WELCOME TO CONSUMEDIA INDONESIA BLOGSITE


Sabtu, 16 Februari 2013

Lima Hal dari Peritel Indonesia Yang Perlu Dicermati

Tingginya kebutuhan pasar dan besarnya permintaan konsumen di Indonesia, menjadikan bisnis ritel di negara kita tumbuhcukup pesat. 

Tak hanya para peritel besar seperti Carrefour dan Lotte Mart yang kini menguasai pasar Indonesia, sekarang banyak pelaku bisnis ritel lokal, sebut saja; Indomart, Alfamart, Yogya Toserba, dsb, mulai bermunculan meramaikan kompetisi di sektor itu.

Tentu kondisi ini cukup mempersulit para pelaku usaha ritel domestik. Apalagi munculnya kebijakan pemerintah mengenai kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) dan upah minimum karyawan turut meningkatkan biaya operasional produksi setiap bulannya. Sehingga tidak heran bila sekarang ini banyak pengusaha ritel yang lebih memilih tidak menargetkan untuk membuka gerai baru memasuki awal tahun 2013 ini.

Bolehlah, secara kuantitas gerai Indonesia sudah sangat menjamur hingga ke daerah terpencil, tetapi beberapa pengamat mengatakan terdapat beberapa kelemahan yang perlu dicermati dalam hal menjajakan produk-produk milik para prinsipal. Berikut hal-hal yang perlu dicermati dari para peritel yang dapat menghambat kinerja produk-produk consumer goods.

Cenderung membidik semua kelas
Sebagian besar peritel membesarkan usahanya seperti menjalankan sebuah warung kelontong. Mereka hanya berpikir untuk mencari produk sebanyak-banyaknya dan menawarkannya kepada masyarakat luas. Padahal, sebagai pelaku usaha ritel perlu menentukan prioritas pelanggan yang hendak dibidik. Hal ini penting agar kedepannya perusahaan tersebut bisa secara spesifik menentukan jenis, jumlah, dan harga produk, yang sesuai dengan segmentasi pasar yang akan disasar.

Mengesampingkan pemilihan brand
Dalam menjalankan sebuah usaha, pemilihan brand atau nama perusahaan tentunya memegang peranan penting untuk meyakinkan calon konsumen. Namun sayangnya, sampai hari ini para pelaku usaha ritel tampaknya masih menggunakan nama tokonya yang ala kadarnya, seperti misalnya Sadiman Swalayan, Warung Serba Ada, Kurma Toserba, dan lain sebagainya. 

Tentu hal ini perlu upaya yang lebih kreatif dalam pemberian nama gerai, karena pada dasarnya brand yang digunakan menggambarkan identitas bisnis dan kedepannya akan disesuaikan dengan logo perusahaan, konsep toko, desain interior, serta menjadi aset yang bernilai tinggi, bukan hanya alat pembeda.

Terjebak perang harga
Ini yang krusial, banyak peritel yang mengunggulkan harga murah untuk menarik minat konsumen. Meskipun cara ini cukup ampuh, namun bila ada kompetitor lain yang menawarkan harga lebih murah maka tidak menutup kemungkinan bila konsumen akan pindah ke toko pesaing. 

Mengingat sekarang ini konsumen sudah cukup cerdas, tidak hanya harga murah saja yang mereka incar namun juga kualitas produk dan pelayanan yang diberikan para pelaku bisnis retail.

Kurang kreatif untuk menjemput konsumen
Meskipun konsep awal bisnis ritel berupa toko konvensional, namun harusnya tidak boleh tinggal diam dan menunggu para pelanggan datang. Menghadapi persaingan pasar yang semakin ketat, tentunya harus lebih kreatif untuk menjemput calon konsumen. 

Salah satunya saja dengan membuat website ritel online yang siap memberikan layanan delivery order untuk memanjakan para konsumen. Konsep seperti ini sekarang mulai dicari kalangan masyarakat yang tinggal di beberapa kota besar.

Lemah di manajemen
Terkadang tak hanya masalah pemasaran saja yang membuat sebuah perusahaan ritel gulung tikar. Lemahnya kontrol manajemen juga menjadi salah satu permasalahan yang sering dihadapi para pelaku usaha. Karena itu harusnya peritel lebih jeli dalam memperhitungkan persediaan barang, mendata semua barang dengan baik dan menggunakan aplikasi penunjang untuk mengontrol seluruh arus penjualan.

Mengingat persaingan bisnis ritel di tahun 2013 semakin ketat, tidak ada salahnya bila memperhatikan lima hal di atas untuk menjaga eksistensi produk-produk kita.(dbs)
Comments
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...