ 25,1 sen per liter, Singapura 70 dolar Singapura per liter, dan Thailand sebesar 20% per liter.

Produsen minuman berkarbonasi yang sudah eksis di Indonesia antara lain PT Coca-Cola Indonesia, PT Pepsicola Indobeverages, PT Navika Beverages – RC Cola, dan PT Polari Limunusainti. Sementara produsen pendatang baru di segmen minuman berkarbonasi di antaranya PT AJE Indonesia, PT San Miguel Food & Beverages, dan PT Sinar Sosro.(dbs)
Comments
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...