Produsen makanan dan minuman diperkirakan merugi hingga Rp 300 miliar  per hari akibat banjir yang melanda Jakarta. Banjir telah menyebabkan  distribusi makanan dan minuman menjadi terhambat sehingga berpotensi  menurunkan penjualan produsen makanan dan minuman.
 
"Asumsinya, nilai transaksi makanan dan minuman di Indonesia mencapai  Rp 2 triliun per hari, dan 30% di antaranya merupakan transaksi di  wilayah Jakarta dan sekitarnya," ujar Adhi Siswaja Lukman, Ketua Umum  GAPMMI kepada wartawan. 
Dia menilai, banjir yang terjadi dalam sepekan terakhir telah  melumpuhkan separuh jalur distribusi makanan dan minuman di Jakarta.
Produsen makanan dan minuman segar menjadi pihak yang paling  terdampak dengan adanya banjir di Jakarta. "Itu karena produk mereka  daya tahannya lebih cepat daripada produk kemasan," jelas Adhi.
Sementara produsen produk makanan dan minuman dalam kemasan cenderung  tidak mengalami kerugian signifikan. "Daya tahan produk kemasan  rata-rata bisa mencapai setahun, jadi lebih tahan lama," kata Adhi.
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Provinsi DKI Jakarta menyatakan  sekitar 300 pabrik di kawasan industri Pulogadung, Jakarta Timur,  berhenti berproduksi pada Kamis pekan lalu. Dengan adanya penghentian  operasi, kerugian per hari ditaksir sebesar Rp 1,5 miliar.
"Kawasan Industri Pulogadung terendam banjir dengan ketinggian  sekitar 20 cm hingga satu meter," kata Sarman Simanjorang, Wakil  Ketua Umum Kadin Provinsi DKI Jakarta. Namun, hingga saat ini belum ada  konfirmasi langsung dari pengusaha karena jalur komunikasi dan aliran  listrik di wilayah itu mati.
Banjir yang melanda Ibukota akibat hujan terus-menerus sejak beberapa  hari dan puncaknya Kamis (17/1) siang telah mengakibatkan sejumlah  akses jalan terhambat. Kawasan industri Pulogadung termasuk yang terkena  dampak parah.
Meski distribusi terganggu, asosiasi menilai hal itu tidak  menjadikan harga jual makanan dan minuman, khususnya produk kemasan  menjadi naik. Dampak banjir pekan lalu lebih kepada tertundanya pasokan.
Kenaikan Harga Jual Produk 
Adhi menilai kenaikan harga jual awal tahun ini sebesar 10%-15% lebih  disebabkan naiknya biaya produksi makanan dan minuman. "Harga jual pada  tahun ini telah naik 10%-15%, untk menjaga margin kotor dan margin  bersih produsen," kata Adhi.
Biaya produksi makanan dan minuman pada tahun ini naik hingga 15%  sejak kuartal I 2013, sebagai dampak kenaikan upah buruh dan kenaikan  tarif energi, yang menjadikan biaya produksi meningkat 11%. Dalam  struktur biaya produksi, upah buruh berkontribusi 10%-15% terhadap biaya  produksi makanan dan minuman, sementara biaya pemakaian energi  berkontribusi 7,5%-10%.
PT Nippon Indosari Corpindo Tbk dan PT Ultrajaya Milk Industry  and Trading Company Tbk  telah menaikkan harga jual di tahun lalu untuk mengimbangi peningkatan  biaya produksi.
"Kenaikan volume seiring pertumbuhan permintaan pasar di 2013," ujar  Yenni Husodo, Direktur Nippon Indosari. Peningkatan penjualan juga  seiring ekspansi yang dilakukan perseroan.(dbs)
