WELCOME TO CONSUMEDIA INDONESIA BLOGSITE


Kamis, 03 Januari 2013

Persaingan di Dunia & Posisi Indonesia

Dikalangan ASEAN, Singapura, Malaysia dan Thailand yang telah maju. Indonesia dengan indeks 46 untuk tahun 2011-12 masih termasuk kelompok 50 negara yang ketinggalan.

PENTINGNYA DAYA SAING
Dalam mengama­ti perkembangan ekonomi dunia de­wasa ini didapat ke­san bahwa era glo­balisasi telah berhasil untuk menggerakan proses transfor­masi ekonomi dunia. Yang men­jangkau berbagai bidang ekono­mi penting. Disadari bahwa masih terdapat banyak kelema­hannya yang menimbulkan ke­resahan. Seperti telah digam­barkan oleh Joseph E. Stiglitz dalam bukunya “Globalization and its Discontents”.

Walaupun demikian telah ter­cipta iklim ekonomi dunia yang dinamis, transparan, dan cang­gih. Iklim demikian telah dapat dimanfaatkan oleh negara-neg­ara berkembang. Terutama dari Asia. Kini posisi negara-negara berkembang di ekonomi global semakin mendekati taraf nega­ra-negara yang sudah maju.

Sementara itu telah terwu­jud pula iklim ekonomi glob­al yang serba kompetitif. Yang nampaknya belum pernah dih­adapi dunia sebelumnya sedah­syat sekarang ini. Masalah per­saingan telah menjadi perhatian khusus dari pihak WEF (World Economic Forum). Yang tercer­min dengan jelas, antara lain­nya dalam laporannya terakhir yang sangat mendetail. Berjudul “The Global Competitiveness Re­port, 2011-2012“.

Ada salah satu penilaian WEF yang menarik, yaitu observasin­ya yang berbunyi: “competive­ness has emerged as a new para­digm in economic development”. Observasi tersebut tentunya te­lah membangkitkan kuriositas para pengamat untuk mengeta­hui lebih lanjut tentang arti dan implikasi paradigma ekonomi baru itu.

Sebetulnya masalah persain­gan bukanlah hal yang baru. Te­lah terjadi selama berabad-abad lamanya. Tetapi dengan adan­ya transformasi ekonomi dun­ia yang cukup menggemparkan dan berkembangnya masalah persaingan yang semakin ketat tentunya terbentuk iklim ekono­mi dunia yang berlainan. Se­lain daripada soal persaingan, hal yang dianggap lebih penting lagi bagi negara-negara berkem­bang ialah masalah daya sa­ing. Justru daya saing ekonomi yang cukup kuat yang diperlu­kan oleh negara-negara berkem­bang.

Dengan demikian masalah daya saing merupakan topik yang semakin vital dalam soal-soal pembangunan sehingga timbul pernyataan WEF tentang paradigma baru.

INDEKS SAINGAN GLOBAL
Dengan semakin meningkat­nya unsur saingan (competitive­ness) World Economic Forum telah menerbitkan surveynya yang memuat Global Competi­tive Index (CGI) yang mencak­up 144 negara. Termasuk Indo­nesia.

Dalam Tabel Penyusunan Global Competitve Index (CGI) yang didukung oleh 12 pilar.
Dalam persepsi WEF ke-12 pilar yang menentukan indeks setiap negara. Tidak hanya ber­gantung pada satu faktor saja. Misalnya hanya didukung oleh satu pilar saja, misalnya pilar makro-ekonomi. Masih terdapat berbagai faktor lainnya yang turut menentukan tinggi-rendah­nya indeks persaingan. Seper­ti masalah kesiapan teknologi; kemampuan inovasi; pilar in­frastruktur; efisiensi bidang pe­masaran dan bisnis; pilar pen­didikan dsb.

Menurut tabel terdapat 10 negara yang dianggap telah mencapai indeks yang tertinggi diantara 144 negara. Dari Ero­pa tercatat 6 negara yang ter­masuk daftar tersebut, yaitu Swiss, Finlandia, Swedia, Be­landa, Jerman, dan Inggris. Dari Asia terdapat tiga negara yaitu Singapura dengan indeks ke-2, Hong Kong dan Jepang. di Amerika Utara terdaftar 1 nega­ra yaitu Amerika Serikat. Tidak ada yang berasal dari Amerika Latin atau Afrika.

Asia Timur sebetulnya su­dah termasuk kelompok nega­ra-negara yang telah mencapai laju pertumbuhan tinggi; termasuk negara-negara besar di­lihat dari besarnya PDB; Seka­rang Asia termasuk kelompok dengan Indeks Persaingan yang tertinggi, walaupun baru den­gan masuknya 3 negara. Tidak mengherankan jika dalam wak­tu yang tidak lama China akan termasuk the Big Ten juga. Da­lam mengadakan reforma­si ekonomi di China masalah daya saing mendapatkan tem­pat yang penting.

Dikalangan ASEAN, Singapu­ra, Malaysia dan Thailand yang telah maju. Indonesia dengan indeks 46 untuk tahun 2011-12 masih termasuk kelompok 50 negara yang ketinggalan. Lemahnya daya saing Indo­nesia pada umumnya tercermin dalam berbagai bidang ekonomi. Tetapi juga dibidang non-ekono­mi seperti terjadi sekarang ini dalam bidang olah raga, pen­didikan, kesehatan dsb.

PARADIGMA EKONOMI
Masalah “competitiveness” dinilai oleh WEF sebagai par­adigma baru dalam masalah pembangunan. Apakah ini be­rarti bahwa kekuatan bersa­ing atau daya saing merupak­an unsur penting dalam usaha pembangunan. Setaraf dengan investasi, ekspor dan daya kon­sumsi. Apakah dengan demiki­an daya saing dapat dijadikan engine of growth bagi negara-negara berkembang? Tentunya akan timbul berbagai pendapat tentang masalah-masalah itu.

Ada kemungkinan persep­si WEF memang benar. Bah­wa soal daya saing merupakan paradigma baru dalam ekono­mi pembangunan. Dalam kasus Indonesia misalnya, tidak cuk­up untuk selalu sudah merasa puas dengan tercapainya “eco­nomic growth” yang tinggi. Tan­pa menghiraukan terdapatnya daya saing yang tetap rendah dalam berbagai bidang ekono­mi.

Jika dinilai secara jujur, per­hatian Indonesia sampai seka­rang belum sepenuhnya tertu­ju pada perlunya Peningkatan Daya Saing. Kecenderungnya terbatas pada usaha mende­teksi masalah-masalahnya se­cara umum. Tanpa menentu­kan dengan jelas solusinya yang terbaik. Serta tanpa mengambil tindakan-tindakan efektif dan tuntas yang diperlukan.

Dibawah ini adalah be­berapa pointers secara sepin­tas, yang merupakan pandangan sementara. Kare­na sama sekali belum didukung dengan usaha untuk mempela­jari masalah-masalahnya yang cukup rumit. Beberapa pointers untuk diperhatikan:

• Dengan adanya kesadaran dari pihak pemerintahan, Kadin dan para akademi­si tentang lemahnya daya sa­ing Indonesia, merupakan perkembangan yang positif;
• Tentunya sekarang diharap­kan dapat diikuti dengan usaha penyusunan strategi dan road-map-nya. Yang lebih komprehensif dan efektif dan yang akan pasti dilaksanakan;
• Peningkatan Daya Saing Indonesia sudah sangat diperlukan dengan banyaknya FTA (Free Trade Agreements) yang akan atau sedang dilaksanakan yang akan membawakan arus impor yang deras; ditambah lagi dengan berlakunya MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015);
• Dalam adanya persaingan yang berat sebaiknya tidak diadakan tindakan-tindakan yang bersifat proteksionis yang berlebihan. Karena akan mengakibatkan tindakan balasan; dan dapat menimbulkan perang dagang yang tidak konstruktif;
• Peluang untuk meningkatkan daya saing masih cukup luas; dibidang trade in merchandise Indonesia dewasa ini masih lemah tetapi pasti akan tumbuh proses revitalisasi; mungkin dalam bidang trade in services potensi Indonesia lebih kuat; bidang ini sangat luas dan potensial tanpa memerlukan modal yang besar dan bersifat labor intensive;
• Sudah waktunya untuk mendorong berkembangnya industri kreatif yang sedang dipelopori oleh pemerintah. Dari 14 macam industri mungkin baru 3 atau 4 yang sudah maju, termasuk bidang desain, industri makanan (food industry), industri kerajinan (dan mungkin bidang perfilman);
• Dalam bidang pariwisata posisi Indonesia cukup kuat. Peluangnya juga masih besar untuk mencapai taraf yang optimal. Melalui bidang ini Indonesia dapat memperlihatkan dengan nyata bahwa daya saing Indonesia dapat diandalkan. Tentunya akan dipelajari bidang-bidang apa yang dapat mening­katkan daya saing Indonesia;
• Ada baiknya untuk diada­kan kerjasama dengan WEF (World Economic Forum), dan dengan negara-negara yang sudah maju: Singapu­ra, Swiss, Belanda, Finlandia, dsb. untuk merancang strate­gi dan road-map Indonesia termasuk sistem pelaksan­aanya;
• Tugas pelaksanaan Peningka­tan Daya Saing akan memer­lukan: peningkatan modal dibidang-bidang yang memer­lukan; sangat perlunya per­tumbuhan para ahli diber­bagai bidang; tersedianya banyak fasilitas pendidikan yang berfokus pada pening­katan daya saing; hubungan kerja-sama teknik dengan berbagai negara, WEF, ADB (Asian Development Bank) dan Bank Dunia.

Sudah sangat jelas bidang-bidang apa yang merupakan kelemahan daya saing Indo­nesia. Dalam bidang tersebut juga sudah diketahui segi-se­gi apa yang paling buruk. Dan apa yang merupakan pengha­langnya.

Jadi apalagi yang diperlukan selain dari adanya action yang efektif yang didasarkan pada kemauan politik (political will) yang teguh. Menurut para pe­juang kemerdekaan, daya juang Indonesia sudah sangat me­lemah. Jangan sampai daya sa­ing pun akan melemah juga.

Kesimpulan: 
Sudah waktu­nya masalah peningkatan daya saing mendapatkan perhatian yang sebesar-besarnya dari para stake-holders yang didukung sepenuhnya oleh masyarakat. 

Agar dengan meningkatkan daya saing, Indonesia dapat mencapai “sustained economic growth” dan mempertahankan posisi Indonesia yang sudah cu­kup solid dalam perkembangan dan kerjasama ekonomi glob­al. (*)
Penulis : Atmono Suryo
Comments
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...