WELCOME TO CONSUMEDIA INDONESIA BLOGSITE


Selasa, 29 Januari 2013

Penjualan Mi Instan Diproyeksi Tumbuh 8%

Menurut Kementerian Perindustrian dan asosiasi industri, volume penjualan mi instan di Indonesia diproyeksi tumbuh 8%-10% pada 2013 menjadi 17,8-18,1 miliar bungkus dibanding 2012 sebesar 16,5 miliar bungkus. Dengan demikian, volume penjualan mi instan di Indonesia merupakan yang terbesar kedua di dunia setelah Cina.
  
“Pertumbuhan volume penjualan mi instan ditopang kenaikan pendapatan per kapita serta pertumbuhan jumlah penduduk,” ujar Faiz Ahmad, Direktur Industri Makanan Kementerian Perindustrian.

Menurut Faiz, pertumbuhan volume penjualan mi instan cenderung stabil dalam tiga tahun terakhir. Mi instan yang dapat menjadi substitusi beras juga tumbuh penjualannya seiring pola konsumsi di masyarakat kaum urban yang memilih kepraktisan.

Sementara Asosiasi Asosiasi Roti, Biskuit, dan Mi Instan (Arobim) memproyeksi volume penjualan mi instan di Indonesia tahun ini tumbuh 10%, lebih tinggi dari prediksi Kementerian Perindustrian. Menurut asosiasi industri, volume penjualan mi instan di Indonesia pada 2013 mencapai 18,1 miliar bungkus, naik 10% dibanding 2012. Target itu mengacu pada pertumbuhan rata-rata per tahun.

“Kenaikan volume penjualan ditopang pertumbuhan permintaan,” kata Sribugo Suratmo, Ketua Umum Arobim. Sribugo menilai tren penggunaan mi instan sebagai jajanan di sejumlah sekolah juga ikut mendorong penjualan mi instan.
Sementara untuk masyarakat di perdesaan, mi instan digunakan sebagai pengganti nasi, khususnya di beberapa wilayah yang mengalami gagal panen beras tahun ini akibat banjir. Pasar mi instan di Indonesia menduduki posisi kedua terbesar di dunia setelah Cina, menurut data World Instan Noodles Association (WINA).

Pasar mi instan di Indonesia pada 2010 mencapai 14,4 miliar bungkus (bags/cups) dan diperkirakan naik 10% per tahun, di bawah Cina sebesar 42,3 miliar bungkus.

Adhi Siswaja Lukman, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi), mengatakan tingginya tingkat konsumsi mi instan di Indonesia karena terdapat pergeseran konsumsi makanan masyarakat dari beras ke mi instan.

“Pertumbuhan konsumsi mi instan rata-rata per tahun sekitar 10%-15%, kalau beras cenderung stabil,” ujarnya. Menurut dia, pertumbuhan konsumsi mi instan lebih tinggi dibanding beras karena masyarakat menganggap mi instan lebih praktis, terjangkau, terjamin ketersediaannya serta rasanya yang dapat diterima oleh masyarakat Indonesia.

Tantangan 2013
Faiz menambahkan meski volume penjualan mi instan di perkirakan tumbuh secara stabil, produsen akan menghadapi kenaikan biaya produksi yang bisa menghambat laju pertumbuhan. Biaya produksi mi instan di per kirakan naik 10%-15% tahun ini seiring peningkatan upah pekerja, tarif listrik, dan harga gas.

“Faktor kenaikan biaya produksi akan mendorong harga jual naik sekitar 10%,” ujarnya. Selain kenaikan biaya produksi, produsen mi instan akan menghadapi fluktuasi harga bahan baku mengingat harga komoditi pangan cenderung naik seiring cuaca ekstrem yang menghambat distribusi dan transportasi. “Kenaikan biaya produksi dan ancaman cuaca bisa menghambat ekspansi dan investasi baru di sektor ini,” tuturnya.

Dua perusahaan mi instan skala besar berencana melakukan ekspansi tahun ini. PT Indofood CBP Sukses Makmur melakukan ekspansi untuk menambah kapasitas produksi mi instan.

Werianty Setiawan, Direktur Indofood CBP, sebelumnya mengatakan perseroan berencana melakukan ekspansi dengan membangun pabrik mi instan di Jakarta untuk mengkonsolidasikan dua pabrik yang sudah eksis di daerah itu. Selain di Jakarta, pembangunan pabrik mi instan juga dilakukan di Palembang dan Semarang.

Pembangunan tiga pabrik mi instan itu diperkirakan membutuhkan investasi sebesar Rp 700 miliar. Selain Indofood CBP, Wings Group juga berencana melakukan penambahan kapasitas produksi mi instan.(dbs)
Comments
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...