WELCOME TO CONSUMEDIA INDONESIA BLOGSITE


Selasa, 26 Februari 2013

Ekspansi Hero Supermarket Kian Agresif

Situasi ekonomi Indonesia yang kondusif membuat pertumbuhan industri ritel terus mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan. Pertumbuhan ini ditopang oleh pengembangan usaha yang kian agresif sejalan dengan upaya perbaikan jalur distribusi serta kemampuan pemerintah untuk menjaga laju inflasi, memelihara stabilitas politik dan kondisi keamanan nasional.

Melihat peluang ini, salah satu perusahaan jaringan ritel terbesar, PT Hero Supermarket terus bergerak dalam melakukan ekspansi dengan melakukan pembukaan cabang baru. Pada 2012 lalu HERO telah membuka 97 toko baru, termasuk tujuh gerai Giant Hypermarket.

Dengan pembukaan gerai pada 2012, praktis per 31 Desember 2012 HERO telah mengoperasikan 46 gerai Giant Hypermarket, 142 gerai Hero dan Giant supermarket, 266 gerai kesehatan dan kecantikan Guardian dan 151 gerai Starmart convenience store. Seiring peningkatan ekspansi, perseroan pada sepanjang 2012 berhasil membukukan laba bersih senilai Rp303 miliar atau tumbuh 10,7% dibandingkan periode yang sama 2011 sebesar Rp273,5 miliar.

Peningkatan laba ini seiring fokusnya perseroan untuk meningkatkan produktivitas terhadap penjualan, di mana penjualan bersih naik sebesar 17,4% atau mencapai Rp 10,51 triliun.

Head of Research eTrading Securities, Bertrand Raynaldi, dalam risetnya di Jakarta, Selasa (26/2), mengungkapkan raihan laba bersih perseroan yang yang bertumbuh 10,7% merupakan hal yang positif. “Pertumbuhan laba bersih perseroan pada 2012 ditopang oleh pertumbuhan penjualan,” katanya.

Ia menambahkan bertumbuhnya penjualan merupakan hasil positif dari ekspansi gerai yang dilakukan HERO. “Di tengah persaingan dalam industri retail dan pertumbuhan pendapatan per kapita Indonesia yang menjadi basis pasar industri retail, strategi efisiensi dan penetrasi pasar dapat menjadi pilihan,” terangnya.
Dari langkah tersebut, perseroan ke depan diharapkan dapat meningkatkan produktivitas yang pada gilirannya berdampak signifikan terhadap pertumbuhan kinerja keuangannya.(dbs)

Sabtu, 23 Februari 2013

Meluncur Logo Baru AQUA di Usianya ke 40 Tahun

40 tahun Aqua Bersama Untuk Indonesia
Menggenapi usianya di 40 tahun, AQUA Group meluncurkan logo baru di setiap kemasan produk air minumnya. Ini dilakukan demi memberi apresiasi kepada masyarakat yang telah mempercayai keberadaan AQUA selama 40 tahun.

AQUA sebagai pelopor Air Minum Dalam Kemasan (AMDK), mempertegas komitmennya dalam mendukung terwujudnya keluarga Indonesia sehat untuk Esok yang Lebih Baik melalui pengenalan logo baru yang akan menemani hari-hari keluarga Indonesia di tahun-tahun mendatang.

Melalui Visi dan Misi yang dicetuskan oleh mendiang Tirto Utomo, AQUA sendiri selama 40 tahun telah menyimpan banyak cerita dibalik kesuksesan hingga diakui sebagai pemimpin pasar AMDK Indonesia. 


"Sejak berdiri pada 23 Februari 1973, AQUA telah memberikan kontribusi sosial dan ekonomi berkat dukungan seluruh masyarakat Indonesia. Kami ingin berterimakasih dan memberikan apresiasi sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan kepercayaan selam 40 tahun perjalan kami,dan berharap dapat terus memberikan sumbangsi bagi bangsa," ungkap President Director AQUA Group, Charlie Cappetti saat memberikan sambutan peluncuran logo baru AQUA Kamis (21/2/2013) di Harum Manis restaurant.

Charlie juga menambahkan bahwa AQUA juga sangat berkomitmen dalam memberikan kontribusi sosial lingkungan Indonesia yang lebih baik. Dengan memberikan program pelestarian lingkungan dan pemberdayaan masyarakat di 16 daerah dimana AQUA beroperasi. 

Dalam kesempatan itu AQUA mengeluarkan dua logo sekaligus pada kemasan yaitu bertuliskan "40 Tahun AQUA bersama untuk Indonesia, dan Logo baru Danone AQUA". 

Tidak banyak perubahan pada logo yang ditampilkan, hanya sedikit memberi sentuhan pada gambar gunung yang lebih berwarna. Perubahan yang tidak terlalu banyak dikarenakan berdasarkan survei yang dilakukan oleh AQUA, konsumen sudah tidak mengingkan banyak perubahan pada logo disebabkan nama dan logo AQUA sudah melekat pada masyarakat. (dbs)

------------------------------------------------------------------------

Jumat, 22 Februari 2013

Minim Bahan Baku Produksi Susu Olahan Bisa Menurun

Produsen susu olahan di Indonesia memperkirakan akan kekurangan bahan baku menyusul penurunan produksi susu segar yang digunakan sebagai bahan baku industri pengolahan. 

Teguh Boediyana, Ketua Dewan Persusuan Nasional (DPN), mengatakan produksi susu segar domestik tahun ini berpotensi turun 10%-15% dibanding tahun lalu. 

Menurut Teguh, penurunan produksi susu segar karena peternak cenderung menjual sapi dalam bentuk daging, yang nilai jualnya lebih tinggi daripada diternakkan sebagai sapi perah. "Harga daging sapi naik signifikan, sapi perah peternak dijual untuk dipotong," kata Teguh. 

Produksi susu sapi segar domestik cenderung stagnan dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, di kisaran 1.800 ton per hari. Stagnansi produksi terjadi karena Indonesia tidak memiliki lagi regulasi yang mengatur serapan produksi susu dalam negeri. 

Padahal, ketentuan soal penyerapan produksi dan pengaturan harga pernah diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 1985 tentang Koordinasi Pembinaan dan Pengembangan Persusuan Nasional. "Tetapi pada 1997 ketentuan tersebut dilepas dan peternak dihadapkan pada perdagangan bebas," ujar Teguh. 

Selain itu, tingginya biaya produksi susu segar yang tidak diimbangi dengan kenaikan harga jual dan menyebabkan peternakan penghasil susu segar makin tertekan. Hal itu yang menjadikan peternak susu cenderung berpikir pragmatis dengan menjual sapi perah untuk dipotong. Untuk itu, Dewan Persusuan Nasional meminta pemerintah menaikkan harga jual susu segar sebesar 11,3% tahun ini.

"Kami ingin harga susu dinaikkan sebesar 11,3% menjadi sekitar Rp 4.300 per liter yang dijual petani ke industri pengolahan susu. Kami juga meminta ada standardisasi harga," kata Teguh.

Dia menambahkan, saat ini industri susu olahan sebagai pengguna susu segar masih bergantung impor. "Indonesia masih memiliki tingkat ketergantungan impor bahan baku susu hingga 75% dari total konsumsi susu olahan nasional," ujar Teguh. Total nilai impor bahan baku susu sekitar US$ 700 juta per tahun.

Enny Ratnaningtyas, Direktur Industri Minuman dan Tembakau Kementerian Perindustrian, menilai sejumlah produsen susu olahan yang melakukan ekspansi sejak tahun lalu mengeluhkan kekurangan bahan baku. "PT Indolakto mengeluhkan kekurangan bahan baku sekitar 100 ton-200 ton per hari dan PT Garudafood Putra Putri Jaya butuh 50 ton per hari," ujarnya.

Kehilangan Peluang 
Teguh menambahkan kekurangan pasokan bahan baku membuat sejumlah produsen susu olahan terkendala dalam memenuhi pertumbuhan permintaan pasar. Padahal, pasar susu olahan di Indonesia masih tumbuh dan memiliki prospek cerah. Hal itu dapat dilihat dari konsumsi susu olahan di Indonesia yang saat ini masih tertinggal dibanding negara-negara ASEAN. Konsumsi susu di Thailand saat ini telah mencapai 28 liter per kapita per tahun, sementara konsumsi di Indonesia masih sekitar 10 liter per kapita per tahun. 

Meski pasokan bahan baku diperkirakan berkurang, produsen susu olahan tetap menargetkan pertumbuhan penjualan pada tahun ini. Peningkatan volume akan menjadi penopang target kenaikan penjualan produsen.
 
Sabana Prawiradjaja, Ketua Asosiasi Industri Pengolahan Susu (AIPS), mengestimasi nilai penjualan susu olahan meningkat 8%-10% menjadi Rp 35,82 triliun pada 2013 dibanding 2012. "Meningkatnya kesadaran akan kesehatan mendorong konsumsi susu tahun ini," ujar dia.

Sabana yang juga Direktur Utama PT Ultrajaya Milk Industry and Trading Company Tbk (ULTJ), mengatakan Ultrajaya menargetkan penjualan pada 2013 mencapai Rp 3,24 triliun, naik 19,8% dibanding proyeksi tahun lalu. "Peningkatan penjualan perseroan tahun ini mengikuti pertumbuhan industri susu nasional," kata Sabana.

Peningkatan penjualan juga didukung penambahan kapasitas produksi pabrik sebesar 20%-30% tahun ini. Setelah penambahan, kapasitas produksi Ultrajaya akan mencapai 360 juta liter-390 juta liter susu cair per tahun. Penambahan kapasitas produksi akan dibiayai dari alokasi belanja modal 2013 sebesar US$ 5 juta-US$ 10 juta.

Menurut Sabana, peningkatan volume penjualan akan mendorong pertumbuhan laba bersih perseroan tahun ini. Ultrajaya menargetkan laba bersih di 2013 naik 34% menjadi Rp 261,1 miliar secara tahunan. Hingga kuartal III 2012, Ultrajaya mencatatkan laba bersih mencapai Rp 174,4 miliar, meningkat 62% secara tahunan. Manajemen Ultrajaya menargetkan laba bersih di sepanjang 2012 mencapai Rp 192 miliar.(dbs)

Senin, 18 Februari 2013

Kuartal I 2013: Produksi Industri Daging Olahan Stagnan

Produksi industri daging olahan pada kuartal I 2013 diperkirakan mencapai 11.250 ton, stagnan dibanding periode yang sama tahun lalu, menurut asosiasi industri. Proyeksi itu mengacu pada ketersediaan bahan baku yang berasal dari alokasi kuota impor daging beku.
 
Ketua Umum National Meat Processor Association Indonesia (Nampa), Ishana Mahisa mengatakan dari 32.000 ton alokasi impor daging beku untuk 2013, sebesar 14.500 ton menjadi jatah anggota Nampa. "Tahun ini kami dapat jatah 14.500 ton, jadi produksi saya kira akan stabil," katanya saat dihubungi wartawan.

Menurut Ishana, produk olahan daging sapi menyumbang rata-rata 30%-35% dari total produksi daging olahan setiap tahun. Sedangan kontribusi yang paling besar berasal dari produk olahan daging ayam yang menyumbang 70%-75%.


Ishana mengungkapkan produksi daging olahan sampai semester I tahun ini akan mencapai 60%-65% karena mendapat alokasi kuota impor daging beku sebanyak 19.200 ton. 

"Namun di semester II tahun ini produksi diperkirakan hanya 30%-35% karena kuota impor daging beku hanya 12.100 ton," ujarnya.

Menurut Ishana, apabila pada semester II tidak ada kebijakan pemerintah untuk menambah kuota impor daging beku, maka produksi daging olahan akan menurun seperti yang terjadi pada tahun lalu. Kebutuhan bahan baku berkontribusi paling besar terhadap biaya produksi industri daging olahan.

Terbatasnya pasokan bahan baku akan memicu kenaikan harga jual makanan olahan berbahan baku daging, seperti sosis dan nugget. "Kami memprediksi harga jual produk makanan olahan berbasis daging naik 17,5% tahun ini," ujarnya. 

Ketua Komite Daging Sapi Jakarta Raya, Sarman Simanjorang menilai kuota impor daging 2013 yang telah ditetapkan pemerintah masih tidak mampu mencukupi kebutuhan daging sapi nasional. "Konsumsi daging masyarakat Indonesia tahun ini naik menjadi 2,2 kilogram per kapita per tahun, dibanding tahun lalu yang hanya 1,9 kilogram per kapita per tahun. Jadi pasokannya tidak cukup," kata dia.

Kinerja Berbeda 
Produsen daging olahan, yakni PT Charoen Pokphand Indonesia dan PT Japfa Comfeed Indonesia mencatatkan kinerja pendapatan dan margin yang berbeda hingga kuartal III 2012 dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

Charoen Pokphand mencatat kinerja yang cukup solid untuk segmen daging olahan berbasis ayam hingga kuartal III 2012, menurut Departemen Riset Finance Today. Hal itu ditunjukkan dengan peningkatan margin laba terhadap penjualan di segmen tersebut.

Penjualan segmen daging olahan Charoen Pokphand hingga kuartal III 2012 mencapai Rp 1,39 triliun, naik 11,18% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya Rp 1,25 triliun. Dari kenaikan itu, laba segmen daging olahan perseroan naik 15,69% hingga kuartal III 2012 secara tahunan menjadi Rp 413,88 miliar.

Margin laba di segmen daging olahan Charoen Pokphand per kuartal III 2012 tercatat sebesar 29,72%, naik 116 basis poin dibanding periode yang sama tahun sebelumnya 28,56%.

Secara historikal, kinerja segmen pengolahan daging Charoen Pokphand cenderung menunjukkan tren yang meningkat sejak 2008. Pendapatan segmen pengolahan daging tumbuh 15% per tahun selama tahun 2008-2011.

Sementara Japfa Comfeed produsen segmen daging olahan, mencatat penurunan penjualan daging olahan secara tahunan hingga kuartal III 2012 sebesar 65,41% menjadi Rp 342,14 miliar, dibanding periode yang sama tahun sebelumnya Rp 989,23 miliar.

Penurunan segmen produk konsumen Japfa terjadi sejak melepas kepemilikan saham di PT So Good Food kepada perusahaan pengendali (pemegang saham mayoritas).

Pada 2011, pendapatan segmen pengolahan daging Japfa turun 25% dibanding tahun sebelumnya. Sejak saat itu perusahaan belum mampu meningkatkan kinerja segmen ini seperti sebelum pelepasan saham So Good. Penjualan segmen pengolahan daging Japfa sepanjang sembilan bulan 2012 hanya mencapai 34% atas penjualan pada periode yang sama tahun 2011 sebesar Rp 989,23 miliar.(dbs) 


Sabtu, 16 Februari 2013

Lima Hal dari Peritel Indonesia Yang Perlu Dicermati

Tingginya kebutuhan pasar dan besarnya permintaan konsumen di Indonesia, menjadikan bisnis ritel di negara kita tumbuhcukup pesat. 

Tak hanya para peritel besar seperti Carrefour dan Lotte Mart yang kini menguasai pasar Indonesia, sekarang banyak pelaku bisnis ritel lokal, sebut saja; Indomart, Alfamart, Yogya Toserba, dsb, mulai bermunculan meramaikan kompetisi di sektor itu.

Tentu kondisi ini cukup mempersulit para pelaku usaha ritel domestik. Apalagi munculnya kebijakan pemerintah mengenai kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) dan upah minimum karyawan turut meningkatkan biaya operasional produksi setiap bulannya. Sehingga tidak heran bila sekarang ini banyak pengusaha ritel yang lebih memilih tidak menargetkan untuk membuka gerai baru memasuki awal tahun 2013 ini.

Bolehlah, secara kuantitas gerai Indonesia sudah sangat menjamur hingga ke daerah terpencil, tetapi beberapa pengamat mengatakan terdapat beberapa kelemahan yang perlu dicermati dalam hal menjajakan produk-produk milik para prinsipal. Berikut hal-hal yang perlu dicermati dari para peritel yang dapat menghambat kinerja produk-produk consumer goods.

Cenderung membidik semua kelas
Sebagian besar peritel membesarkan usahanya seperti menjalankan sebuah warung kelontong. Mereka hanya berpikir untuk mencari produk sebanyak-banyaknya dan menawarkannya kepada masyarakat luas. Padahal, sebagai pelaku usaha ritel perlu menentukan prioritas pelanggan yang hendak dibidik. Hal ini penting agar kedepannya perusahaan tersebut bisa secara spesifik menentukan jenis, jumlah, dan harga produk, yang sesuai dengan segmentasi pasar yang akan disasar.

Mengesampingkan pemilihan brand
Dalam menjalankan sebuah usaha, pemilihan brand atau nama perusahaan tentunya memegang peranan penting untuk meyakinkan calon konsumen. Namun sayangnya, sampai hari ini para pelaku usaha ritel tampaknya masih menggunakan nama tokonya yang ala kadarnya, seperti misalnya Sadiman Swalayan, Warung Serba Ada, Kurma Toserba, dan lain sebagainya. 

Tentu hal ini perlu upaya yang lebih kreatif dalam pemberian nama gerai, karena pada dasarnya brand yang digunakan menggambarkan identitas bisnis dan kedepannya akan disesuaikan dengan logo perusahaan, konsep toko, desain interior, serta menjadi aset yang bernilai tinggi, bukan hanya alat pembeda.

Terjebak perang harga
Ini yang krusial, banyak peritel yang mengunggulkan harga murah untuk menarik minat konsumen. Meskipun cara ini cukup ampuh, namun bila ada kompetitor lain yang menawarkan harga lebih murah maka tidak menutup kemungkinan bila konsumen akan pindah ke toko pesaing. 

Mengingat sekarang ini konsumen sudah cukup cerdas, tidak hanya harga murah saja yang mereka incar namun juga kualitas produk dan pelayanan yang diberikan para pelaku bisnis retail.

Kurang kreatif untuk menjemput konsumen
Meskipun konsep awal bisnis ritel berupa toko konvensional, namun harusnya tidak boleh tinggal diam dan menunggu para pelanggan datang. Menghadapi persaingan pasar yang semakin ketat, tentunya harus lebih kreatif untuk menjemput calon konsumen. 

Salah satunya saja dengan membuat website ritel online yang siap memberikan layanan delivery order untuk memanjakan para konsumen. Konsep seperti ini sekarang mulai dicari kalangan masyarakat yang tinggal di beberapa kota besar.

Lemah di manajemen
Terkadang tak hanya masalah pemasaran saja yang membuat sebuah perusahaan ritel gulung tikar. Lemahnya kontrol manajemen juga menjadi salah satu permasalahan yang sering dihadapi para pelaku usaha. Karena itu harusnya peritel lebih jeli dalam memperhitungkan persediaan barang, mendata semua barang dengan baik dan menggunakan aplikasi penunjang untuk mengontrol seluruh arus penjualan.

Mengingat persaingan bisnis ritel di tahun 2013 semakin ketat, tidak ada salahnya bila memperhatikan lima hal di atas untuk menjaga eksistensi produk-produk kita.(dbs)

Jumat, 15 Februari 2013

Nestle Klaim Kuasai Market Share 80% Produk Sereal

Potensi pasar sereal sebagai bahan makanan sarapan bagi anak di dunia cukup tinggi. Hingga kini, produk sereal Nestle bisa menguasai pasar Asia dan Indonesia.
 
Hal ini diutarakan Jose Oscar Yu, Country Business Manager Nestle Breakfast Cereal saat mengkampanyekan Pekan Sarapan Nasional (PESAN) di gerai Carrefour Medan Fair, Medan, Minggu (17/2/2013).

"Nestle memiliki market yang cukup besar di Asia termasuk di Indonesia. Saingan kami untuk makanan sarapan ini hanya hadir pada lontong sayur, bubur ayam, dan nasi gurih," kata Jose Oscar Yu.

Kendati demikian, untuk makanan sarapan sereal ini Nestle menguasai market share hingga 80 persen. Namun, pangsa pasar yang besar ini belum membuat Nestle mempertimbangkan membuat pabrik pengolahan makanan sereal di Indonesia.

Produk ini masih didatangkan dari pabriknya di Filipina. Nestle memiliki pabrik pengemasan lokal di Indonesia yang berada di Cikarang, Jakarta, dan Surabaya.
Beberapa tahun ke depan Nestle bakal tetap akan mengimpor produk serealnya dari Filipina hingga jika perusahaan bisa membukukan penjualan yang baik, baru pihaknya bakal membuat pabrik pengolahan di Indonesia.

"Sekarang ini kami sudah menjadi market leader untuk makanan breakfast sereal, tapi kami belum bisa memproduksi di Indonesia. Namun demikian, jika mau membuat pabrik di Indonesia setidaknya bisa membukukan pertumbuhan penjualan minimal 20 persen per tahun," kata Jose.

Pihak Nestle telah mengkampanyekan pentingnya sarapan pagi di Indonesia sejak tahun 2008. Sementara itu, kampanye sarapan Pekan Sarapan Nasional atau yang disingkat dengan PESAN yang berlansung mulai 14-20 Februari untuk memberikan pengetahuan bagi masyarakat bahwa sarapan itu penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak.

Ketua DPD Pergizian Pangan Sumatera Utara Dr Zulhaida MKes mengatakan, terdapat perbedaan signifikan antara anak yang sarapan pagi sebelum berangkat sekolah dengan yang tidak sarapan.

"Berdasarkan penelitian, jika anak tidak sarapan bisa berpengaruh terhadap penurunan indeks prestasi dan IQ point," katanya. 


PESAN dideklarasikan empat organisasi profesi ahli gizi dan pangan Indonesia yakni Pergizian Pangan, Persagi, PDGMI dan PDGKI pada 8 Januari 2013 lalu.

-----------------------------------------------------------------------------------------------------

Rabu, 13 Februari 2013

2013: RNI Targetkan 250 Gerai Retail

PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) merambah bisnis ritel dengan membuka jaringan pada tahun 2013 sebanyak 150 gerai Rajawali Mart dan 100 gerai Waroeng Nusantara.

"Untuk tahap awal jaringan gerai RNI akan dibangun di Jawa, Bali dan Lombok. Sementara hingga saat ini sudah terdapat 15 gerai Rajawali Mart di Denpasar, Bali dan satu gerai Waroeng Rajawali di Jakarta," kata Direktur Utama RNI Ismet Hasan Putro, di sela peresmian gerai Waroeng Rajawali, di halaman gedung RNI.

Menurut Ismet, ekspansi usaha dalam bentuk pengembangan jaringan ritel tersebut merupakan komitmen perusahaan untuk berbisnis hingga ke hilir serta lebih dekat dengan pelanggan RNI.

Rajawali Mart merupakan gerai yang seperti toko kelontong pada umumnya, sedangkan Waroeng Rajawali memiliki keistimewaan karena menjual produk-produk unggulan yang dimiliki oleh BUMN.

"Waroeng Rajawali memposisikan diri sebagai galeri produk-produk hilir BUMN seperti gula, teh, minyak goreng, obat-obatan, kopi, dan lainnya," ujar Ismet.

Ia menjelaskanan kehadiran Rajawali Mart dan Waroeng Rajawali ini tidak akan mematikan toko-toko kecil, namun memberi manfaat karena mengusung program kemitraan dengan warung-warung di sekitarnya.

"Toko kecil akan diberikan produk-produk RNI Grup dengan harga lebih kompetitive dan pembinaan pengelolaan toko berupa pelatihan, pengelolaan usaha kelontong, dan penyaluran pinjaman lunak untuk modal kerja," kata Ismet.

Menurutnya, pengelolaan gerai Rajawali Mart dan Waroeng Rajawali tersebut dilakukan oleh PT Rajawali Nusindo, anak usaha RNI yang bergerak di bidang distribusi dan perdagangan.

Untuk memperluas jaringan gerai tersebut ditambahkan Ismet, RNI akan menggandeng sejumlah BUMN, seperti Bank BRI terkait pembiayaan pengembangan jaringan.

"Kami juga bekerjasama dengan PT Kereta Api Indonesia, di mana gerai tersebut dapat didirikan di setidaknya 48 stasiun kereta api," ujar Ismet.

Selanjutnya RNI juga membuka peluang untuk bekerjasama dengan PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo), pengelola bandara PT Angkasa Pura, termasuk hotel-hotel milik BUMN.

Meski demikian Ismet tidak merinci lebih lanjut berapa investasi yang disiapkan untuk mengembangkan jaringan gerai Rajawali sampai dengan akhir tahun 2013.

Ia hanya menjelaskan, sebagai bisnis baru yang digeluti RNI diharapkan selama tahun 2013 gerai Rajawali ini diharapkan dapat meraih pendapatan sebesar Rp 5 miliar-Rp10 miliar. (dbs)

Senin, 11 Februari 2013

Semaraknya Bisnis Ritel di Indonesia 2013

Sebagai negeri terbesar ke 4 dunia, Indonesia telah menjadi pasar yang diincar oleh pebisnis ritel lokal dan asing. Bisnis ritel selalu tampak seksi, terutama di kota besar seperti di Jakarta. Hampir di setiap sudut kota Jakarta dapat ditemui beragam gerai ritel mulai dari minimarket, supermarket, swalayan hingga hypermarket. 

Makin semaraknya ritel membuat bisnis ini mengalami perubahan. Tak lagi sekadar tempat belanja, tapi tempat hiburan.

Menurut Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO), Pudjianto, daya beli masyarakat makin menguat, ditandai dengan meningkatnya income per capitayang mencapai US$ 3.540 US per tahun, menjadi peluang yang besar untuk sasaran paraperitel. 

Dengan jumlah penduduk 257 juta jiwa dengan 65% adalah anak muda usia produktif, menjadikan Indonesia sebagai pasar yang amat menarik,” jelasnya. Selain itu, pertumbuhan ekonomi yang mencapai 6,4%pada triwulan II-2012. Pasar ritel Indonesia diperkirakan akan makin atraktif.

Pada umumnya bisnis ritel adalah menjual barang secara eceran pada berbagai tipe gerai seperti kios, pasar, departemen store, atau butik yang biasanya si pembeli secara langsung mempergunakan barang tersebut. Menurut APRINDO, bisnis ritel di Indonesia dibedakan menjadi dua kategori yakni ritel tradisional dan ritel modern.

Format ritel ini muncul dan berkembang seiring dengan perkembangan perekonomian, teknologi, gaya hidup masyarakat, serta faktor kenyamanan seseorang dalam berbelanja.

Pudjianto mengatakan, “Pelaku bisnis ritel tradisional masih banyak bila dibandingkan dengan ritel modern, jika dihitung 1:100. Pelaku bisnis ritel tradisional memang masih banyak, tetapi jika tidak dibenahi dan didukung, tak mustahil ritel tradisional akan tergerus oleh ritel modern”.

Saat ini bermunculan jenis ritelermodern di Indonesia, yakni meliputi pasar modern, pasar swalayan, department store, boutique, factory outlet, specialty store, trade center dan mall, supermall, dan plaza. Format ritel modern ini akan terus berkembang mengikuti perekonomian, teknologi, dan gaya hidup masyarakat.

Pada 1990, ritel modern ternama ada di Jepang,yakni Sogo menjadi yang pertama masuk ke pasar Indonesia. Bisnis ritel di Indonesia pun makin berkembang setelah pada tahun 1998 pemerintah mengeluarkan undang-undang yang membolehkan investor asing untuk memiliki perusahaan ritel di Indonesia.

Sekarang di Indonesia dikenal tiga kategori format bisnis ritel, yakni hypermarket, supermarket, dan minimarket/convenience store.

Didukung oleh tingginya arus urbanisasi, danmeningkatnya kaum kelas menengah dan perubahan gaya hidup, modern ritel di Indonesia diperkirakan akan berkembang dengan cepat.

Pudjianto memperkirakan tahun 2012 ini ritel modern berkembang hingga 11-12%. “Untuk tahun 2013 saya belum bisa perkirakan, mungkin tidak jauh dari angka itu, karena banyak hal yang harus dipertimbangkan untuk tahun depan seperti kebijakan pemerintah, isu kenaikan TDL (tarif dasar listrik –red), UMR (upah minimum regional –red) yang akan naik 30%-40%, dan lainnya,” jelas Pudjianto.

|  next page : Perkembangan Baru Bisnis Ritel Modern di Indonesia  |

Perkembangan Baru Bisnis Ritel Modern di Indonesia

Diperoleh informasi dari website Data Consult (Business Research Studies Report), dalam periode lima tahun terakhir (2007-2011) jumlah gerai ritel modern di Indonesia mengalami pertumbuhan hingga 17,57% per tahun. Padahal tahun 2007, jumlah gerai hanya 10.365 buah dan pada tahun 2011 jumlah gerai sudah mencapai 18.152 buah yang tersebar di kota-kota besar di Indonesia. 

Selain itu, diketahui bahwa jumlah gerai Hypermarket naik lebih dari 50% yakni dari hanya 99 gerai menjadi 154 gerai (2007-2011).

Berbeda dengan gerai hypermarket, pertumbuhan gerai supermarket cenderung menurun, yakni pada tahun 2007 tercatat 1.377 gerai turun menjadi sekitar 1.230 gerai (2011). Penurunan tersebut disebabkan beberapa supermarket terpaksa tutup karena kalah bersaing dengan minimarket. Sementara sebagian gerai supermarket diubah menjadi gerai hypermarket.



Kenaikan jumlah gerai terutama dipicu oleh pertumbuhan gerai minimarket, dengan pemain utama Alfamart dan Indomaret. Jika pada 2007 total gerai minimarket hanya 8.889 maka pada 2010 melonjak pesat hingga mencapai sekitar 15.538 buah. 

Dua pemain utama di bisnis minimarket ini sangat cepat pertambahan dan penyebaran outletnya, baik melalui pengelolaan sendiri maupun melalui sistem waralaba (franchise). “Perkembangan gerai minimarket memang sangat cepat. Jumlah gerai Alfamart dan Indomaret saja saat ini sudah mencapai 13.000 gerai, belum terhitung gerai minimarket lainnya,” tutur Pudjianto.

Beberapa tahun belakangan ini muncul fenomena convenience store. Meskipun di Indonesia belum ada peraturan mengenai pendirian convenience store, tetapi menurut lembaga riset Nielsen Indonesia yang dikutip dari situs Berita Bisnis, jumlah total convenience store di Indonesia dua tahun silam (toko ritel yang fokus menjual produk fast moving non sembako dan memiliki konsep gerai seperti lokasi hangout) minimal telah mencapai 450 gerai.

Bisnis ritel sebenarnya adalah usaha dengan tingkat keuntungan yang tidak terlalu tinggi, “Net income bisnis ritel itu hanya 1,5%-2%, tetapi bisnis ini memiliki tingkat likuiditas yang tinggi, karena penjualan ke konsumen dilakukan secara tunai, sementara pembayaran ke pemasok umumnya dapat dilakukan secara bertahap,” jelas Pudjianto.

Pilihan Konsumen
Hingga kini ritel tradisional masih menguasai pasar sekitar 70%, hal ini menunjukkan peluang bisnis ritel modern masih cukup menjanjikan. Selalu akan muncul dan berdiri gerai baru ritel di seluruh Indonesia, karena para pengusaha ritel makin gencar melebarkan jaringannya hingga ke berbagai daerah.

Dengan membaiknya perekonomian Indonesia, makin membaik pula tingkat daya beli dan konsumsi masyarakat Indonesia, dan hal ini juga akan mengubah gaya hidup masyarakat. “Masyarakat menginginkan tempat belanja yang lebih nyaman, aman, bersih dengan produk yang lebih berkualitas. Sangat memungkinkan ritel tradisional akan tergerus dengan keberadaan ritel modern jika tidak ada perubahaan yang dilakukan terhadap ritel tradisional,” jelas Pudjianto.

Sedangkan kriteria produk pangan yang dipilih konsumen, menurut Pudjianto yang juga menjabat sebagai Vice President Director PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk., “Konsumen tidak hanya mencari produk yang berkualitas, tetapi juga yang bergizi, dapat bermanfaat untuk kesehatan tubuh, karena itu, kami sebagai pengusaha retail juga harus benar-benar menyeleksi barang yang masuk, harus teliti terhadap produsen. Tidak hanya enak, melainkan aman dan bergizi,” jelas Pudjianto. (dbs) 

|  previous  : Semarak Bisnis Ritel di Indonesia 2013  |

Jumat, 08 Februari 2013

Era Kebangkitan Kopi Indonesia

Walaupun saya bukan peminum dan pecinta kopi sejati, tetapi ketika mendengar info terbaru bahwa Indonesia sudah menjadi negara ketiga terbesar penghasil kopi di dunia, membuat saya bangga setengah mati. Indonesia yang tadinya berada diposisi empat, kini menempati urutan tiga menyalip Kolombia. Dimana urutan pertama masih dipegang Brazil dan disusul oleh Vietnam.

Peningkatan produksi tersebut, tentunya dipicu akan besarnya permintaan kopi Indonesia baik di dalam ataupun di luar negeri. Tetapi, apakah dengan banyaknya produksi berarti konsumsi kopi masyarakat Indonesia pun meningkat? Sayangnya tidak, “Konsumsi kopi orang Indonesia hanyalah 0,900 Kg per kapita, sedangkan negara Skandinavia bisa mencapai 12 kg per kapita, sedangkan Italia, Denmark, Norwegia dan Islandia bisa mencapai 10 Kg”, ungkap ibu Tuti Mochtar, Direktur PT.Santino.

Walaupun kebiasaan ngopi sudah dilakukan sejak dulu, namun habit menikmati kopi single origin (kopi premium) belum terlalu besar dan tidak menjadi budaya kita. “Mungkin karena dari dulu kita sudah terbiasa mencicipi kopi yang tidak enak, sedangkan kualitas terbaik dikirim oleh penjajah ke negara mereka”, ungkap Tuti.

Seiring perkembangannya, kecintaan masyarakat Indonesia akan kopi Indonesia (khususnya single origin) mulai meningkat. Tidak bisa kita pungkiri bahwa perkembangan tersebut naik berawal dari munculnya coffee shop asal luar negeri ke pasar ke Indonesia. Kemunculan coffee shop luar negeri tersebut menciptakan gaya hidup baru dan memancing pertumbuhan coffee shop lokal. Bahkan ada beberapa coffee shop yang hadir dengan mengusung penggunaan 100% kopi Indonesia asli.

Pengetahuan beberapa kalangan akan jenis kopi pun juga meningkat, beberapa nama jenis kopi seperti Flores, Linthong, Lampung, Bali Kintamani dan Papua mulai dikenal dan ditawarkan. “Dulu orang asing hanya mengenal kopi Sumatera dan Toraja saja, bahkan tanpa tahu dimana letak Sumatera dan Toraja tersebut”, tambah Tuti.

Senada dengan Tuti, Mira Yudhawati selaku Marketing Manager dari PT. Java Arabica (Caswell’s) pun menanggapi, “Dulunya orang bertanya kopi itu yang pertama adalah harga. Justru sekarang, orang mau mengeluarkan uang lebih untuk kopi yang berkualitas. Bahkan sekarang orang sudah mulai mencari tahu ke arah yang lebih spesifik berdasarkan daerah, padahal dulu pengetahuannya cuma, ini Robusta apa Arabica?”, ungkapnya

Minimnya pengetahuan mengenai kopi juga berlaku pada petani Indonesia yang merupakan ujung tombak di bisnis ini. Rendahnya pengetahuan menyebabkan kualitas kopi menjadi tidak stabil dan dengan hasil yang buruk, otomatis berdampak pada tingkat kesejahteraan pada profesi petani. Alhasil menjadi petani kopi tidak menjadi populer di kalangan generasi muda.

Itulah yang menyebabkan kita berbeda dari produsen kopi lain yang lebih maju. Hal ini bisa jadi dikarenakan kurangnya sosialisasi dari pemerintah akan profesi tersebut, atau bisa jadi karena kurangnya dukungan pasar terhadap petani. “Kenapa petani asing menghasilkan kopi yang lebih baik dan konsisten? Karena petani mereka well educate. Kalau petani well educate, otomatis mereka akan selalu konsisten dalam men-take care kopi. Walaupun hasilnya tidak selalu sama, tetapi perubahannya tidak akan terlalu signifikan”, ungkap Mira.

Untungnya belakangan ini terdapat beberapa lembaga NGO asing ataupun SCAI (The Specialty Coffee Association Indonesia) yang hadir memberikan program pelatihan, dan bertujuan untuk membantu petani baik dari cara tanam, proses dan lain-lain. Pelatihan tersebut juga bertujuan untuk meningkatkan kualitas kopi, meningkatkan kesejahteraan petani dan menumbuhkan minat generasi muda untuk menjadi petani kopi.

Dari hasil pelatihan tersebut, beberapa tahun belakangan ini mulai banyak anak muda yang mulai tertarik untuk menjadi petani kopi, seperti di daerah Jawa Barat, Aceh, Toraja dan daerah lainnya. “Petani sekarang sudah berusaha menghasilkan kopi dengan kualitas yang bagus, padahal kebanyakan dari petani kita hanya memiliki alat-alat sederhana tidak seperti petani di negara lain. Banyak juga NGO luar negeri memberikan edukasi untuk membantu perkembangan petani Indonesia menghasilkan kualitas kopi lebih baik”, ujar Tuti.

Faktor peningkatan perkembangan industry kopi Indonesia pun semata-mata tidak hanya kita lihat pada peningkatan penjualan green bean dan single origin semata. Kopi sachet pun juga turut andil dalam memajukan kesejahteraan petani, memperkenalkan kopi Indonesia, serta meningkatkan devisa negara. Tidak dipungkiri bahwa pasar terbesar bisnis kopi di Indonesia adalah kopi sachet atau kopi instan, bahkan beberapa brand juga hadir mewarnai pasar dunia.

Perkembangan bisnis kopi yang cukup menjanjikan tersebut, membuat beberapa pemain yang dulu hanya bermain di kopi sachet saat ini mulai menggarap pasar kopi premium. Ambil contoh Excelso yang juga membuka cafe dengan nama yang sama merupakan garapan dari produsen kopi Kapal Api. Lalu ada juga kopi Torabika yang juga membuka cafe dengan nama yang sama dengan brand kopinya. Belum lagi pemain baru seperti Wings Food yang belum lama ini merilis brand kopi barunya, Top.

Berkat perkembangan yang positif tersebut, membuat Tuti Mochtar menilai bahwa Industri kopi Indonesia 5 tahun ke depan masih terus menjanjikan. Baginya, baik itu single origin ataupun kopi sachet semuanya sama saja. Yang terpenting adalah mampu mengangkat nama baik Indonesia di kancah dunia. “Satu hal yang lebih penting lagi, semua orang di Industri kopi harus saling membantu dan jangan hanya terfokus akan keuntungan semata”, tutupnya.

foodservicetoday

Kamis, 07 Februari 2013

Nielsen: Tingkat Kepercayaan Konsumen Turun

Indeks kepercayaan konsumen Indonesia sepanjang kuartal IV 2012 mencapai 117 basis poin, turun dibanding kuartal III 2012 yakni 119 basis poin, menurut survei Nielsen.

Meski demikian, penurunan itu masih dinilai dalam batas wajar dan konsumen Indonesia cenderung masih optimistis. “Penurunan sebesar 2 poin masih menunjukkan kepercayaan konsumen stabil di 2012,” ujar Catherine Eddy, Managing Director Nielsen Indonesia. 

Dia menambahkan tingkat kepercayaan konsumen sebesar 117 basis poin di akhir 2012 menjadikan Indonesia berada di urutan ketiga negara dengan konsumen paling optimistis, di bawah India (121 basis poin), dan Filipina (119 basis poin).

Catherine menjelaskan dari 500 responden yang disurvei Nielsen Indonesia sepanjang 2012, 78% percaya bahwa kondisi keuangan mereka relative baik pada kuartal IV 2012. “Konsumen Indonesia menjadi yang paling optimistis dengan kondisi keuangan pribadi mereka di kawasan Asia Pasifi k, diikuti oleh Filipina (77%), India (76%) dan China (66%),” ujar dia.

Pada 2013, indeks kepercayaan konsumen diperkirakan stabil, bahkan cenderung meningkat. Kepercayaan konsumen yang meningkat tahun ini ditopang oleh inflasi dan harga bahan bakar minyak yang stabil.

“Salah satu hal yang ditakutkan oleh konsumen Indonesia adalah kenaikan harga bahan bakar,” ujar Eddy. Kenaikan harga bahan bakar dinilai akan berdampak pada kenaikan harga barang konsumsi. Indeks kepercayaan konsumen yang stabil tahun ini juga menciptakan peluang yang terbuka bagi penyedia jasa keuangan, produsen barang konsumsi dan jasa, serta perusahaan teknologi untuk meningkatkan pendapatan. “Yang terpenting adalah bagaimana produsen bias mengenali kebutuhan konsumen,” ujar Eddy.

Menurut survei Credit Suisse, tingkat optimisme dan kepercayaan konsumen di Indonesia pada 2013 diperkirakan melampaui China, atau tertinggi kedua, setelah Brasil. Tingkat optimism dan kepercayaan konsumen yang tinggi ditopang kenaikan pendapatan serta tingkat inflasi pangan yang rendah.

“Tingginya tingkat optimism dan kepercayaan konsumen itu terlihat dari ekspektasi kenaikan pendapatan per kapita di Indonesia,” kata Ella Nusantoro, VicePresident Equity Research PT Credit Suisse Indonesia.

Menurut hasil survei Credit Suisse, 40% total responden di Indonesia memperkirakan pendapatannya naik di atas 10% ta hun ini, 57% responden berekspektasi pendapatannya flat hingga naik 10%, dan hanya 3% responden
yang memproyeksikan pendapatannya turun hingga flat.

Sementara di China, 55% res ponden memperkirakan pendapatannya turun hingga flat, 17% responden berekspektasi pendapatannya flat hingga naik 10%, dan 27% responden memproyeksikan pendapatannya naik di atas 10%.

Kondisi serupa di China juga terjadi di India. Sebanyak 54% responden di India berekspektasi pendapatannya turun hingga flat, 18% responden memperkirakan pendapatannya flat hingga naik 10%, dan 27% responden memproyeksikan pendapatannya naik di atas 10%. “Ekspektasi yang terjadi di China dan India dipengaruhi dampak negatif krisis global,” ujar dia.

Kelas Menengah
Tingginya tingkat konsumsi di Indonesia juga ditopang besarnya jumlah konsumen kelas menengah. Menurut laporan The McKinsey Global Institute yang berjudul “The Archipelago Economy: Unleashing Indonesia’s Potential”, Indonesia saat ini merupakan ekonomi terbesar ke-16 di dunia yang ditopang 45 juta jiwa konsumen kelas menengah.
.
Di 2020, konsumen kelas menengah diperkirakan mencapai 85 juta jiwa dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional 5%-6% per tahun. Besarnya jumlah konsumen kelas menengah juga mendorong tingginya tingkat penjualan barang konsumsi harian.

Kenaikan pendapatan konsumen juga mendorong produsen barang konsumsi seperti PT Nippon Indosari Corpindo menaikkan target pertumbuhan pendapatan di 2013. Nippon Indosari, produsen roti, menargetkan pendapatan 2013 minimal mencapai Rp 1,56 triliun, atau meningkat 30% dibanding proyeksi penjualan
tahun lalu. Pertumbuhan penjualan juga didukung tren konsumsi roti sebagai makanan pengganti nasi.

“Peningkatan penjualan juga seiring ekspansi yang dilakukan perseroan pada tahun lalu dan tahun ini,” ujar Yenni Husodo. Pada tahun lalu, Nippon Indosari berekspansi dengan membangun tiga pabrik, masing-masing di Cibitung, Makassar, dan Palembang.

Sementara tahun ini perseroan berencana membangun tiga pabrik, masing-masing di Balikpapan, Pekanbaru, dan Jawa Barat. Harga saham Nippon Indosari pada penutupan perdagangan Rabu naik 50 poin (0,8%) menjadi Rp 6.050 dibanding sehari sebelumnya. (dbs)

Omset Kosmetik Lokal Tumbuh Lebih Rendah Dibanding Impor

Penjualan produk kosmetik lokal di tahun 2013 diperkirakan tumbuh 15% dibanding tahun 2012 lalu menjadi Rp 11,22 triliun. Peningkatan tampak lebih rendah dibanding pertumbuhan penjualan produk impor, yang diperkirakan sebesar 30%.

Wiyantono, Ketua Bidang Perdagangan Persatuan Perusahaan Kosmetik Indonesia (Perkosmi), menuturkan kenaikan penjualan produk impor yang lebih tinggi pada tahun ini terjadi karena besarnya permintaan terhadap produk bermerek asing.


“Besarnya permintaan mengikuti gaya hidup sebagian besar konsumen kosmetik di Indonesia yang cenderung menggunakan merek luar negeri, karena adanya prestise yang berlebih,” ujar Wiyantono kepada wartawan.

Pertumbuhan penjualan kosmetik asing juga karena makin gencarnya upaya promosi yang dilakukan oleh agen penjual produk kosmetik impor. “Produk kosmetik impor masuk ke Indonesia umumnya melalui perusahaan berskala kecil serta multilevel marketing,” kata Wiyantono. 

Nuning S Barwa, Ketua Umum Persatuan Perusahaan Kosmetik Indonesia, menuturkan peningkatan penjualan kosmetik impor pada tahun lalu dan tahun ini juga seiring pemberlakuan perdagangan bebas antara negara-negara ASEAN.

Pemberlakuan harmonisasi tarif impor di negara-negara ASEAN, sebagai dampak perdagangan bebas, mengakibatkan prosedur impor menjadi lebih mudah.

Peningkatan penjualan kosmetik impor juga karena para eksportir kosmetik melihat Indonesia sebagai salah satu pasar yang cukup potensial. “Itu karena di Eropa maupun Amerika Serikat terjadi penurunan permintaan karena dampak resesi ekonomi,” jelas Nuning.

Untuk mempertahankan pangsa pasar tahun ini, produ sen kosmetik lokal melakukan ekspansi sejak tahun lalu. PT Martina Berto mengalokasikan dana Rp 135 miliar untuk membiayai pembangunan pabrik di Cikarang
dan revitalisasi mesin produksi.

Perseroan akan membangun pabrik baru senilai Rp 82 miliar dan revitalisasi unit produksi sebesar Rp 53 miliar. Pabrik baru tersebut telah mulai dilakukan pembangunannya pada April 2012, dan menempati lahan seluas 9,5 hektare. Semula perseroan menjadwalkan pembangunan pabrik baru dimulai pada semester II 2011, namun dimundurkan karena menunggu ijin Badan Pengawan Obat dan Makanan yang baru keluar pada kuartal I 2012.

Sementara itu, PT Mustika Ratu meningkatkan kapasitas produksi berkisar 20%-30% di tahun lalu. Peningkatan tersebut untuk mendukung pertumbuhan volume penjualan tiap tahun. “Peningkatan kapasitas juga karena utilisasi produk Mustika Ratu saat ini rata-rata telah mencapai 86%,” ujar Putri Kuswisnuwardhani, Presiden Direktur Mustika Ratu.

Untuk meningkatkan daya saing produsen kosmetik local dalam menghadapi persaingan dengan produk impor, Kementerian Perindustrian akan memberikan sejumlah insentif untuk mendorong pengembangan industri kosmetik di Indonesia.

“Pemerintah memberikan insentif untuk industri kosmetik antara lain dalam bentuk tax allowance dan pembebasan bea masuk atas impor mesin,” kata MS Hidayat, Menteri Perindustrian.

Dengan adanya insentif itu, pemerintah berharap industri kosmetik mampu berekspansi secara rutin untuk meningkatkan kapasitas produksi. (dbs)

Selasa, 05 Februari 2013

Harga Daging Sapi di Indonesia Paling Mahal?

Menteri Pertanian Suswono membantah harga daging sapi di Indonesia saat ini termahal di dunia. Namun, dia mengakui bahwa harga daging sapi, khususnya di DKI Jakarta, memang sudah mahal.

"Tidak benar itu, memang daging sapi itu ada jenis-jenisnya, mulai dari yang biasa hingga yang mahal. Kalau daging sapi untuk steak, itu memang mahal," kata Suswono saat ditemui selepas rapat koordinasi di kantor Kementerian Perekonomian, Jakarta, Selasa (5/1/2013).

Menurut Suswono, harga daging sapi yang mahal tersebut sebenarnya hanya terjadi di DKI Jakarta atau di kawasan Jabodetabek yang juga terkena imbasnya. Hal ini disebabkan pasokan daging sapi ke Ibu Kota terbatas.

Untuk menekan harga daging sapi yang mahal itu, pihaknya meminta pusat-pusat peternakan sapi di daerah untuk menyuplai daging sapi ke Ibu Kota. Pihaknya juga meminta kepada pedagang sapi agar tidak memanfaatkan harga daging sapi yang tinggi tersebut untuk meraih keuntungan yang besar.

"Sebenarnya, margin keuntungan peternak ini sudah tinggi. Padahal, harga wajarnya sekitar Rp 60.000-Rp 70.000 per kg. Saya minta agar peternak tidak mengambil margin yang tinggi," tambahnya.

Seperti diberitakan, harga daging sapi di Indonesia saat ini adalah yang termahal di dunia. Harga di dalam negeri berkisar Rp 90.000 per kilogram, sementara di sejumlah negara lain hanya berkisar Rp 40.000. Pemerintah diminta turun tangan untuk menstabilkan harga daging.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, harga daging pada pekan keempat Januari 2013 mencapai Rp 90.000 per kilogram. Harga tersebut bertahan sejak minggu pertama Desember 2012.

Menurut data Bank Dunia, harga daging sapi rata-rata di Indonesia pada Desember 2012 mencapai US$ 9,76, sementara di Malaysia hanya US$ 4,3 ; Thailand US$ 4,2 ; Australia US$ 4,2 ; Jepang US$ 3,9;  Jerman US$ 4,3; dan India US$ 7,4.

Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi pekan lalu di Jakarta mengatakan masih tingginya harga daging di pasaran mengindikasikan pasokan yang masih tersendat.

"Saya tidak mau menggugat hasil survei yang menyebutkan pasokan sapi kita cukup, tetapi faktanya sudah tiga bulan ini harga daging tak kunjung turun. Jika ini terus dibiarkan, mendekati puasa dan Lebaran, harga daging bisa menyentuh level Rp 120.000 per kilogram. Itu sudah melampaui daya beli masyarakat," paparnya. (dbs)

Senin, 04 Februari 2013

Inflasi 2013 Diprediksi Menembus 5%

Sepanjang tahun 2013 tingkat inflasi diperkirakan ada di kisaran 5% atau sedikit lebih tinggi dari perkiraan pemerintah dalam asumsi Anggaran Pendapatan Belanja Negara 2013 sebesar 4,9%. Bambang Prijambodo, Staf Ahli Menteri Bidang Ekonomi dan Pendanaan Pembangunan Bappenas, mengatakan lebih tingginya angka inflasi disebabkan kondisi ekonomi di luar basis normal tahunan.


Menurut Bambang, ada tiga kondisi yang membuat tingkat inflasi Indonesia tahun 2013 ada di luar basis normal antara lain disebabkan pelaksanaan kebijakan kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL) sebesar 15%, Naiknya Upah Minimum Provinsi (UMP) di sebagian wilayah mencapai 19%-20% dan terakhir adanya gangguan cuaca yang hampir menyeluruh pada sebagian wilayah basis produksi pangan. 



“Basis normal inflasi kita ada di kisaran 4,3%-4,4% atau sama dengan tahun lalu, namun untuk tahun ini inflasi ada di atas basis kondisi normal. Hal ini karena adanya pengaruh kenaikan listrik, UMP, ganguan banjir dan cuaca di sebagian wilayah Indonesia sehingga menyebabkan kenaikan biaya konsumen,” ungkapnya. 

Bambang menuturkan, jika kondisi normal inflasi ada di kisaran 4,3%-4,4% maka tahun ini ada tambahan infl asi karena kenaikan 15% TTL yang berkontribusi terhadap infl asi sebesar 0,3%-0,4%, ditambah kenaikan 19%-20% UMP dengan kontribusi terhadap inflasi sebesar 0,1%-0,2%. Selain itu infl asi semakin meningkat disebabkan gangguan distribusi akibat cuaca.

Meski ada faktor yang mendorong laju inflasi, tetapi ada pengendali laju inflasi yaitu kondisi ekonomi dunia yang masih belum stabil sehingga harga-harga komoditas internasional tidak mengalami kenaikan. Dengan demikian harga komoditas dalam negeri tidak banyak mengalami kenaikan, sehingga konsumsi dalam negeri tidak banyak berubah.

Dia menjelaskan, pada tahun ini inflasi sangat tinggi diperkirakan hanya terjadi pada awal tahun karena pola musiman dan cuaca ekstrem. Kondisi ini akan kembali stabil saat masuk musim panen raya yang diperkirakan jatuh pada Maret. 

Untuk itu, hal utama yang perlu diperhatikan semua pihak dalam menghadapi inflasi yang terjadi di luar basis normal tahun ini adalah segera menyediakan kebutuhan masyarakat khususnya pangan menjelang hari-hari besar seperti bulan Ramadhan dan akhir tahun dan mengendalikan biaya pendidikan. 

Prasetijono Widjojo, Deputi Bidang Ekonomi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, mengatakan cukup sulit mengendalikan inflasi tahun ini agar sesuai target. Namun pemerintah akan melakukan berbagai cara diantaranya adalah menstabilkan harga-harga bahan pokok. 

Data Badan Pusat Statistik menunjukkan infl asi Januari 2013 sebesar 1,03% sedangkan inflasi tahunan mencapai 4,57%. Infl asi Januari tersebut tercatat lebih tinggi dibandingkan periode yang sama empat tahun terakhir, yaitu pada 2012 sebesar 0,76%, 2011 sebesar 0,89%, 2010 sebesar 0,84% dan 2009 defl asi sebesar 0,07%.

Juniman, Kepala Ekonom PT Bank Internasional Indonesia Tbk (BNII), mengatakan dengan melihat infl asi Januari 2013 yang sebesar 1,03% maka sepanjang tahun ini tidak mudah untuk mencapai target inflasi 2013 sebesar 4,9%.

Inflasi sepanjang 2013 diperkirakan akan berada pada level 5,3%. Agar inflasi tahun ini dapat dikendalikan, langkah yang harus dilakukan pemerintah adalah mencegah gejolak harga pangan yang disebabkan faktor cuaca. Selain itu pemerintah diharapkan dapat meningkatkan kualitas distribusi arus barang kebutuhan pokok.

Anton Gunawan, Kepala Ekonom PT Bank Danamon Indonesia Tbk (BDMN), mengatakan infl asi Januari lebih tinggi karena efek dari cuaca buruk. Sementara ke naikan tarif tenaga listrik belum memberikan dampak yang signifikan terhadap inflasi. Kebijakan ini berpotensi menekan inflasi pada tahun ini. “Kami perkirakan infl asi 2013 akan mencapai 6,17% dengan asumsi ada tambahan infl asi sebagai dampak dari kenaikan bahan bakar minyak bersubsidi,” kata Anton. (dbs)
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...