WELCOME TO CONSUMEDIA INDONESIA BLOGSITE


Kamis, 31 Januari 2013

Indofood Tawarkan Dana Riset Bidang Pangan

PT Indofood Sukses Makmur Tbk (Indofood) kembali meluncurkan program bantuan dana penelitian bagi peneliti, mahasiswa dan dosen di bidang pangan lewat "Indofood Riset Nugraha" (IRN) periode 2013-2014.

"Kami ingin terus menumbuhkan dan membudayakan antusiasme riset di bidang pangan dari berbagai disiplin ilmu. Itu sebagai wujud kepedulian kami untuk kemajuan pangan di Indonesia," ujar Direktur Indofood Franciscus Welirang di Jakarta, Kamis. 

Ketahanan pangan nasional, kata dia, menjadi persoalan penting yang membutuhkan perhatian bersama baik pemerintah, kalangan industri dan masyarakat. "14 tahun ketahanan pangan semakin kompleks," katanya. 

Franciscus yang akrab disapa Franky itu menambahkan apa yang dilakukan Indofood adalah untuk menghargai para peneliti. Selama ini, sambung dia, para peneliti kurang dihargai pemerintah.

Tema IRN untuk periode kali ini adalah "Penganekaragaman Pangan Melalui Pemanfaatan Aneka Tepung Komposit Dengan Memaksimalkan Komoditas Lokal". Sedangkan topik penelitian IRN dibagi dalam empat bidang penelitian yakni bidang teknologi pangan dan gizi masyarakat, bidang sosial, ekonomi, budaya, bidang budidaya pertanian dan bidang peternakan.
 

Adapun 10 komoditi yang menjadi fokus penelitian adalah gandum, jagung, ubi jalar, pisang, singkong, kelapa sawit, garut, kentang, kedelai, dan susu beserta turunannya.

Ketua Program IRN Suaimi Suriady mengatakan program tersebut telah berlangsung sejak tujuh tahun terakhir dan penyesuaian. 

"Kami akan berupaya menjadikan program ini tidak sekadar progam bantuan, tapi hasil penelitiannya mampu dikembangkan dan memberikan kontribusi positif bagi pembangunan ketahan dan penganekaragaman pangan bangsa Indonesia," ujar Suaimi. 

Bagi mahasiswa dan peneliti yang tertarik mengikuti IRN dapat mengirimkan proposal penelitian yang ditujukan kepada panitian IRN paling lambat 16 April 2013. 

Persyaratan lain adalah proposal penelitian harus dalam rangka menyelesaikan tugas akhir, melampirkan transkrip nilai terakhir, jangka waktu penelitian satu tahun, menyertakan riwayat hidup lengkap mahasiswa dan dosen pembimbing serta penelitian dilakukan di Indonesia.

------------------------------------------------------------------------

2014: Pertumbuhan Ekonomi Ditargetkan 6,8%-7,2%

Pemerintah masih fokus dengan target pertumbuhan ekonomi yang dirancang dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2014 sebesar 6,8%-7,2%. Armida Salsiah Alisjahbana, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, menyatakan masih cukup optimistis melihat proyeksi perbaikan ekonomi dunia.

Menurut Armida, target pertumbuhan ekonomi 2014 yang difokuskan ituuntuk  mencapai program yang telah dibuat dalam RPJMN 2010-2014. Target tersebut saat ini tercatat baru tercapai sebesar 63%, sedangkan program yang masih tertunda atau kuning sebesar 25% dan belum dilaksanakan atau merah 12%.


"Intinya pada 2014 kita ingin mencapai sasaran RPJMN 2010-2014 yang masih kuning menjadi hijau dan yang merah menjadi kuning, sedangkan untuk target pertumbuhan ekonomi kita masih sesuai 6,8%-7,2% dan tentunya dengan usaha keras serta melihat perbaikan ekonomi dunia," ungkapnya.


Dia menambahkan, semua target optimistis bisa dicapai, sehingga hal ini menjadi pendorong pemerintah menghadapi kondisi ekonomi yang penuh ketidakpastian.

 
Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengingatkan RKP 2014 yang disusun oleh Menteri Koordinator Perekonomian, Menteri Keuangan dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional harus dengan perencanaan yang benar-benar tepat dan asumsi yang dibuat harus sesuai dengan situasi negara yang sangat dinamis.


Selain itu, presiden juga mengingatkan penyusunan RKP 2014 perlu memasukkan rekomendasi dari Komite Ekonomi Nasional (KEN) yang telah disampaikan temasuk dalam upaya menjaga keseimbangan fiskal. " Masukan dari KEN sudah jelas dan termasuk prioritas yang akan kita indahkan. Dan yang penting dapat tercapai, sehingga yang bagus itu adalah perencanaan yang sederhana," tuturnya.


David Sumual, Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), mengatakan dalam menyusun RKP 2014  pemerintah seharusnya melihat berbagai kondisi dalam negeri yang kemungkinan dapat terjadi dan mempengaruhi kondisi ekonomi salah satunya adalah potensi meningkatnya konsumsi masyarakat karena mulai masuknya masa pemilihan umum.


Selain itu, berbagai kontribusi ekonomi lainnya seperti peningkatan pembangunan infrastruktur kemungkinan akan mengalami hambatan karena tidak fokusnya instansi vital di bidang ekonomi karena kegaduhan politik. Dengan demikian, kinerja ekonomi secara umum bisa dipastikan kurang optimal dan dikhawatirkan banyak yang terbengkalai.


David melihat tahun 2014 dari sisi eksternal ekonomi global akan mengalami perbaikan yang cukup baik dibandingkan tahun 2012 dan 2013, hanya saja beberapa negara masih menahan suku bunga acuannya sehingga potensi investasi ke Indonesia diperkirakan masih cukup besar.

"Kalau melihat tahun ini kita hanya perkirakan tumbuh sebesar 6,5%, sedangkan tahun 2014 kami proyeksi maksimum ada di level 6,8%. Kontribusinya adalah konsumsi yang cukup lumayan karena pemilu, investasi karena international rate masih ditahan dan inflasi diperkirakan masih stabil di tengah ekonomi dunia yang membaik," katanya.

Food Safety Menyulitkan Ekspor Makanan Indonesia

Kebijakan terkait pengamanan produk makanan (food safety) di sejumlah negara tujuan ekspor dinilai akan mempersulit ekspor makanan Indonesia tahun ini, menurut asosiasi industri. Peraturan food safety diterapkan pemerintah sejumlah negara di Afrika dan Amerika Latin.


"Bea masuk ke negara-negara itu masih cukup tinggi, antara 20%-30%, bahkan ada yang mencapai 40%," ujar Adhi Siswaja Lukman, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi). Kebijakan food safety menjadikan produsen makanan lokal sulit untuk mengembangkan ekspor ke negara-negara yang potensial menjadi pasar baru ekspor.



Karena adanya peraturan itu di sejumlah negara, produsen makanan dan minuman harus puas bermain di pasar dalam negeri. "Selain itu, akibatnya neraca perdagangan Indonesia, khususnya perdagangan pangan masih terus defisit karena dibebani oleh impor," tutur Adhi.

Dia menambahkan pasar ekspor makanan bisa dimanfaatkan untuk keuntungan bagi industri dalam negeri, karena pertumbuhan penduduk global yang mencapai sekitar 1,5% per tahun. "Itu pasar yang cukup besar karena setiap tahun bertambah orang yang membutuhkan pangan," ujar dia.

Peraturan terkait pengamanan produk makanan diperkirakan akan menyulitkan ekspor sejumlah produsen makanan. Dua produsen makanan, yakni PT Mayora Indah dan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk, mencatatkan porsi penjualan ekspor yang cukup tinggi.

PT Mayora Indah mencatat penjualan ekspor tumbuh rata-rata 94,8% compounded annual growth rate (CAGR) pada periode 2007-2011. Pada 2007 nilai penjualan ekspor Mayora hanya Rp 281 miliar, sementara pada 2011 nilainya meningkat hingga mencapai Rp 3,33 triliun.

Peningkatan penjualan ekspor juga mendorong kenaikan kontribusi ekspor terhadap penjualan konsolidasi, dari hanya 8,2% pada 2007 menjadi 35,2% pada 2011. Pada sembilan bulan 2012 kontribusi pasar ekspor tercatat sebesar 33,3%. Mayora menargetkan penjualan ekspor tahun lalu mencapai Rp 4,12 triliun, tumbuh 25% dibanding 2011, menurut eksekutif perusahaan. 

Pertumbuhan penjualan ekspor akan didorong peningkatan permintaan di pasar ekspor potensial, seperti Asia, ASEAN, dan Timur Tengah. "Target pertumbuhan penjualan ekspor perusahaan tahun ini sebesar 25%," kata Yuni Gunawan, Sekretaris Perusahaan Mayora Indah.

Menurut dia, mayoritas ekspor Mayora Indah ditujukan ke pasar di ASEAN, Asia, dan Timur Tengah sehingga tidak terkena dampak krisis Eropa. "Tahun ini kami masih mengandalkan produk Kopiko dan Torabika untuk pasar ekspor," ujar Yuni.

Perseroan berekspansi di pasar ekspor dengan memperluas penetrasi pasar ke Timur Tengah dan Afrika, menurut direksi perseroan. Strategi ekspansi itu dilakukan untuk menopang target pertumbuhan ekspor perseroan tahun ini.

"Untuk meningkatkan ekspor, sejak awal tahun ini kami telah berekspansi ke negara Timur Tengah dan Afrika," ujar Tony Sumantri, Direktur Penjualan Mayora.

Menurut dia, perusahaan mulai mengekspor produk ke Nigeria sejak awal tahun ini hingga sekarang. Antusias masyarakat di wilayah Afrika Barat itu cukup tinggi dalam mengkonsumsi kopi. "Produk Kopiko kami cukup kuat dan dikenal di sana sebagai produk permen kopi pertama di dunia," ujar Toni.

Indofood CBP Sukses Makmur, pesaing Mayora di segmen makanan ringan, mencatat penjualan ekspor sebesar Rp 1,44 triliun hingga kuartal III 2012, meningkat 18% dibanding periode yang sama tahun lalu Rp 1,22 triliun. "Arab Saudi menjadi kontributor penjualan terbesar, yakni Rp 398 miliar," ujar Anthoni Salim, Direktur Utama Indofood CBP dalam keterangan tertulisnya.

Selain ke Arab Saudi, Indofood CBP juga mengekspor produknya ke sejumlah negara, antara lain Nigeria, Thailand, dan Vietnam. Meski penjualan ekspor bertumbuh, perseroan masih mengandalkan pasar dalam negeri sebagai pasar utama produk perseroan.

Harga saham Mayora Indah pada penutupan perdagangan Rabu turun 50 poin (0,25%) menjadi Rp 20.250 dibanding sehari sebelumnya. Harga saham Indofood CBP juga turun 50 poin (0,6%) menjadi Rp 8.000.(dbs)

Optimisme Konsumen Indonesia Lampaui China

Menurut survei Credit Suisse, Tingkat Optimisme dan Kepercayaan konsumen di Indonesia pada 2013 melampaui konsumen China, dan menjadi yang tertinggi kedua, setelah Brasil. Tingginya tingkat optimisme dan kepercayaan konsumen di Indonesia ditopang kenaikan pendapatan serta tingkat inflasi pangan yang rendah.

Vice President Equity Research PT Credit Suisse Securities Indonesia, Ella Nusantoro, "Tingginya tingkat optimisme dan kepercayaan konsumen itu tampak dari ekspektasi kenaikan pendapatan per kapita di Indonesia."

Menurut hasil survei itu, 40% total responden di Indonesia memperkirakan pendapatannya naik di atas 10% tahun ini, 57% responden berekspektasi pendapatannya flat hingga naik 10%, dan hanya 3% responden yang memproyeksikan pendapatannya turun hingga flat


Sementara di China, 55% responden memperkirakan pendapatannya turun hingga flat, 17% responden berekspektasi pendapatannya flat hingga naik 10%, dan 27% responden memproyeksikan pendapatannya naik di atas 10%.

Kondisi serupa di China juga terjadi di India. Sebanyak 54% responden di India berekspektasi pendapatannya turun hingga flat, 18% responden memperkirakan pendapatannya flat hingga naik 10%, dan 27% responden memproyeksikan pendapatannya naik di atas 10%. "Ekspektasi yang terjadi di China dan India dipengaruhi dampak negatif krisis global," ujarnya.

Credit Suisse mensurvei 14.000 konsumen di delapan negara emerging economy, yakni Brasil, Indonesia, China, India, Arab Saudi, Afrika Selatan, Rusia, dan Turki. Di Indonesia, survei dilakukan terhadap 1.500 konsumen.

Meski peningkatan optimisme terjadi secara umum di Indonesia, peningkatan ini lebih terlihat pada konsumen dengan pendapatan rendah dan sedang, sedangkan konsumen yang memiliki pendapatan tinggi kurang positif. Hal itu terjadi karena pengaruh kenaikan upah minimum regional (UMR) sebesar 10% rata-rata di seluruh provinsi di Indonesia.

Kenaikan upah pekerja digabungkan dengan tingkat inflasi pangan yang rendah telah mendorong kenaikan substansial dalam kebijakan belanja konsumen. Belanja makanan masih mendapat porsi terbesar sekitar 28% dari total belanja konsumen Indonesia, diikuti tabungan 11%, produk kesehatan 7%, pendidikan 6%, produk rumah tangga dan perawatan pribadi 5%, dan liburan 3%.

Namun, belanja produk sandang (fashion) diperkirakan tumbuh paling tinggi, sebesar 15% tahun ini, diikuti belanja liburan 15%. Belanja produk discretionary seperti produk kesehatan, otomotif, kosmetik, dan teknologi serta smartphone juga akan meningkat.

Karim Salamatian, Head of Non-Japan Asia Consumer Equity Research Credit Suisse, menambahkan seiring tingginya ekspektasi tingkat optimisme dan kepercayaan konsumen di Indonesia, akan terjadi perang merek (brand war) antara merek lokal dan merek asing untuk menguasai pasar. "Itu akan mendorong merek untuk meningkatkan promosi dan iklan secara konvensional maupun digital," ujarnya.

Berdasarkan survei tersebut, responden di Indonesia lebih memilih merek asing untuk produk discretionary, sementara merek lokal disukai untuk produk essentials seperti fashion, produk kulit dan sepatu, serta parfum.

Tingginya tingkat konsumsi di Indonesia juga ditopang besarnya jumlah konsumen kelas menengah. Menurut laporan The McKinsey Global Institute yang berjudul "The Archipelago Economy: Unleashing Indonesia's Potential", Indonesia saat ini merupakan ekonomi terbesar ke-16 di dunia yang ditopang 45 juta jiwa konsumen kelas menengah.

Di 2020, konsumen kelas menengah diperkirakan mencapai 85 juta jiwa dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional 5%-6% per tahun. Besarnya jumlah konsumen kelas menengah juga mendorong tingginya tingkat penjualan barang konsumsi harian.

Lembaga riset Nielsen Indonesia menyebutkan penjualan 43 barang konsumsi sehari-hari atau fast moving consumer goods (FMCG) di Indonesia tumbuh double digit. Pada 2011, Nielsen Indonesia memperkirakan penjualan 43 barang konsumsi sehari-hari mencapai Rp 136 triliun, tumbuh 13% dari 2010. (dbs)

Masuk dan Menaklukkan Pasar US$ 10 Triliun

Banyak sudah buku yang ditulis mengenai pasar Cina dan India, tetapi belum pernah ada yang meneliti besarnya pasar itu di masa depan. 

Belum ada pula yang menulis mengenai harapan, impian dan ambisi konsumen kedua negara itu, serta memberikan gambaran secara lengkap dari sisi perkotaan, perdesaan, yang kaya, yang miskin dan kelas menengah.

Buku ini mengkalkulasi besarnya pasar tersebut, menguraikan insight tentang hati, pikiran dan aspirasi konsumen di kedua negara dengan jumlah penduduk gabungan 2,5 miliar jiwa, lalu menunjukkan bagaimana perusahaan dapat menaklukkan kesempatan besar itu di Cina, India dan negara asal.


Riset BCG menemukan bahwa pada 2020, jumlah konsumen kelas menengah Cina dan India akan mencapai sekitar 1 miliar orang. 

Pengeluaran konsumen akan mencapai US$ 6,2 triliun di Cina dan US$ 3,6 triliun di India setiap tahun. Berarti, jumlah kedua pasar tersebut apabila digabung akan mencapai US$ 10 triliun! 

Perusahaan Cina juga akan semakin mendominasi perekonomian dunia. Bila tahun 2000, hanya 8 perusahaan Cina dan satu perusahaan India yang masuk di Fortune 500, jumlah tersebut telah naik menjadi 46 perusahaan Cina dan 6 perusahaan India di 2010. Tahun 2001, Cina hanya memiliki satu miliarder dan India empat miliarder, jumlah tersebut telah menjadi 115 di Cina dan 55 di India tahun 2012.

Survei BCG terhadap 24 ribu konsumen global menemukan, konsumen di Cina dan India memiliki sejumlah persamaan: berasal dari keluarga yang sederhana; berjuang keras menciptakan kehidupan yang lebih baik bagi diri dan keluarganya; memiliki impian yang spesifik akan kehidupan yang lebih baik yakni rumah, mobil, travel, kesehatan dan pendidikan; serta yakin akan mencapai impian mereka. Singkat kata, konsumen Cina sangat optimistis akan kehidupan mereka.

Di sinilah kunci untuk menangkap konsumen Cina dan India. Perhatikan rasa optimisme mereka dan fokus pada 6 emosi mereka, yaitu: 

(1) bantu mereka memenuhi impiannya; 
(2) bantu mereka menjadi “yang tahu”; 
(3) bantu mereka mendapatkan lebih dengan lebih sedikit (3) (3) pengeluaran; 
(4) sadari kalau kebanyakan dari mereka pernah (3) (3) (3 (3) (3)) mengalami kesulitan keuangan; 
(5) dapatkan loyalitas mereka dengan membantu kemajuan (3)  dan kesehatan anak-anaknya; dan 
(6) dengarkan mereka.

Tentu saja, akan terdapat berbagai kelas sosial konsumen dan setiap kelas sosial di Cina dan India ini membutuhkan perlakuan tertentu untuk memenangkan mereka.

Kelas superkaya membutuhkan koneksi emosi dengan merek, menginginkan perlakuan dan pengalaman yang eksklusif, serta privilese dalam proses pembelian.

Kelas menengah membutuhkan produk yang menawarkan keuntungan teknis, fungsional, emosional dan aspirasional. Sementara itu, kelas bawah membutuhkan produk yang fit to constraint yaitu produk yang tidak mahal dan dalam ukuran kecil. Patut dicatat bahwa kelas bawah ini juga akan menawarkan keuntungan sangat besar karena jumlah populasinya luar biasa besar.

Segmen wanita di Cina dan India menginginkan trifekta, yaitu keluarga yang bahagia, pendapatan yang meningkat, stabil, dan kesehatan yang baik.

Dalam hal perilaku pembelian, konsumen di Cina dan India juga akan melakukan trading up dengan membeli barang yang lebih baik dan lebih mahal.

Barang elektronik, pakaian dan dekorasi rumah adalah kategori atas untuk trading up. Golongan superkaya ini juga akan melakukan trading up dalam produk mobil dan arloji mewah. Di Cina dan India, semua trading up dimotivasi oleh merek.

Karena konsumen Cina dan India memiliki karakter tersendiri, sejumlah perusahaan menerapkan strategi dan taktik tersendiri untuk pasar tersebut. Godrej Group India, misalnya, memacu pertumbuhan bisnisnya dengan membuat kulkas chotukool(kecil dingin) untuk memenuhi segmen 70% penduduk India yang tidak memiliki kulkas. 

next page  |

------------------------------------------------------------------------ 

Masuk dan Menaklukkan Pasar US$ 10 Triliun (2)

Berbeda dari kulkas sebagaimana biasanya, kulkas chotukool berukuran sangat kecil dan tidak memiliki kompresor. Inovasi disruptif ini dilakukan karena rumah-rumah segmen bawah di India sangat kecil, padat dan tidak memiliki pasokan listrik yang stabil. 

Perusahaan asing yang sukses di Cina juga mengubah model bisnisnya untuk beradaptasi dengan pasar setempat. Restoran KFC di Cina misalnya lebih luas daripada tipikal restoran KFC di Amerika Serikat, memiliki playground buat anak kecil dan menghidangkan makanan Cina, misalnya Cantonese eggtart dan sup. Bukan hanya itu, KFC Cina pun siap mengadakan pesta ulang tahun buat anak kecil.

Oreo juga sukses besar di Cina dengan mengubah produknya untuk beradaptasi dengan pasar Cina. Kraft memformulasi ulang Oreo untuk pasar Cina dengan mengurangi kandungan gulanya dan meluncurkan rasa khas seperti green tea. Kemasan dan harganya pun disesuaikan dengan daya beli masyarakat Cina. 


Bila di AS dijual dalam kemasan besar dengan harga sekitar US$ 0,72, Oreo Cina dijual dalam kemasan kecil seharga US$ 0,29. Seusai mengakuisisi Cadbury, Kraft juga berhasil menumbuhkan pasarnya di India sebesar 40% dengan insightyang sangat sederhana: menyediakan kulkas sehingga cokelatnya tidak gampang meleleh di tengah panasnya India.

Bagian ketiga buku ini membeberkan lima konsep dan pelajaran untuk semua bisnis di semua negara sebagai implikasi dari naiknya pasar Cina dan India.
Yang pertama adalah paisa vasool, bahasa India yang berarti money’s worth. Kebanyakan konsumen India dan Cina memiliki memori, serta pernah mengalami kemiskinan dan kesulitan. 

Pasar di Cina di masa lalu diwarnai dengan tawar-menawar dan rasa skeptis. Aplikasinya, produk yang dijual di Cina harus memiliki harga yang tepat (atau memiliki beberapa titik harga), dijual dalam kemasan kecil, serta mengomunikasikan dan mendemokan nilai produk itu dengan cara yang meyakinkan.

Yang kedua, efek bumerang. Naiknya kelas menengah dan kelas atas Cina dan India telah mendorong kenaikan permintaan global, sehingga menekan persediaan komoditas global seperti tembaga, katun, semen dan minyak. Naiknya harga produk ini pada gilirannya menekan konsumen di negara lain. Dengan demikian, paisa vasool ini akan diadopsi bukan hanya oleh konsumen Cina dan India, tetapi juga penduduk global.

BCG juga mengoinkan terminologi accelerator mind set untuk menggambarkan eksekutif Cina dan India yang memiliki optimisme, energi dan determinasi yang tidak terbatas. Mereka menyebut diri mereka Ph.D (poor, hungry and driven). Mereka mengejar American Dream dan mereka siap bekerja keras untuk itu. Harapkan kompetisi yang semakin ketat dari para pengusaha akselerator Cina dan India ini. Ambisi mereka akan memberi mereka tempat tersendiri di Asia dan kemudian ke seluruh dunia. 

Konsep keempat adalah pemenang di pasar Cina dan India akan menang di negara asalnya pula. Semua pelajaran di Cina dan India, dari mengelola partner, rantai pasokan, sampai variasi kemasan akan menjadi pelajaran penting bagi pasar domestik negara asal. Perusahaan yang menang di pasar Cina dan India akan memiliki keuntungan tersendiri, sedangkan perusahaan yang tidak beroperasi di Cina dan India akan berada di posisi disadvantage.

Pasar Cina dan India yang mencapai US$ 10 triliun ini juga berarti kesempatan bagi semua pihak: konsumen Cina dan India, perusahaan yang menjual kepada konsumen tersebut, serta perusahaan yang membawa pelajaran dari Cina dan India untuk mengembangkan pasar domestik. 

Tantangan di pasar tersebut memang besar, tetapi pemimpin bisnis yang siap untuk tantangan ini akan berada di puncak pasar yang luar biasa besar.

Kesimpulannya, the $10 trillion prize is real and it’s yours to claim.

10 Pertanyaan untuk Menaklukkan Pasar Cina dan India
  1. Apakah sumber daya terbaik Anda ditaruh di Cina dan India?
  2. Apakah Anda memiliki aspirasi yang cukup besar dan apakah Anda membelanjakan pengeluaran Anda proporsional dengan pasar masa depan?
  3. Apakah Anda menciptakan model bisnis yang menguntungkan yang memberikan pertumbuhan berkelanjutan?
  4. Apakah Anda inovatif untuk menjangkau berbagai pasar dengan proposisi nilai yang kuat dan jelas?
  5. Apakah Anda mengembangkan model operasional dengan biaya yang tepat?
  6. Apakah Anda dan dewan direksi Anda menghabiskan cukup waktu di lapangan agar mampu membedakan fakta dengan fiksi?
  7. Apakah Anda dapat menggambarkan harapan dan impian konsumen baru tersebut, serta mengomunikasikannya kepada karyawan Anda?
  8. Apakah investasi Anda (ukuran, skala dan waktu) cukup sehingga Anda tidak akan menyesal di tahun 2020?
  9. Apakah Anda membawa pulang pelajaran luar negeri kembali ke negara asal dan pasar lainnya?
  10. Apakah Anda yakin akan mendapatkan pangsa pasar yang layak dari pasar US$ 10 triliun ini?
Lima Fakta “Raksasa” Pasar Cina
  1. Tiga dari 10 perusahaan terbesar di dunia berdasarkan market value dimiliki oleh Cina.
  2. Tujuh dari 13 wanita terkaya di dunia dengan kerja keras sendiri (self-made billionaire) berasal dari Cina.
  3. Sebanyak 83 juta orang Cina (dan 54 juta orang India) adalah lulusan universitas, bandingkan dengan 30 juta di Amerika Serikat.
  4. Tahun 2015, Cina akan menjadi pasar e-commerce terbesar di dunia dengan 356 juta orang yang akan belanja online dengan pengeluaran US$ 360 miliar. Bandingkan dengan jumlah seluruh penduduk Indonesia yang sekitar 250 juta orang.
  5. Tahun 2020, Cina akan menjadi pasar barang mewah terbesar di dunia dengan nilai US$ 245 miliar.

Judul Buku : The $10 Trillion Prize 
Penulis : Michael Silverstein, Abheek Singh, Carol Liai, David Michael 
Penerbit : Harvard Business Review Press, 2012 

previous  |

------------------------------------------------------------------------- 

Rabu, 30 Januari 2013

2013: Penjualan Susu Olahan Diproyeksi Tumbuh 10%

Penjualan industri susu olahan tahun ini ditargetkan naik 8%-10% menjadi Rp 35,82 triliun-Rp 36,48 triliun dibanding 2012, menurut asosiasi industri. Peningkatan tersebut ditopang pertumbuhan volume konsumsi.

“Pertumbuhan konsumsi menjadi faktor utama pendukung pertumbuhan industri susu nasional tahun ini,” kata Sabana Prawiradjaja, Ketua Umum Asosiasi Industri Pengolahan Susu (AIPS). Peningkatan volume antara lain didukung pertumbuhan jumlah penduduk.

Sabana menambahkan pertumbuhan konsumsi juga di dukung perbaikan daya beli masyarakat, seiring proyeksi pertumbuhan perekonomian Indonesia. “Meningkatnya kesadaran akan kesehatan juga mendorong konsumsi susu tahun ini,” ujar dia.

Pertumbuhan penjualan juga seiring target kenaikan penjualan oleh sejumlah produsen susu. Sabana yang juga Presiden Direktur PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company menuturkan perseroan menargetkan pertumbuhan penjualan sebesar 19,8% menjadi Rp 3,24 triliun di 2013 dibanding tahun lalu.

Kenaikan penjualan akan mendorong laba bersih Ultrajaya. Perseroan menargetkan laba bersih sebesar Rp 261,1 miliar pada 2013, naik 34% dibanding proyeksi tahun lalu Rp 194,7 miliar.

“Peningkatan penjualan ditopang penambahan kapasitas produksi pabrik sebesar 20%-30% pada 2013 dibanding tahun lalu,” kata Sabana. Setelah penambahan, kapasitas produksi Ultrajaya akan mencapai 360 juta liter-390 juta liter susu cair per tahun.

Sabana menuturkan penambahan kapasitas produksi akan dibiayai alokasi belanja modal 2013 sebesar US$ 5 juta-US$ 10 juta. Sementara di 2012, perseroan mengalokasikan dana belanja modal sebesar Rp 60 miliar, juga untuk pembelian mesin produksi. Perusahaan juga berencana membangun pergudangan di Jakarta untuk mendukung distribusi.

Ultrajaya masih mencari lahan sekitar 10 hektare untuk membangun pergudangan. Saat ini, jaringan distribusi Ultrajaya menjangkau 50 distributor dan 125.000 toko ritel di seluruh Indonesia. PT Frisian Flag Indonesia, pesaing Ultrajaya di segmen susu cair, memproyeksikan penjualan pada 2013 mencapai Rp 9,4 triliun, naik 20% dibandingkan target penjualan tahun lalu Rp 7,84 triliun.

“Kenaikan volume penjualan didukung kondisi ekonomi In donesia yang baik,” kata Sri Megawati,

Direktur Frisian Flag Indonesia. Pertumbuhan penduduk Indonesia juga menjadi pendorong pertumbuhan penjualan tahun ini. Makin meningkatnya kesadaran masyarakat akan manfaat susu juga menjadi pendorong pertumbuhan penjualan perusahaan di 2013 dan tahun-tahun mendatang. 

Frisian Flag tahun ini akan terus melakukan berbagai kegiatan promosi untuk mendukung penjualan. “Dalam promosi, kami senantiasa mengkampanyekan manfaat dan kebaikan susu,” ujar Sri. (dsb)

Selasa, 29 Januari 2013

Penjualan Mi Instan Diproyeksi Tumbuh 8%

Menurut Kementerian Perindustrian dan asosiasi industri, volume penjualan mi instan di Indonesia diproyeksi tumbuh 8%-10% pada 2013 menjadi 17,8-18,1 miliar bungkus dibanding 2012 sebesar 16,5 miliar bungkus. Dengan demikian, volume penjualan mi instan di Indonesia merupakan yang terbesar kedua di dunia setelah Cina.
  
“Pertumbuhan volume penjualan mi instan ditopang kenaikan pendapatan per kapita serta pertumbuhan jumlah penduduk,” ujar Faiz Ahmad, Direktur Industri Makanan Kementerian Perindustrian.

Menurut Faiz, pertumbuhan volume penjualan mi instan cenderung stabil dalam tiga tahun terakhir. Mi instan yang dapat menjadi substitusi beras juga tumbuh penjualannya seiring pola konsumsi di masyarakat kaum urban yang memilih kepraktisan.

Sementara Asosiasi Asosiasi Roti, Biskuit, dan Mi Instan (Arobim) memproyeksi volume penjualan mi instan di Indonesia tahun ini tumbuh 10%, lebih tinggi dari prediksi Kementerian Perindustrian. Menurut asosiasi industri, volume penjualan mi instan di Indonesia pada 2013 mencapai 18,1 miliar bungkus, naik 10% dibanding 2012. Target itu mengacu pada pertumbuhan rata-rata per tahun.

“Kenaikan volume penjualan ditopang pertumbuhan permintaan,” kata Sribugo Suratmo, Ketua Umum Arobim. Sribugo menilai tren penggunaan mi instan sebagai jajanan di sejumlah sekolah juga ikut mendorong penjualan mi instan.
Sementara untuk masyarakat di perdesaan, mi instan digunakan sebagai pengganti nasi, khususnya di beberapa wilayah yang mengalami gagal panen beras tahun ini akibat banjir. Pasar mi instan di Indonesia menduduki posisi kedua terbesar di dunia setelah Cina, menurut data World Instan Noodles Association (WINA).

Pasar mi instan di Indonesia pada 2010 mencapai 14,4 miliar bungkus (bags/cups) dan diperkirakan naik 10% per tahun, di bawah Cina sebesar 42,3 miliar bungkus.

Adhi Siswaja Lukman, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi), mengatakan tingginya tingkat konsumsi mi instan di Indonesia karena terdapat pergeseran konsumsi makanan masyarakat dari beras ke mi instan.

“Pertumbuhan konsumsi mi instan rata-rata per tahun sekitar 10%-15%, kalau beras cenderung stabil,” ujarnya. Menurut dia, pertumbuhan konsumsi mi instan lebih tinggi dibanding beras karena masyarakat menganggap mi instan lebih praktis, terjangkau, terjamin ketersediaannya serta rasanya yang dapat diterima oleh masyarakat Indonesia.

Tantangan 2013
Faiz menambahkan meski volume penjualan mi instan di perkirakan tumbuh secara stabil, produsen akan menghadapi kenaikan biaya produksi yang bisa menghambat laju pertumbuhan. Biaya produksi mi instan di per kirakan naik 10%-15% tahun ini seiring peningkatan upah pekerja, tarif listrik, dan harga gas.

“Faktor kenaikan biaya produksi akan mendorong harga jual naik sekitar 10%,” ujarnya. Selain kenaikan biaya produksi, produsen mi instan akan menghadapi fluktuasi harga bahan baku mengingat harga komoditi pangan cenderung naik seiring cuaca ekstrem yang menghambat distribusi dan transportasi. “Kenaikan biaya produksi dan ancaman cuaca bisa menghambat ekspansi dan investasi baru di sektor ini,” tuturnya.

Dua perusahaan mi instan skala besar berencana melakukan ekspansi tahun ini. PT Indofood CBP Sukses Makmur melakukan ekspansi untuk menambah kapasitas produksi mi instan.

Werianty Setiawan, Direktur Indofood CBP, sebelumnya mengatakan perseroan berencana melakukan ekspansi dengan membangun pabrik mi instan di Jakarta untuk mengkonsolidasikan dua pabrik yang sudah eksis di daerah itu. Selain di Jakarta, pembangunan pabrik mi instan juga dilakukan di Palembang dan Semarang.

Pembangunan tiga pabrik mi instan itu diperkirakan membutuhkan investasi sebesar Rp 700 miliar. Selain Indofood CBP, Wings Group juga berencana melakukan penambahan kapasitas produksi mi instan.(dbs)
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...